Pada hari senin yang lalu, kita dikejutkan oleh berita berpulangnya Sulli, salah satu mantan member f(x) yang tergabung di bawah label SM Entertaintment. Banyak yang tidak percaya, sebab berita itu sangat tiba-tiba. Bahkan, di media sosial pun beberapa orang berharap itu berita yang salah, semacam hoaks saja.Â
Namun, hal itu ternyata benar. Kemarin, polisi Korea pun mengumumkan hasil otopsi awal yang menyatakan bahwa ia meninggal karena bunuh diri. Sulli, may her soul rest in peace, dimakamkan secara tertutup pada hari kamis lalu, 17 Oktober 2019.
Membaca berbagai pemberitaan di berbagai sumber dalam beberapa hari belakangan ini, nampak bahwa Sulli sebenarnya sudah lama "meminta" pertolongan.Â
Dalam beberapa kesempatan, ia telah memberikan sinyal SOS. Ia pernah mengakui bahwa ia yang sebenarnya berbeda dengan yang tampil di layar kaca.Â
Ia juga mengakui dirinya tidak nyaman dengan hujatan para netizen yang tercinta. Namun, perundungan via media sosial itu tetap gencar, dan akhirnya ia tetap meninggal karena "tertusuk" kata-kata hujatan.
Mungkinkah orang-orang tidak paham bahwa apa yang mereka ketikkan itu berpotensi menyakiti orang lain? Rasanya tidak. Tetapi, mungkin mereka tidak menyadari seberapa bahaya perbuatan mereka itu. Nampaknya mereka menganggap Sulli "hanya" akan merasa sedikit stres.Â
Tak lama lagi juga dia akan tertawa lagi, nanti juga akan unggah foto-foto cantiknya lagi. Padahal, ada perbedaan yang jelas antara stres dan depresi. Andai saja mereka memahami, mungkin akan lebih banyak orang yang menahan diri untuk melakukan perundungan masal, baik langsung maupun tidak langsung.
Tidak. Artikel ini tidak saya tulis untuk menghakimi para pelaku perundungan. Justru, saya ingin mengajak kita semua untuk menyadari pentingnya memahami perihal depresi ini.Â
Pernahkah Anda merasa stres menghadapi tenggat waktu? Setelah itu, yang tadinya Anda menunda-nunda pekerjaan, tiba-tiba saja anda mendapatkan ide jernih dan mampu menyelesaikannya sesuai tenggat waktu itu. Nah, dalam hal ini, stres telah berhasil menimbulkan motivasi dalam diri Anda. Stres juga mendorong kita untuk menghadapi tantangan dengan lebih fokus.
Namun, stres yang berlebihan dan yang berlangsung dalam jangka waktu lama justru tidak baik bagi kita, karena dapat mengganggu kesehatan mental, fisik, dan emosional. Lebih jauh lagi, jika dibiarkan, maka dapat menimbulkan depresi.Â
Saya sendiri pernah mengalami depresi beberapa tahun yang lalu, dan salah satunya yang menyelamatkan saya adalah mengenali kapan stres berubah menjadi depresi.
Awalnya, tidaklah mudah bagi saya untuk mengenali depresi, sebab ya... saya bukan seorang psikolog, bukan juga penggemar buku-buku psikologi. Oleh karena itu, saya butuh waktu lama untuk menyadari, "Oh, ternyata saya depresi, bukan stres", dan agak terlambat untuk berusaha menanganinya.Â
Jadi, menurut pengalaman saya, langkah pertama yang paling penting untuk menyelamatkan diri dari bahaya depresi ialah mengenali kapan ia datang.Â