Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menarik, Pusat Literatur Kota Yogyakarta Jadi Ruang Publik

6 April 2015   08:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:29 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu keberadaan perpustakaan sebenarnya dapat dijadikan tolak ukur untuk mengukur indeks pembangunan manusia. Data kunjungan warga kota ke perpustakaan dapat menjadi indikator mengukur capaian target pembangunan manusia dalam satu kota. Saya juga optimis dengan memberikan “hadiah” kecil bagi warga kota seperti wi-fi gratis, baca koran gratis, menggunakan ruang diskusi/presentasi gratis dan prosedur penyewaan buku yang tidak berbelit akan meningkatkan minat warga semakin sering berkunjung ke perpustakaan.

Selama ini saya bisa memahami mengapa perpustakaan daerah di tempat lain terlihat sepi-sepi saja bahkan banyak buku-bukunya yang dipenuhi debu. Saya punya pengalaman ketika berkunjung ke salah satu perpustakaan daerah di kota Makassar tahun 2012 silam. Saya terkejut melihat kondisi buku-buku yang berada di lantai 2  dipenuhi debu seperti jarang disentuh, dan tidak terawat. Penyusunan katalog buku-buku di perpus ini juga tidak jelas, saya sampai kebingungan mencari buku yang saya butuhkan saat itu. Kebuntuan pencarian buku kala itu semakin diperparah karena pengelola yang bertugas di bagian peminjama buku malah tertidur di jam kerja.

Dilihat dari luar, bangunan perpustakaan di kota kelahiran saya sangat megah, dan besar juga terdiri dari dua lantai, sayangnya jarang dikunjungi masyarakat. Sejak saat itu saya menyadari jika bentuk fisik bangunan yang megah tidak selalu menjadi daya tarik utama orang untuk ke perpustakaan. Pengunjung membutuhkan kenyamanan dan desain perpustakaan yang lebih muda, tidak kaku dan tua. Sebagian gedung perpustakaan kita masih didesain seperti gedung pemerintahan yang kaku dan berjarak, dan belum tentu ada wi-fi gratis juga.

Sebelum ramai dikunjungi seperti sekarang Perpustakaan Kota Yogyakarta juga sepi pengunjung. Menyadari kekurangan tersebut, pengelola perpustakaan dan pemerintah Kota Yogyakarta segera membenahi lansekap dan desain perpustakaan, kemudian memberi fasilitas tambahan seperti layanan wi-fi sehingga tingkat kunjungan warga meningkat setiap hari, terlihat dari ditambahkannya shelter baru di sebelah timur gedung perpustakaan. Pengunjung perpustakaan ini tidak sekadar memanfatkan fasilitas wi-fi saja, karena sesekali saya temukan beberapa anak SMA memanfaatkan perpus untuk kegiatan les privat, atau mahasiswa untuk kerja kelompok.

14282613631741076375
14282613631741076375

Dalam perkembangannya, Perpustakaan Kota Yogyakarta memang masih memiliki beberapa kekurangan dalam bentuk fisik. Kekurangan fisik seperti jumlah tempat duduk di gazebo atau shelter yang jumlahnya terbatas, apalagi di jam-jam puncak 09.00-14.00 biasanya tidak ada kursi yang tersisa. Akan tetapi bagi saya ini juga bukan masalah besar, kekurangan ini justru menunjukkan adanya peningkatan pelayanan yang semakin baik sehingga kunjungan ke perpustakaan terus bertambah.

Tahun mendatang saya membayangkan jika keterbatasan lahan untuk menambah fasilitas gazebo dapat disiasati dengan cara-cara unik. Desain unik ini seperti memanfaatkan ruang di atas shelter yang ada sekarang, jadi semacam shelter bertingkat, di atasnya masih bisa dimanfaatkan untuk tambahan ruang fasilitas wi-fi.

Desain unik, kreatif dan muda biasanya lebih menarik perhatian, terutama jika digunakan di bangunan publik seperti perpustakaan. Pelayanan Perpustakaan Yogyakarta memberikan contoh baru tentang model pelayanan publik yang lebih menyatu dengan warga kota, melebur dan dapat diterima semua kalangan. Tidak ada salahnya sesekali pemerintah kita melakukan pendekatan yang unik dalam menarik minat warganya berkunjung ke perpsutakaan, seperti penyediaan fasilitas serba gratis tersebut.

Pendekatan unik yang dilakukan oleh pemerintah kota  agar warga memanfaatkan dengan baik ruang publiknya sudah dibuktikan oleh Walikota Bandung dengan Taman Jomblo dan Walikota Surabaya dengan Taman Bungkulnya. Keluar dari pakem dan konsep di pemerintahan yang serba kaku dalam merencanakan desain ruang publik nampaknya lebih mudah diterima msayarakat karena pemerintah tahu apa yang disukai warganya. Dan Jogja perlahan mencapai target kebahagiaan warga kotanya dengan slogan yang paling dekat yakni "Kota Pelajar" melalui inovasi pelayanan di perpustakaannya.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun