Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tiga Mutiara Baru Pariwisata Papua

22 Desember 2016   16:38 Diperbarui: 23 Desember 2016   11:14 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua jam dari Pelabuhan Wasior menggunakan Longboat,  ditemani percik air yang berkilau, kita akan tiba di Pulau Roon di timur. Perkampungan bersembunyi di balik tenangnya dinding-dinding karang. Untuk mencapai jantung Roon kita melewati dua pulau kecil di kanan-kiri yang menghampar bak gerbang penyambut. Di jalan menuju rumah kepala kampung saya bertemu anak-anak yang girang karena kamera, melompat ke air, menyelam lalu muncul lagi di permukaan. Atmosfer sosial yang jarang ditemukan di kota.

Belum ada infrastruktur berarti di Kampung Yende ataupun Mena yang terhubung jalan beton selebar 4 meter. Uniknya, semua pemukiman penduduk Roon memanggung di atas air dan ditopang pilar-pilar kecil dari kayu-bambu. Air bersih masih berasal dari perbukitan yang dialirkan melalui pipa. Sementara untuk penerangan dan kebutuhan listrik lainnya, karena PLN belum menjangkau, penduduk sini memanfaatkan instalasi panel surya bantuan PNPM Mandiri.

Kampung Yende terkenal karena jejak religi dari abad ke-19. Terdapat makam pendeta G.L.Bink di dataran agak tinggi, sekitar 200m dari pantai. Pendeta G.L.Bink merupakan misionari Zending Protestan asal Belanda yang menyeberangi lautan pada tahun 1884. Berdasarkan penjelasan Pak Simon, tokoh adat setempat, sebelum kedatangan pendeta Bink, kehidupan penduduk Roon didominasi paham mistis tanpa mengenal agama. Mereka masih memuja pohon dan menganggap kekuatan moyanglah yang mendatangkan ikan dan  menjauhkan badai.

Perjuangan G.L.Bink mengenalkan Agama kemudian berhasil dan dikenal sebagai diplomasi sisir dan cermin. Konon, alih-alih Alkitab, benda yang pertama kali dikenalkan ke penduduk justru sebuah cermin dan sisir. Pendeta Bink menghampiri anak-anak, mencontohkan cara menyisir rambut, lalu menunjukkan mereka ke arah cermin. Saat itu, untuk pertama kalinya, penduduk Roon tahu bentuk rapi rambut dan pantulan asli wajah mereka.

Kekaguman yang berbalut kepercayaan itu berujung pembaptisan massal pada 16 Februari 1884. Delapan tahun kemudian, didirikanlah gereja yang diberi nama Isna Jedi. Saat ini, di samping Isna Jedi berdiri pula gereja baru yang menyimpan Alkitab tua terbitan Leiden, Belanda tahun 1889 dilengkapi terjemahan dalam Bahasa Melayu. Kondisi Alkitab ini relatif masih utuh, selain ujung atas dan bawah kertasnya yang rapuh.

Gereja Isna Jedi di Roon. (dok.pri.)
Gereja Isna Jedi di Roon. (dok.pri.)
Alkitab tua peninggalan 1884 di Kampung Yende, Pulau Roon. Pendeta G.L.Bink menyebarkan agama lewat sisir dan cermin. (dok.pri)
Alkitab tua peninggalan 1884 di Kampung Yende, Pulau Roon. Pendeta G.L.Bink menyebarkan agama lewat sisir dan cermin. (dok.pri)
Bukit Teletubbies di barat perairan Pulau Roon. (dok.pri.)
Bukit Teletubbies di barat perairan Pulau Roon. (dok.pri.)
Dalam bingkai wisata religius, Yende sangat memikat, karena gereja berhadapan langsung dengan dermaga, sementara sisi baratnya berhadapan dengan gugusan yang dijuluki Pulau Teletubbies. Titik strategisnya berada di sepanjang jalan menuju dermaga hingga gereja tua Isna Jedi. Tidak ada bangunan penghalang sehingga dari kejauhan gereja ini terlihat kokoh memikat.

Menurut Kepala Kampung Yende, sudah sering wisatawan mancanegara berziarah ke makam pendeta G.L.Bink, terutama mereka yang punya keterkaitan dengan Protestan ataupun sejarah Belanda.

Hamparan pasir putih dan lautan biru di Pulau Auri. Pemerintah setempat bersama WWF tengah berupaya mengembangkan pariwisata bahari dan konservasi laut. (dok.pri.)
Hamparan pasir putih dan lautan biru di Pulau Auri. Pemerintah setempat bersama WWF tengah berupaya mengembangkan pariwisata bahari dan konservasi laut. (dok.pri.)
2. Pulau Auri

Eksotisme tebing Phi Phi di Thailand yang pernah menjadi ikon film James Bond, kini saya temukan di rute menuju Pulau Auri. Dari Roon kita menyeberangi laut lepas selama 2 jam. Pulau ini aslinya tidak berpenghuni, karena penduduk yang kebetulan ada waktu itu adalah nelayan transit menunggu cuaca kembali normal. Nelayan ini biasanya tinggal selama 2 minggu sebelum melanjutkan perjalanan ke Wasior.

Pantai Auri ini bisa dikembangkan sebagai destinasi bahari terutama diving. Menurut Pak Pasai yang seorang mitra WWF (World Wildlife Foundation) sekaligus pelatih selam, keindahan Auri tidak tertandingi.

Hal ini terlihat dari pasir putih dan warna air yang biru-kehijauan. Hanya saja, Pantai Auri tidak cocok untuk pengembangan resort karena akses yang memang cukup jauh dari Kota. Kontur alamnya yang tidak rata cocok sebagai arena trekking, persinggahan kapal pesiar, memancing dan penyelaman instan sebagaimana di pulau Phi Phi Thailand ataupun Sipadan di Malaysia.

Bersama Pak Pasai, mitra WWF dan pelatih selam di Pulau Auri. (dok.pri.)
Bersama Pak Pasai, mitra WWF dan pelatih selam di Pulau Auri. (dok.pri.)
3.Konservasi Alam Laut di Yomakan (Pulau Rumberpon)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun