Mohon tunggu...
Ratman Mas
Ratman Mas Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bila tidak bisa membuat orang tersenyum paling tidak jangan buat orang lain bersedih

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ibu Menteri, Kenapa Harus Kami di RS Kusta....

27 Januari 2014   10:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:25 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tubuh Malang itu terbaring Lemah tak berdaya,  Kulitnya hitam legam seperti habis terbakar, itulah reaksi bila terlalu banyak mengkomsumsi Lamprem, sesekali Terdengar rintihan menahan sakit  dan desahan menahan rasa panas dari dalam, jari-jemari tangannya pun  terlihat tidak lengkap lagi hanya beberapa jarinya yang tersisa karena telah tanggal termakan penyakit kusta. dan yang tersisapun tampak sudah tidak normal lagi karena jemari itu tampak melengkung dan kaku akibat saraf tepi yang tidak berfungsi lagi. Bau Anyir dan kurang sedap pun tercium menyeruak dibalik baju kumal yang dikenakannya, belum lagi kaki yang membengkak dan basah tak pelak jadi sasaran empuk bagi lalat.  Disamping tubuh lemah itu berdiri seorang wanita  sekitar umur 30 tahunan dengan seragam  hijau kuning seragam khas Kemenkes, Dengan hanya menggunakan Handskom sedang memasangkan infus pada pasien itu yang sebelumnya telah dibersihkan lukanya dari darah dan Na**h.

Tanpa menggunakan masker perawat itu tampak akrab memberi pengertian dan semangat bagi pasien dalam menjalani hari-harinya kedepan di rumah sakit kusta.  lalu pasti kita akan bertnya mengapa perawat itu tidak menggunakan masker bukanka dapat menghalau aroma tak sedap, mungkin itulah yang harus dipahami oleh banyak orang mereka yang dirawat oleh di rumah sakit kusta selain menderita penyakit "menjijikkan" ini tidak jarang mereka mengalami retardasi mental, mereka gampang tersinggung dan dan mudah marah.   Jadi sebagai perawat  di rumah sakit kusta sudah tepat bila dia lakukan itu, kecuali bila pasien terindikasi menderita penyakit penyerta yang dapat menular maka perawat di haruskan menggunakan masker. inilah yang kami sebut pelayanan yang lebih manusiawi pada  penderita penyakit kusta.

Lalu kenapa harus kami yang dibatalkan menerima tunjangan kinerja dari kementrian kesehatan, apa yang kami lakukan itu belum cukup untuk sebuah pengabdian, apakah bapak-bapak dan ibu-ibu yang jadi penentu kebijakan pernah membayangkan bagaimana sekiranya mereka dipihak kami, tiap hari harus mersinggungan langsung dan terpapar dengan segala resiko penyakit yang bisa saja menimpa kami. lalu kenapa harus kami... kenapa mereka yang hanya datang duduk dan berhadapan dengan komputer  dan sesekali mereka selingi dengan mengobrol di jejaring sosial atau mereka yang datang dan berhadapan dengan pasien yang ingin melentikkan jarinya  diberikan imbalan Jutaan rupiah, bahkan seorang office boy  dan front oficce yang digaji untuk mengucapkan selamat pagi dan selamat siang pada tamu di ganjar dengan tunjangan Rp.1.500.000,-/ bulan diluar gaji, coba bandingkan dengan perawat di rumah sakit kusta  yang harus melakukan hal-hal diatas  setiap hari bahkan tidak kenal waktu karena bisa saja dilakukan pada malam hari dan hari libur, tapi coba tanya berapa yang dinilaikan sebagai JASA mereka sebagai Perawat, mereka pasti dengan malu-malu akan menjawab " Kami cuma dapat  Rp.200.000  kalau pasien lagi banyak bisa sampai Rp.300.000,-/ bulan itupun tidak tiap bulan biasanya dalam setahun tidak pernah sampai 12 kali kami terima syukur-syukur kalo bisa 10 kali dalam setahun.

Lalu dimana keadilan itu Ibu Menteri....

