Aco membuka mata saya, yang mungkin selama ini juga terhipnotis oleh pasar kapitalis dengan menganggap bahwa semua yang dipasarkan di minimarket dan supermarket pastilah laris manis. Ah sebuah pemikiran yang sangat dangkal pastinya, juga amatir.
Saya menutup malam itu dengan perasaan bahagia sembari tersenyum-senyum mendengar guyon sang peracik, "Seperti kopi pahit, mungkin kita berjodoh tapi waktu dan tempatnya salah, rasanya pahit dihati melihat pertemuan singkat ini.
Ceritakan saja kopi Turaya dalam sebuah tulisan agar kopi dan perasaan saya kembali manis."
Dalam hati saya membatin: Bang, kopimu sepertinya juga cocok untuk pasukan ambyar: mereka yang bertahun-tahun dalam kepahitan karena tak berkesesuaian jodoh.
Salam Weekend.
:::

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI