Ini bisa menjadi kritikan ke pemerintah terutama dengan adanya program dana desa yakni desa mendapatkan bantuan 1 M per desa untuk berbagai kegiatan pembangunan desa. Sayangnya banyak kelemahan dalam program ini, karena sistem basis data desa kita masih cukup lemah.
Tidak perlu berbicara terlalu jauh soal potensi desa, jika data jumlah desa saja ternyata berbeda. Bila urusan data saja kita masih belum valid lantas bagaimana pemerintah bisa menjamin dana 1 M per masing-masing desa ini tepat tujuan, karena untuk tepat sasaran saja rasanya itu target yang masih sangat jauh dicapai.
Gambaran soal basis data desa yang saya maksud disini dimulai dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Validasi jumlah desa di Indonesia, antar lembaga harus memiliki data yang sama. Pemerintah juga jangan melulu percaya pada data yang dikirim dari kabupaten misalnya. Perlu ada tinjauan langsung ke daerah untuk melakukan semacam sensus desa, kroscek data sekunder dan data lapangan sangat berperan penting di sini.
Dengan basis data yang valid, lalu dilakukan inventarisasi data untuk desa-desa yang sukses dan berhasil membangun kemandirian ekonomi. Selain berhasil membangun ekonomi desa, kisah sukses lain yang sekiranya sangat positif untuk lingkungan dan sosial bisa dikelompokkan. Misal desa yang berhasil dengan pengembangan energi terbarukan dan dilakukan secara swadaya, atau desa-desa tangguh terhadap bencana, atau juga desa yang cukup maju dengan sistem pendidikan alam.
Data untuk desa-desa yang sukses baik dalam membangun kemandirian ekonomi, memerangi perubahan iklim, tangguh bencana dan penddidikan berbasis alam (tentu bisa dieksplor lebih jauh lagi) tersebut kemudian diarahkan agar menyusun semacam profil pengelolaan desa sesuai dengan keunikannya tadi. Profil desa tersebut yang menjadi basis data pemerintah pusat dalam merumuskan Rencana Induk Pengembangan Desa Tematik. Tentu tidak dibuat saklek karena dinamika di masing-masing wilayah tentu berbeda juga.
Dengan data profiling seperti pada poin 3, pemerintah bisa menyusun proporsi persentase desa yang dinilai sudah mandiri, desa miskin dan desa berkembang. Untuk desa miskin dan berkembang, pemerintah bisa menawarkan pola-pola treatment dari desa-desa mandiri tadi untuk diadopsi, adaptasi kemudian disesuaikan dengan potensi desanya.
Desa-desa yang baru memulai tersebut paling tidak punya wadah untuk belajar dari desa yang sudah berhasil membangun kemandirian ekonomi misalnya. Dalam sistem basis data ini, misalnya bisa berbentuk platform website atau grup percakapan atau sistem digital yang mobile untuk memudahkan interaksi seluruh kepala desa se-Indonesia.
Tahap akhir, pemerintah baru akan menggelontorkan dana desa ketika desa-desa tersebut sudah menyusun profile desa seperti masalah mereka apa, lalu program yang akan dikembangkan apa saja dan dana yang dibutuhkan. Agar lebih valid, profil desa tersebut juga perlu disertakan dengan proses FGD (Focus Group Discussion) yang menjadi dasar dalam perumusan program desa tersebut. Artinya dana yang dikucurkan pemerintah untuk dana desa bisa saja tidak seragam, melainkan menyesuaikan dengan proposal yang ditawarkan.Anggaran yang disusun juga mesti dibantu dengan pendamping desa yang profesional dan bisa dipertanggungjawabkan melalui laporan per tri wulan. Kemudian apabila desa-desa tersebut berhasil membangun keberlanjutan pasca mendapat bantuan, maka desa-desa ini mendapatkan penghargaan dari pemerintah, baik dalam bentuk materi atau program lainnya. Hal ini juga bisa menjadi tolok ukur keberhasilan Kepala Daerah di kancah nasional misalnya.
Desa-desa inkubator seperti ini mungkin belum pernah ada di negara manapun di dunia. Bila pemerintah berhasil membawa konsep ini hingga ke tahap implementasi maka saya optimis lagu lama soal kesenjangan desa kota sudah tidak terdengar lagi.
Pemerintah pusat juga bisa punya sistem basis data yang valid desa-untuk desa di Indonesia.
Basis data desa seperti di atas akan berisi informasi yang sangat kaya sekali sehingga corong atau celah korupsi bagi yang diam-diam akan menjadi koruptor bisa ditekan.
Dengan konsep Desa Inkubator dan basis data desa, maka dana desa akan tepat tujuan dan sasaran tanpa lika liku ke desa fiktif yang cepat atau lambat kelak akan berujung di bui atau tanpa iming-iming insentif tapi berlimpah benefit.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H