Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Travel to Remote 1: Perjalanan Jelajah Pulau di Taman Nasional Teluk Cenderawasih

15 Januari 2018   07:29 Diperbarui: 17 Januari 2018   12:07 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepanikan di Dalam Perahu

Air laut rasanya seperti jarum yang menusuk-nusuk di wajah Saya ketika berada di perahu motor dalam perjalanan dari Pulau Roon menuju Distrik Windesi. Lautan yang tadinya tenang kini mulai beringas dilalui perahu motor yang beranggotakan sembilan penumpang dan saya satu-satunya penumpang perempuan di perahu tersebut. 

Entah takdir seperti apa yang membawa saya berada dalam perjalanan ini, dimana waktu tempuh yang saya habiskan untuk bisa sampai di Papua Barat sudah menghabiskan waktu 24 jam dengan rute penerbangan Jogja-Makassar lalu Makassar-Sorong dan terakhir Sorong-Manokwari lalu di hari berikutnya saya sudah berada di atas perahu menyeberangi lautan lepas dari Pulau Roon menuju Distrik Windesi.

Manokwari bukan tujuan akhir dari perjalanan ini. Perjalanan dengan Kapal Ekspres akan ditempuh selama 5 jam untuk bisa sampai di Pulau Roon, Kampung Syabes yang menjadi lokasi penginapan kami di hari pertama. Adapun orang yang berperan cukup penting dalam kelancaran dan keselamatan perjalanan kami adalah Om Aku. Nama yang cukup unik kedengarannya karena saya menanyakannya hingga dua kali untuk memastikan pendengaran saya tidak bermasalah.

Om Aku, begitu saya menyebutnya adalah seorang yang bertugas mengamati batang pohon yang hanyut terbawa arus di lautan dan sekaligus yang bertugas mengamati pusaran air. Kata Om Aku, batang pohon yang hanyut di lautan bisa membuat bocor badan perahu yang tidak terbuat dari fiber. 

Perahu bisa bocor jika terkena hantaman batang pohon, terutama rangka perahu yang terbuat dari kayu katanya sangat rentan dengan hantaman batang pohon. Iseng saya bertanya ke Pak Marten soal kekuatan perahu yang saya tumpangi apakah cukup aman dalam perjalanan selama enam hari ini? Dan jawabannya cukup membuat saya bergidik.

Kata Pak Marten, "Waahh saya sudah rasakan perjalanan yang lebih seram dari perjalanan ini Mbak. Tahun lalu saya mengantar teman di Bappeda yang sakit parah dan dokter di Wasior menyarankan agar sore itu juga teman harus di rujuk ke Manokwari dengan kapal apapun yang ada. Karena nyawanya tidak akan tertolong jika harus menunggu sampai keesokan harinya."

Padahal menurut Pak Marten tidak ada yang berani melakukan perjalanan di malam hari mengarungi lautan karena gelombang tinggi bahkan nelayan paling hebat sekalipun apalagi dengan kondisi kapal seadanya. Namun karena ikatan kekerabatan Suku Tator (Tana Toraja) yang cukup kuat maka dengan kenekatan penuh disertai harap dan doa, para kerabat dekat tetap membawa saudaranya ke Manokwari. Akhir dari cerita Pak Marten adalah semuanya dan kerabatnya segera mendapat pertolongan.

"Kamu tenang saja Mbak, di perahu ini ada Om Aku yang sudah pengalaman dengan lautan di Wondama. Dengan kelakar yang khas Pak Marten menggoda saya "Kamu tidak usah takut mati Mbak, mau kamu lagi makan bakso kalau ajal menjemput ya kamu pasti mati juga karena telan bakso." Lalu kami pun tertawa terbahak-bahak mendengar candaannya.

Om Aku adalah penduduk lokal di Teluk Wondama, tanpa beliau saya tidak bisa membayangkan seperti apa akhir dari perjalanan ini. Bersama keponakannya yang dijuluki "motor race" mereka mengendalikan laju dan arah perahu tersebut hendak berlabuh. 

Bagi saya, Om Aku ibarat navigator dan si "motor race" ini kaptennya, sayangnya saya benar-benar lupa untuk menanyakan nama yang dijuluki "motor race" (baca motoreis). Yang canggih di mata saya tentang si motor race ini adalah, dengan kaki kirinya dia menggerakkan setir perahu motor sambal berdiri. Sekali saya melihatnya berdiri dan perahu bisa bergerak ke kanan kiri lalu jempol kakinya menjepit setir perahu. Entah seberapa besar kekuatan jempol kakinya sehingga dia dengan mudahnya membuat perahu bisa ke kanan dan kiri. Bagi saya kemampuan si motorace sudah cukup membuat saya ternganga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun