Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pergeseran Makna Pendidikan "Pesantren" Melalui Sinetron Religi

24 Agustus 2013   11:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:53 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pepatah mengatakan ala biasa karena biasa, sesuatu bisa menjadi lumrah dan mendapat pemakluman khalayak apabila kejadian tersebut berlangsung setiap hari. fenomena inilah sepertinya yang terlihat dengan maraknya sinetron religi yang menghiasi layar kaca. Berbagai tema cerita dan dikemas dengan judul-judul yang disandingkan dengan pilihan kata islami menambah apik sinetron religi ini. Namun belakangan saya mulai bertanya-tanya dengan isi cerita sinetron religi tersebut. salah satunya adalah sinetron yang membubuhi judul Pesantren dan kehidupannya (katanya).

Menyaksikan adegan yang disuguhkan dalam sinetron “pesantren” tersebut, saya kembali mengingat masa-masa ketika berkesempatan mengenyam pendidikan di pondok pesantren selama tiga tahun. Apa yang saya alami dan rasakan jauh berbeda dengan kisah kehidupan pesantren yang disajikan dalam tayangan sinetron tersebut. kehidupan di pesantren sejatinya menuntut kedisiplinan tinggi dalam segala bidang, santriwati (putri) setiap hari melewati rutinitas yang padat dalam kegiatan akademik dan ekstrakurikuler. Lingkungan kompleks pesantren yang terpisah antara kompleks santri dan santriwati, bahkan boleh dikatakan jarang terjadi komunikasi yang begitu sering kecuali ada pengajian dan kegiatan ekstrakurikuler.

Apa yang terlihat dari adegan demi adegan dalam sinetron ini tidak menonjolkan kehidupan pesantren sebagaimana lazimnya. Selain karena pemainnya menggunakan jilbab. Selebihnya alur ceritanya seperti sinetron kebanyakan, tidak jauh dari tema cinta. Sebagai pemirsa televisi tentu saja saya bertanya-tanya, sinetron ini menceritakan pembelajaran di pesantren kah atau kehidupan remaja pada umumnya yang mengambil latar kompleks pesantren. Rumah produksi dan pihak yang terlibat dalam penyiaran program acara TV seakan menutup telinga mengenai keluhan masyarakat terkait tayangan yang disiarkan oleh statisiun TV.

[caption id="" align="alignnone" width="480" caption="sumber:http://i1.ytimg.com/"][/caption] [caption id="attachment_283051" align="aligncenter" width="646" caption="sumber (http://cdn.klimg.com/kapanlagi.com/)"]

1377318940595374079
1377318940595374079
[/caption]

Peminat tayangan/acara TV tema hiburan ataupun sinetron beberapa diantaranya dianggap sebagai penonton kelas C. Penonton tipe C ini merupakan tipe penonton yang termasuk dalam kelompok penonton acara hiburan seperti komedi, musik, infotainment  dan sinetron. Penonton ini dianggap tidak perlu beripikir keras untuk menyaksikan tayangan musik, komedi, infotainment, dan sinetron.

Munculnya tema khusus seperti religi dalam sinetron saat ini merupakan bentuk adaptasi baru bagi setiap rumah produksi agar sinetron tersebut tetap diminati masyarakat. Mayoritas penduduk di Indonesia adalah muslim, setelah film layar lebar Ayat-Ayat Cinta meledak, sontak beberapa sinetron religi pun mulai meramaikan stasiun tv swasta.

Semakin banyaknya sinetron realigi yang hilir mudik menghiasi layar kaca, juga tak lain disebabkan karena rating. Ketika satu acara memiliki rating yang tinggi, maka acara lain pun dibuat serupa mengikuti sukses program TV yang meraih rating tinggi. Dalam hal ini terjadi penyeragaman, menganggap semua penonton di Indonesia senang dengan sinteron religi. Bukan hanya sinetron religi, beberapa program TV menunjukkan gejala yang sama, latah rating.

Sebut saja sinetron ala “pesantren” dibuat versi terbaru setelah sebelumnya pernah sukses dan meraih rating tinggi. Padahal konten alur cerita tidak terlalu banyak menghadirkan kehidupan pesantren yang sesungguhnya. Pada akhirnya semua permasalahan akan bermuara pada satu kesimpulan, yaitu keuntungan. Tidak mengherankan sebentar lagi akan lahir sinetron ala “pesantren” season 3 dst.

Kekhawatiran lainnya adalah pengaburan makna “pesantren” itu sendiri. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pesantren adalah asrama dan tempat murid, santri belajar mengaji. Apa jadinya jika seorang anak yang menyaksikan sinetron “pesantren” menganggap bahwa mengenyam pendidikan di pesantren seperti yang ada di TV. Sinetron “pesantren” selama ini hanya menonjolkan konflik cinta, iri hati dan dengki antar sesama teman. Hampir tidak ada pelajaran sama sekali yang dihadirkan.

Sampai saat ini nilai jual rating menjadi tolak ukur sukses tidaknya suatu acara, namun pola dan sistem seperti ini juga yang membuat rumah produksi cenderung tidak mampu berinovasi karena program TV yang dibuat akan mengikuti rating yang ada. Saya pun hanya mentok sampai disini, tidak bisa berbicara banyak jika semua dikembalikan pada masalah keuntungan. Bahwa program TV yang menonjolkan idealisme untuk kepentingan edukasi cenderung kurang diminati, bahkan hanya bertahan dalam waktu singkat dan tergantikan dengan acara hiburan saja.

Publik di Indonesia sudah semakin cerdas, tentu kita membutuhkan tontonan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengutamakan program hiburan semata tanpa ada proses pembelajaran bahkan cenderung semakin membodohkan sama saja kita masih terjajah melalui industri pertelevisian. Tidak mungkin selamanya kita akan mengamini terus acara TV hiburan yang tidak membawa manfaat edukasi, kecuali jika kita memang merasa biasa-biasa saja dibodoh-bodohi oleh program TV tersebut. dan semoga saja tidak terjadi demikian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun