Tanggal 20 Maret 2021, Cuaca cerah pagi ini hari yang pas untuk mengunjungi Taman Tebing Breksi. Tepatnya berada di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DIY.
Pagi ini tepat pukul 08:00 WIB saya sudah mulai naik di jalan menuju Tebing Breksi. Sebelum mencapai lokasi saya berhenti sebentar untuk melihat pemandangan sekitar. Wilayah ini merupakan pemukiman yang asri, banyak pepohonan, sawah berundak, dan lanskap alam. Keindahan alam tersebut membuat hatiku semakin semangat untuk segera sampai ke lokasi.
Sesampainya di pintu masuk di ujung timur aku melihat sinar mentari yang menerobos ujung awan putih, menghiasi langit biru. Pancaran hangatnya mendorong semangat untuk menjalankan segala aktivitas. Ditambah riuhnya kepak burung merpati ini selalu berhasil menarik perhatian pengunjung saat memasuki kawasan.
Seperti pagi ini, ada banyak wisatawan yang siap menikmati suasana Tebing Breksi. Begitu pula iring-iringan pesepeda sudah mulai mengarah ke lokasi pintu masuk. Â Para pengelolanya juga mentaati protokol yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mereka mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker, face shield, dan sarung tangan. Sebelum masuk para pengunjung di cek suhu badannya serta selalu diingatkan untuk mematuhi SOP (Standar Operasional Prosedur).
Kemudian saya naik di bagian Tebing Utama, banyak spot-spot foto sukarela. Beraneka macam spot unik ini sangat direkomendasikan bagi para kaum milenial untuk ber-swafoto disini.
Setelah itu, saya mulai mengelilingi tebing utama dan tebing kecil. Tampak ukiran-ukiran wayang, naga, dan patung semar menghiasi bagian sisi tebing. Adanya ukiran-ukiran di sisi timur tebing itu membuatku semakin tertarik untuk ingin menemui seorang pembuat ukiran tersebut, aku bertanya pada salah satu pengelola di sini yang katanya seorang pemahat sedang membuat ukiran huruf "Tebing Breksi." Aku mengamati bagaimana tangannya yang sungguh terampil itu bisa menghasilan ukiran-ukiran unik itu.
Kemudian saya langsung menyapa pemahat itu, dan sebelumnya saya memohon izin untuk mengganggu waktunya sebentar. Ia bernama Kasdwiyanto, yang kerap dipanggil Antok. Ia lahir pada tanggal 22 Februari 1983, di Papringan Yogyakarta. Kini ia telah berkeluarga dan tinggal di Purwomartani Kalasan. Awal mula ia tertarik dengan pemahat batu sejak masih menempuh pendidikan SMP pada tahun 1997. hanya untuk menambah uang jajan. Ia juga berkata bahwa
Kasdwiyanto  : "Sak wis e aku lulus SMP aku nyobo golek gawean neng warung ikan bakar karo tengah tahun, neng kono aku wis ngroso ra krasan terus bali mulih neng deso lan bali nambang meneh."
("Setelah aku lulus SMP mencoba mencari pekerjaan di warung ikan bakar selama satu setengah tahun. Di sana aku sudah merasa tidak nyaman terus kembali pulang di desa dan kembali menambang lagi.")
Aku         : "Setelah itu apakah bapak menjadi tekun dan menjadi seorang pemahat tetap di Tebing Breksi ini pak?"
Kasdwiyanto  : "Sak durunge kui aku diarahke bapakku sinau natah nggone Mbah Heni tiyang asli Bali, selama pitung sasi. Terus bar kui aku mulai ngembangke sik luwih lan nyobo ngontrak, mbukak orderan natah neng lor bandara adisucipto sekitar 3 tahun. Nanging penghasilan sik tak entukke ora ajek nganti akhire sepi ra ono gawean. Aku sempet leren selama 4 sasi nganggur neng omah."