Yogyakarta tetap menyajikan daya tarik luar biasanya hari ini, tepat Minggu pagi 13 April 2014, ruas jalan Mangkubumi dan jalan Sudirman diramaikan dengan berbagai event yang diselenggarakan oleh Citilink.
Hari ini saya begitu semangat ingin mengikuti kegiatan jalan santai di sepanjang jalur car free day. Pukul 06.00 pagi dengan cuaca yang masih dingin karena barusan diguyur hujan, saya bulatkan niat menuju kawasan Sudirman kemudian dilanjutkan ke Malioboro.
Biasanya saya hanya menghabiskan waktu di hari libur seperti ini lebih banyak di rumah atau ikut latihan cardio di pusat kebugaran/fitness center , atau jika ingin cuci mata saya jalan-jalan ke Sunmor UGM. Melalui informasi yang saya dengar di radio (Sabtu 12/14) dikabarkan akan dilaksanakan lari narsis pada hari Minggu besoknya, maka saya mencoba mengajak teman untuk menemani saya.
Sebelumnya acara lomba lari keliling kota sudah mulai marak di lakukan di kota besar lainnya seperti Jakarta, bahkan ada juga gelaran lomba lari dalam gedung bertingkat yang dikenal dengan istilah run vertical. Saya juga pernah melihat di salah satu majalah kesehatan, memuat pengalaman seorang ibu yang berhasil menurunkan bobot berat badannya karena sering mengikuti kegiatan lomba lari tersebut.
Hadiah yang ditawarkan jumlahnya sangat menggiurkan, untuk run vertikal mencapai ratusan juta, sedangkan lomba lari 10 kilometer yang diadakan di Surakarta juga memeperebutkan hadiah Rp.40juta. Kalau saya sendiri, lebih tertarik melihat event kreatif sambil menyempatkan ikut aerobik ala zumba-zumba. Saya melihat hampir semua kalangan dari anak-anak hingga orang tua semuanya ikut bergoyang, semangat mengikuti instruktur aerobik di atas panggung.
[caption id="attachment_331446" align="aligncenter" width="500" caption="1.Suasana di jalan Sudirman, panitia masih berkemas sebelum acara dimulai. 2. suasana di jalan Mangkubumi, setelah melepas peserta lomba lari narsis"]
Setelah mengikuti aerobik saya memutuskan untuk lari-lari santai sepanjang jalan Sudirman menuju jalan Mangkubumi, tempat dilaksanakan acara lari narsis. Ketika tiba, acaranya ternyata sudah dimulai. Saya kemudian berjalan menyusuri jalan Mangkubumi, menyaksikan keceriaan orang-orang yang tumpah ruah bersama semburan warna-warni yang tumpahkan ke udara.
Beberapa hotel di jalan Mangkubumi menampilkan pertunjukan yang menghibur masyarakat, seperti senam bersama. Ruas jalan Mangkubumi seketika terlihat lebih berwarna, lebih semarak, semua manusia berkumpul di tengah jalan meluapkan kegembiraan mereka.
Di tengah jalan ada sekumpulan anak-anak yang bermain bola, ibu-ibu dan bapak-bapak asyik berjoget mengikuti musik senam, sementara di depan emperan toko sebelahnya berdiri beberapa stand makanan camilan, seperti sosis bakar dan burger.
[caption id="attachment_331447" align="aligncenter" width="450" caption="masyarakat begitu antusias menikmati hiburan di tengah jalan, atraksi yang hanya bisa kita saksikan di hari Minggu"]
Di atas panggung utama ada seorang Disk Jockey Perempuan yang begitu enerjik memainkan alat musiknya sambil berlenggak-lenggok. Perhatian saya pun tidak lepas dari sang DJ ini, daya tariknya mampu membuat mata para lelaki yang kebetulan lewat di jalan Mangkubumi tertahan sebentar menyaksikan DJ cantik ini.
Ketika menyaksikan penampilan sendratari Prambanan di jalan Sudirman yang mengisahkan tentang penolakan Roro Jonggrang atas lamaran Bandung Bondowoso pada saat itu juga saya merasa agak merinding. Saat itu saya benar-benar merasakan bahwa Jogja adalah kota sejuta budaya yang memesona.
Ketika lantunan musik Jogja Istimewa mengalun mengiringi sendratari saya mendengar pada bagian rap nya yang berbahasa Jawa. Lirik-liriknya diambil dari serat centhini maupun mantra tradisional sehingga lagu ini terdengar sangat Jawa.
[caption id="attachment_331450" align="aligncenter" width="583" caption="para penampil sendratari Prambanan"]
[caption id="attachment_331452" align="aligncenter" width="587" caption="Jalan Sudirman disemarakkan oleh penampilan band aliran jazz yang sangat atraktif memainkan alat musiknya"]
Di tengah ramainya kritikan akan kondisi kota Jogja yang dianggap sudah mulai menujukkan ketidaknyamanan akibat bombastis pembangunan fisik seperti hotel dan mal, terbukti di hari Minggu, saya masih bisa menyaksikan warga kota masih bisa bersenang-senang.
Hari Minggu, ternyata masih menjadi waktu paling manusiawi di kota yang mulai menggapai pembangunannya melalui pembangunan serba menjulang. Di tengah kritik pula, warga kota Jogja seakan menunjukkan jati diri mereka sebagai warga yang masih merindukan ruang publik, masih mendamba kota yang menyediakan jalur aman untuk bersepeda, dan bebas polusi.
[caption id="attachment_331451" align="aligncenter" width="450" caption="1. suasana di sekitar tugu, dipenuhi para pesepeda. 2. aksi corat-coret/grafiti yang ditampilkan komunitas grafiti Jogja"]
Kebahagiaan ini bisa kita tangkap lewat ekpresi dan gelak tawa anak muda, dan orang tua yang begitu semangat menyaksikan event kreatif ini. Jika sudah begini siapa yang mampu menghalangi kebahagiaan warga kota untuk menikmati keramahan Jogja di hari minggu.
Sebelumnya saya pernah merasa kehilangan Jogja, merasa tidak berbeda dengan kota padat lain yang sebelumnya pernah saya kunjungi. Namun hari ini setelah menyaksikan sendiri hiruk pikuk manusia di tengah jalan, dan puncaknya ketika saya merasa merinding mendengar rap serat centhini dari lagu Jogja Istimewa. Saya semakin yakin kalau inilah Jogja, kota sebenar-benarnya, kota yang memberi kebahagiaan bagi warganya yang dihidupkan oleh budaya dan kreativitas yang tak pernah padam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H