Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjadi "Morning Person"

22 Januari 2018   11:35 Diperbarui: 23 Januari 2018   02:08 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun yang lalu saya selalu bermasalah dengan rutinitas bangun pagi. Dua handphone dengan alarm yang sudah diatur sedemikian rupa tetap gagal membangunkan saya di pagi hari. Seringkali teman meledek dan mengaitkan kebiasaan saya sebagai muslimah sehingga seringkali pertanyaan agak sarkartis muncul seperti apakah saya shalat subuh atau tidak. 

Kesulitan bangun pagi ini mulai mengganggu rutinitas saya yang lain, serba terburu-buru dan jadinya kurang fokus di jalan. Susahnya menjadi morning person bukan tanpa alasan. Sewaktu kuliah, beragam deadline tugas studio benar-benar menyita waktu hingga dini hari sehingga saya sering terbangun di atas jam 8 pagi. Tanpa saya sadari kebiasaan itu menjangkiti selama dua tahun.

Akhir 2015 ketika mulai menjalani hidup dengan agak serius karena alasan kerja, akhirnya mau tidak mau saya harus mengatur dengan baik jadwal harian agar bisa tidur lebih awal dan bangun pagi lebih cepat. Hasilnya memang lumayan, saya bisa bangun lebih pagi pukul 04.00 subuh. Konsekuensinya kerjaan kantor yang harusnya dikerjakan malam hari jadi harus saya revisi setelah shalat subuh.

Dengan menjadi morning person, saya mengalami perubahan siklus beraktivitas dimana biasanya waktu berkualitas saya dimulai pada pukul 21.00-02.30 dini hari, kini saya merubah total semuanya. Kini berusaha tidur lebih awal pada pukul 23.00, misalnya lembur sekalipun selalu saya usahakan hanya sampai pukul 00.00. Ternyata hasilnya memang jauh lebih teratur dan bekerja pada subuh hari membuat saya lebih hemat waktu 2-3 jam dibanding saya lembur pada malam hari hingga 6 jam. 

Awalnya, masalah bangun pagi tersebut sempat  membuat saya agak minder  ketika harus bermitra dengan kolega yang bekerja di instansi pemerintahan. Saya terinspirasi dengan kedisiplinan yang dia terapkan sebagai aparatur sipil negara. Selarut apapun dia tertidur beliau tetap bangun jam 04.00 subuh. Karena si kolega ini tinggal di Papua, dan perbedaan waktu hingga 3 jam dengan Yogyakarta jadinya sering menyulitkan saya ketika harus menghubungi saya di pagi hari.

Saya yang tinggal di Jogja dimana pada pukul 05.00 pagi justru sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi di Papua. Seringkali jika ditelpon saat pagi hari saya merasa malu karena suara saya di telepon kedengaran seperti masih setengah tertidur. Gara-gara beberapa kali kejadian seperti itu, si kolega sering mengawali perbincangan dengan pertanyaan "Su bangun-kah? Maaf, saya ganggu ya Mba."

Kejadian itu memicu saya untuk menyusun jadwal harian yang bisa memotivasi agar bangun lebih pagi. Saya memilih jadwal renang dua kali seminggu, badminton dan jogging sekali seminggu. Sementara hari-hari lainnya diisi dengan jadwal-jadwal tentative yang tetap tidak saya gunakan untuk leyeh-leyeh di kasur. Sudah berjalan kurang lebih setahun saya masih konsisten dengan rutinitas bangun pagi. Saya bangun pagi agar terhindar dari lembur-lembur di malam hari. Kebetulan saya adalah pekerja freelance sehingga saya punya keleluasaan untuk mengatur waktu lebih mudah dibandingkan ketika saya bekerja kantoran.

Alasan-alasan mengapa saya memasukkan jadwal olahraga seperti renang, badminton dan lari pagi sebagai rutinitas adalah agar tubuh saya lebih bugar dan pikiran lebih fresh. Berbagai macam informasi kesehatan yang saya baca menyebutkan bahwa investasi kesehatan yang paling ideal adalah olahraga sekalipun pola makan telah dijaga sedemikian rupa, olahraga tetap sangat penting dilakukan. Dahulu, keluhan sakit kepala dan pegal-pegal seringkali menggangu saya apalagi setelah cek kolesterol dan asam urat menunjukkan kalau pola hidup memang mempengaruhi pola makan yang tidak teratur, jatuhnya ke asam urat dan kolesterol.

Selain itu, kerjaan yang mengharuskan saya terbang dari satu daerah ke daerah lain dalam rentang waktu yang berdekatan juga membutuhkan kondisi tubuh yang cukup fit. Perjalanan tersebut sering menghabiskan waktu 24 jam duduk dalam kendaraan ditambah kegiatan survey yang juga menguras tenaga.

Jenis olahraga yang saya pilih dibagi dalam kategori seperti, yang paling disenangi, mudah dan paling cepat membakar kalori. Berenang adalah jenis olahraga yang paling tepat mengembalikan mood jadi lebih baik, dan kebugaran tubuh setelah stagnan dalam rutinitas monoton. Sementara lari dan bermain badminton jelas olahraga paling mudah dan paling cepat membakar kalori. Agar komitmen ini berjalan terus, saya berusaha memotivasi diri sendiri dengan beraktivitas di pagi hari menjadikan hari-hari saya lebih bahagia. Saya benar-benar merencanakan dengan baik agar usaha yang sudah dijalani selama setahun ini tidak gagal total.

Merencanakan "dengan baik" disini maksudnya adalah mempertimbangkan matang-matang jenis olahraga yang memotivasi bangun pagi, dan mencoba menghargai diri sendiri. Artinya ketika saya tidak melakukan rutinitas pagi karena alasan mager (malas gerak) sama saja tidak menghargai diri sendiri. Pekerjaan yang mengharuskan lembur, saya kerjakan pada pukul 20.00-23.00. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun