Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Antara Idealisme dan Kapitalis dalam Secangkir Kopi Turaya

12 Januari 2020   09:09 Diperbarui: 12 Januari 2020   17:08 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selain Kopi Turaya, juga diproduksi beberapa kopi lain dengan merk GarumBang dan Kopi Banyorang. Masing-masing kopi ini dikelola oleh kelompok pemuda yang diberi pelatihan khusus mengolah biji kopi menjadi sajian kopi nikmat di tangan pembeli. | dokumen pribadi

Orang-orang di Kota juga terkadang menunjukkan kesombongan berlebihan, padahal sumber pangan seperti hasil perkebunan dan pertanian sebagian besar berasal dari tanah Turaya.

Kita bisa membayangkan, berkat tanaman Kopi perlahan stigma negatif penduduk Turayya perlahan luntur. Saat ini nama Turayya mulai bergeser ke arah positif. Orang-orang mulai mengenal daerah Turayya sebagai penghasil biji kopi terbaik, terlepas dari berbagai brand yang saat ini sedang bersaing.

Di Kompleks sentra industri kecil menengah ini, cikal bakal olahan kopi terbaik di Kabupaten Bantaeng akan dipasarkan. Banyak cerita baik dan optimisme dari Aco dan juga beberapa rekan pengusaha kopi di komplek IKM ini.

Sebut saja Doni yang juga pelan-pelan merintis usaha kopi sentra IKM. Menyebutkan bahwa permintaan kopi Bantaeng cukup meningkat pesat, dan telah memiliki pemesan khusus meski belum dalam jumlah besar. 

Menurutnya daerah ini hanya butuh trigger (pemicu) seperti dengan mengerakkan sektor pariwisata untuk menstimulus/merangsang geliat ekonomi lokal seperti kopi agar jangkauan pasarnya semakin luas. Hanya saja mereka belum berani bertaruh besar selain mencukupi permintaan dari pelanggan setia dan mengisi gerai oleh-oleh khas daerah.

Mereka berharap ada konsep rantai ekonomi kopi atau yang kita kenal dengan multiplier effect. Multiplier effect itu oleh Aco dan Doni bisa dipicu dari pariwisata.

Menurutnya potensi pariwisata di Bantaeng cukup strategis selama beberapa tahun terakhir, khususnya untuk wisata olahraga. Umumnya para peserta untuk event lari dan fun bike ini berasal dari luar daerah, tentu akan menghabiskan waktu berhari-hari di Kabupaten Bantaeng. 

Bila pemerintah cukup jeli, ini adalah peluang besar untuk menciptakan pasar baru bagi ekonomi lokal dengan menyediakan paket-paket wisata harian dan mingguan, salah satu dalam paket wisata itu adalah kunjungan ke perkebunan kopi sekaligus menikmati kopi-kopi terbaik Kabupaten Bantaeng.

Sayangnya arah kesana belum terlihat, kita kadang cukup berbangga ketika kopi lokal ini berakhir di rak minimarket. Bagi Aco, daerah tidak perlu bangga berlebihan bila brand kopi lokal memasuki minimarket yang identik dengan merah dan biru itu.

Karena sebagus apapun brand kopi lokal tersebut, tetap saja Kapal dan Api yang laku terjual. Karena pasar brand kopi lokal pasarnya harus dibangun secara sistematis untuk sampai ke pembeli, bukan menaruhnya ke minimarket 9 bahan pokok.

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Mendengar ungkapan Aco, spontan saya tertawa. Saya malu karena tadinya saya pun beranggapan bila masuk di minimarket maka itu adalah suatu sebuah prestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun