("Sebelum itu aku diarahkan bapak untuk belajar pahat ditempat Mbah Heni orang asli Bali, selama tujuh bulan. Selanjutnya aku mulai mengembangkan yang lebih bagus dan mencoba mengoktrak buka orderan pahat di utara Bandara Adisucipto sekitar 3 tahun. Namun penghasilan yang aku dapatkan tidak pasti sampai akhirnya sepi tidak ada pekerjaan. Aku sempat berhenti kerja selama 4 bulan dirumah.")
Aku         : "Kemudian apakah bapak memutuskan untuk bekerja menjadi seorang pemahat di Tebing Breksi?"
Kasdwiyanto  : "Aku digoleki ketuane Tebing Breksi kon menghias tebing sisih wetan sik lagi awal-awale buka sing nganggo Buto Cakil. Terus aku ngusulke tema Perang Kembang. Nah ngono kui awal e aku kerjo neng kene nganti saiki."
            : "Aku dicari ketuaanya Tebing Breksi, disuruh menghias tebing sisi timur yang baru awal-awalnya buka dengan Buto Cakil. Kemudian aku menyarankan tema Perang Kembang. Nah ngono kuia wale aku kerjo neng kene nganti saiki."
Menurut Kasdwiyanto ini Tebing Breksi yang awalnya sepi dan mayoritas pekerjanya tidak pasti mendapatkan hasil sekarang menjadi tempat wisata yang dapat meningkatkan perekonomian warga Sambirejo. Pengalaman Kasdwiyanto tersebut dapat kita teladani karena apapun itu pekerjaan yang kita pilih harus kita hadapi untuk menuju kesuksesan. Seperti seorang pemahat yang tidak mudah memngeluh dan tetap perjuang dengan mengasah ilmu setajam alat yang ia gunakan untuk memahat yang memacu semangat, kreatif, inotif, dan tetap maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H