Kenapa harus kami yang tidak mendapatkan TUKIN, bukankan kami juga layak mendapat itu. lalu Bila kalian menganggap KAMI sudah BLU, Barangkali perlu di tinjau kembali apa yang kami  bisa jual dan pasarkan...  kami cuma punya lahan yang luas yang sekarang jadi kebun singkong yang dikelola mantan penderita kusta yang tidak diterima lagi sama keluarganya setelah sembuh, sebuah gedung serbaguna yang sering disewakan untuk  hajatan kawinan, ada juga fasilitas poliklinik spesial yang sepi pengunjung dan unit layanan umum yang ramai bila rumah sakit lain sudah oper kapasitas, lalu dari mana kami bisa kesejahteraan dari BLU, belum lagi transparansi yang tidak ada, yang membuat kami harus pasrah dan menerima apa yang manajemen berikan pada kami.

Dan yang lebih memprihatinkan lagi  BLU hanya kami temukan pada barang dan peralatan inventaris rumah sakit, tapi dari segi pengelolahan kami sama sekali tidak menemukan ada yang berbeda antara BLU dan saat sebelum BLU, semua dijalankan Seperti biasa Tidak ada yang berbeda, entah apa yang berbeda.... kami cuma orang bodoh yang hanya tahu membaca PP 23 tahun 2005  tanpa harus tahu seperti apa yang sebenarnya, kami hanya selalu dituntut bekerja dengan keikhlasan sesuai motto kami. Tiga tahun sudah BLU tidak dapat mensejahterahkan kami di kalangan pegawai rendahan. dan tiga tahun pengelolahan BLU tidak ada yang berubah dari sistem sebelum kami BLU kami tetap termarjinalkan.

Bagaimana kami mau menjalani BLU yang nota bene mengedapankan bisnis, bisnis apa yang harus kami jalankan sedangkan stigma tentang kusta masih sangat kental di masyarakat, jangankan untuk menjual jasa, dimasyarakat luaspun terkadang kami pegawai rumah sakit kusta sering mendapat perlakuan yang "khusus" bila ketahuan kerja di rumahsakit kusta. Coba bayangkan ketika kami ditahan seorang Oknum Polisi dan memeriksa kelengkapan surat-surat kami, ketika ditanya dimana kami kerja dan kami jawab kerja di rumah sakit kusta, dan secara spontan oknum tersebut secara spontan melepaskan surat-surat kami dan terjatuh, lalu oknum tersebut buru-buru mendatangi pos polisi dan mencuci tangannya.  itulah stigma kusta yang tidak hilang dari masyarakat kita, lalu bisnis apa yang cocok untuk kami.

Kalo memang mau jujur Rumah sakit kusta belum layak untuk menjadi badan layanan umum, jadi ada baiknya status BLU di hentikan saja  sebab terbukti tidak dapat mensejahterahkan pegawai rendahan. tapi entahlah kami tidak tahu apakah BLU sudah mensejahterahkan para pejabat kami. lalu bila tidak mensejahterahkan pada pegawai rendahan dan pejabat , lalu untuk apa dipertahankan, kalo hanya mempertahankan status dan dianggap sebuah kemunduran bila harus berhenti jadi BLU yang terbukti tidak mensejahterahkan. Apalah arti status yang mentereng bila nasib pegawai merana, status pun tidak menjamin kualitas pelayanan, bisa saja bila kelak kita  berhenti Dari BLU dan status rumah sakit kita tidak "WAH" lagi tapi karena kesejahteraan terjamin maka kami jamin KINERJA dan kualitas pelayanan akan jauh lebih baik dibanding saat kita berstatus BLU.

Barangkali Teori Ekonomi perlu kita pakai untuk kali ini, Semakin besar Imbalan yang diterima maka akan semakin memotivasi untuk terus bekerja begitupun sebaliknya. jadi untuk apalah sebuah status bila tidak menjamin kesejahteraan.   biarpun seorang kuli tapi bila mendapatkan bayaran yang tinggi pasti   jauh lebih memiliki etos kerja yang tinggi dibanding seorang berstatus manager tapi bayaran jauh di bawah kuli maka yakin dan pasti jangan harap ada peningkatan kinerja yang ada mencari jalan untuk pindah ketempat lain yang lebih menjanjikan.

Lalu Kenapa harus kami yang TUKIN nya di tahan Ibu menteri.......

kami mohon dengar keluhan kami ibu menteri......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun