Cina menjadi negara besar tidak lepas dari kebudayaan Tionghoa yang menganut prinsip harmonisasi alam dan manusia dalam pembangunan. Sehingga tidak heran selama 5.000 tahun peradaban Cina tersebar diseluruh pelosok dan penjuru dunia. Pembangunan berkelanjutan kemudian menjadi isu penting di Cina dengan lahirnya berbagai megaproyek kota hijau di beberapa distrik di Cina. Hal ini sejalan dengan kebudayaan Tionghoa yang dikenal dengan prinsip harmonisasi alam dan dan manusia.
Adalah Peter Ruge Architekten, mengembangkan konsep kota hijau-sehat dalam pembangunan ekologi berkelanjutan (Green Health City is an ecologically sustainable development). Peter mengembangkan konsep keseimbangan pembangunan antara kebutuhan psikologi manusia, bangunan (secara fisik) dan alam. Konsep ini dikembangkan di provinsi Boao Lecheng tepatnya di sepanjang sungai Wanquan. Setiap pulau (kawasan) dihubungkan oleh akses transportasi berupa jalan/jembatan layang dan menjadi penghubung antar distrik. Pembangunan jaringan jalan tersebut tidak merusak sama sekali bentuk fisik alam sehingga dibuat seperti jalan layang.
[caption id="" align="aligncenter" width="528" caption="Konsep Pembangunan Green Hospital di Provinsi Hainan China"][/caption]
[caption id="" align="aligncenter" width="528" caption="sumber gambar:http://ad009cdnb.archdaily.net/"]
Efisiensi energi juga turut diperhitungkan dalam konsep Peter. Desain bangunan berkelanjutan diaplikasikan melalui strategi memprioritaskan pemanfaatan lahan secara maksimal pada lahan layak bangun. Dan tidak mengadakan pembangunan pada lahan yang masih alami dan menjadi area konservasi. Hampir sama dengan konsep efisiensi energi pada bangunan lain yang telah menerapkan bangunan hijau, desain bangunan di kawasan sungai Wanquan juga menggunakan material hemat energi sehingga mampu menghamat pemakaian energi hingga 70%. Artinya, 70% energi di kawasan sungai Wanquan menggunakan/memanfaatkan turbin angin, photovoltaic, bio gas, sistem hidraulik, dan energi listrik pintar.
Sehat yang dimaksud dalam konsep ini adalah lingkungan yang mempromosikan kesehatan mencakup kombinasi berbagai fasilitas kesehatan untuk mengobati penyakit. Rumah sakit internasional melayani diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, peremajaan, dan pencegahan. Program Check-up dengan fokus khusus pada manajemen perawatan geriatri dan kerjasama fakultas kedokteran dalam pengembangan penerapan sel induk sebagai bagian dari penelitian.
Akses langsung ke bus elektro, e-mobil, layanan penyewaan sepeda serta jaringan kereta api magnet nol emisi melalui isi ulang daya baterai dioperasikan menawarkan berbagai pilihan transportasi yang fleksibel dan berkelanjutan. Semua kendaraan berbahan bakar fosil pribadi dan akan tetap berada di luar kompleks pengembangan, dengan menyediakan sistem transportasi yang terintegrasi. Akan tetapi dalam pengembangan konsep kota hijau-sehat masa depan di Cina ini masih mendapat berbagai pertentangan. Tidak semua publik sepakat dengan konsep hijau Peter. Melalui forum diskusi Linkedin, diketahui bahwa beberapa pihak meragukan konsep kota hijau di Wanquan (Cina).
Menurut arsitek Matathyahu Kones dari Ecotectrura, konsep Peter masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah isu lingkungan. Isu lingkungan ini menyangkut kekhawatiran tercemarnya sungai Wanquan. Bahkan menurut Kones, desain dan konsep yang pembangunan hijau berkelanjutan tersebut sama sekali tidak memperhatikan kaidah kelestarian lingkungan. Masih soal pertentangan pembangunan rumah sakit hijau, isu politik tidak kalah kuat membayang-bayangi pembangunan rumah sakit tersebut. Kepemimpinan otoriter Cina dianggap tidak akan membawa perubahan apapun dalam pembangunan berkelanjutan yang didengungkan oleh pemerintah Cina.
Hal serupa tidak jauh berbeda dengan apa yang dihadapi salah satu kota di Indonesia. Pembangunan yang seyogyanya adalah untuk kemaslahatan masyarakat kenyataannya masih jauh panggang dari api. Sebuah kawasan dalam satu daerah yang tergolong masih “premature” dipaksa tumbuh untuk mengejar pembangunan. Center Point of Indonesia merupakan kawasan monumental Makassar yang dipersiapkan untuk menyambut Makassar sebagai kota dunia. Di satu sisi Makassar ditargetkan menjadi kota dunia melalui pembangunan kawasan monumental CPI. Namun miskin target di bidang publik yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Desain Kawasan Center Poin Of Indonesia (http://makassarnolkm.com/)"][/caption]
Menuju kota dunia, tidak hanya diwujudkan melalui perancangan kawasan yang menandakan sebuah peradaban. Melainkan seluruh komponen dalam kota terutama pelayanan publik untuk masyarakatlah yang harus dibangun terlebih dahulu. Bagaimana menuju kota dunia, jika pelayanan transportasi umum masih sangat buruk. Makassar sebagai kota terbesar ke 5 di Indonesia dan menjadi kiblat untuk Indonesia Timur tidak memiliki transportasi massal selain angkutan umum “pete-pete”.
[caption id="attachment_285047" align="aligncenter" width="300" caption="situasi transportasi Makassar (kibas-ilalang.blogspot.com)"]
Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa, jangan mengukur suatu kota sudah maju dengan melihat satu indikator saja yakni pembangunan. Pembangunan fasilitas komersil, seperti Mall, dan bangunan komersil lainnya bukan tolak ukur sebuah kota dikatakan maju. Semakin banyak Mall dalam satu kota justru memperlihatkan kemunduran perancangan kota. bagaimana mungkin perencana kota atau pemerintah selalu berfikir menyediakan ruang publik melalui pembangunan mall?. Jika demikian yang tersisa adalah masyarakat tidak memiliki pilihan untuk menikmati kota, sampah semakin bertumpuk akibat perilaku konsumtif masyarakat. dari waktu ke waktu, kota hanya menjadi komoditi bisnis bagi para pemilik modal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H