Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kesan Tertinggal di Bumi Tano Niha

7 April 2017   12:17 Diperbarui: 7 April 2017   21:00 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena kondisi jalan provinsi dari Gunung Sitoli menuju Nias Barat, sebagian besar rusak parah ditambah lagi karena kontur permukaan tanah yang bergelombang, curah hujan tinggi sehingga perbaikan jalan tidak pernah benar-benar tuntas. Selain karena faktor-faktor fisik tersebut, saya juga diceritakan jika jarang sekali pemerintah provinsi meninjau atau melewati jalan tersebut. Makanya konon sempat ada isu untuk menjadikan Pulau Nias sebagai Provinsi sendiri, tidak bergabung dengan Provinsi Sumatera Utara.

Dari kunjungan ini saya jadi bisa membandingkan tingkat perkembangan pembangunan di tiap-tiap daerah yang pernah saya datangi. Ada daerah yang awalnya agak membuat saya underestimate tetapi ketika saya berkunjung langsung malah tidak seburuk yang dibayangkan, begitu pun sebaliknya.

Lawatan ke Nias Barat ini terkait dengan kegiatan penyusunan rencana tata ruang, saya diberi kesempatan melihat kondisi kecamatan daerah studi. Persisnya di Kecamatan Mandrehe Barat. Ketika tiba di kecamatan ini, saya sedikit hopeless dengan keadaan di daerah ini. Sulit membayangkan tinggal di kecamatan yang jalannya belum beraspal, yang hanya jalan tanah saja, dan jalan yang ditutupi bebatuan. Tidak ada infrastruktur berarti di kecamatan ini.

Kondisi permukaan jalan di salah satu kecamatan, Kabupaten Nias Barat
Kondisi permukaan jalan di salah satu kecamatan, Kabupaten Nias Barat
Memasuki lebih jauh jalan-jalan dusun, saya menemukan kondisi bangunan sekolah dasar yang mulai rusak di sana sini. Jalan menuju sekolah buruk sekali, berbatu dan jika diguyur hujan sebentar saja sudah menyulitkan untuk dikunjungi, baik jalan kaki lebih-lebih bila menggunakan kendaraan. Bisa kita bayangkan mengapa minat atau tradisi berpendidikan di daerah-daerah terpencil di Indonesia masih rendah salah satunya karena buruknya infrastruktur. Ketiadaaan infrastruktur telah menunda bertahun-tahun kesempatan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang sudah dijamin oleh Negara, katanya.

Kesan yang Tertinggal

Saya pribadi terkesan dengan kekayaan budaya dan sejarah yang tersimpan namun belum dikemas dalam paket-paket wisata, wisata budaya dan religi misalnya. Hanya saja, peninggalan sejarah berupa Menhir atau rumah tradisional Nias tidak bisa begitu saja dijadikan daya tarik kunjungan wisatawan.

Jika saya wisatawan, tentu akan berjudi tentang apa yang pantas didapatkan dari perjalanan yang melelahkan. Kesan apa yang tertinggal dari daerah yang memakan waktu setengah hari itupun baru setengahnya. Belum lagi perjalanan darat yang harus ditempuh selama berjam-jam karena jalan rusak, atau jembatan roboh.

Kalau Nias Utara saja bisa terkenal dari tradisi lompat batu, mungkin Nias Barat mulai mencari-cari apa yang bisa dijual dari daerah mereka. Tapi karena pembangunan daerah di segala bidang masih berjalan lambat, sulit membayangkan bagaimana pemerintah daerah mengambil langkah awal untuk mengenalkan budaya dan sejarah di Nias Barat. Membangun pariwisata tapi tidak didukung dengan akomodasi dan amenitas penunjang sepertinya tidak memberi dampak signifikan.  

Keadaan itu menguatkan penilaian saya, bahwa akan butuh waktu lama bagi Nias Barat untuk membangun pesona wisata sejarah, budaya dan religi. Tidak hanya Nias Barat, ada banyak sekali daerah terpencil di Indonesia yang minim nasibnya sama dengan Nias Barat, punya potensi namun gagap di pembangunan.

Tidak ada rasa kapok jika seadainya masih diberi kesempatan untuk berkunjung kembali ke Nias. Saya akan sangat antusias menyelami kembali ruang-ruang sejarah yang mulai punah karena minimnya data atau karena tertimbun alam.

Mengakhiri tulisan ini saya teringat sebuah kutipan dari Elizabeth Pisani penulis buku Indonesia Etc, “Indonesia, Negara yang usia kemerdekaannya belum seabad tapi menyimpan misteri dua milenia.” Mungkin salah satu misteri itu ada di Nias, salah satu pulau yang menyimpan sejarah Palaeolithikum tertua di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun