Mohon tunggu...
Ratih Setyo Rini
Ratih Setyo Rini Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

A dreamer with multiple passion

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Terima Kasih Dokter, Lucky to Have You as My Doctor

29 November 2013   14:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:32 2001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dokterku sayang, dokterku malang. Kalimat ini mungkin cocok dengan situasi saat ini. Setelah kasus kriminalisasi dokter, yang terakhir adalah penyiraman kopi panas oleh ‘keluarga’ pasien kepada dokter. Entah harus dimulai dari mana tulisan ini. Banyak yang berkata, dokter mengedepankan bisnis. Walaupun ada beberapa oknum demikian, tentu tidak adil menyamaratakan semua dokter demikian. Pengabdian tulus para dokter yang memegang teguh sumpah Hippocrates pun mendadak tenggelam oleh cibiran sinis mereka yang memperkeruh suasana.


Sebagai perempuan, rasanya pas kalau saya menceritakan pengalaman dengan dokter kandungan. Saya mengetahui hamil saat berada di Pulau Buton, sebuah pulau penghasil aspal yang berada di sebelah Tenggara Pulau Sulawesi. Setelah perjalanan sejak pukul 3 pagi dari Jakarta, melalui penerbangan ke Kendari dan dilanjutkan dengan speed boat selama 4 jam, tibalah saya jam 5 sore di Kota Bau-Bau. Sudah seminggu ‘tubuh’ rasanya berbeda, sehingga selepas magrib saya langsung naik becak mencari klinik bersalin. Setelah berputar-putar cukup lama dalam keadaan gelap dan sedikit kesulitan mencerna logat penduduk yang lebih cepat bicaranya, akhirnya ketemu juga dokter kandungan. Cukup kaget ya, perempuan hamil di sana, mulai dari yang sangat muda sampai yang sudah tua. Hmmm… “Wah ibu, sedang apa di sini? Kok periksa kandungan jauh-jauh?” dokter yang tampan nan gagah itu bertanya. Ternyata, di daerah yang sepi ini ada dokter yang sangat meyakinkan. Hehe.. “Dok, bisa gak periksa hamil tanpa periksa dalam?” pertanyaan bodoh meluncur begitu saja. “Tenang saja, ayo kita periksa bu,” Pak dokter berkata sambil tersenyum. Oh.. rupaya ada USG ya di sini. Hehe.. Kemudian pak dokter menyampaikan kabar gembira sambil memberikan sedikit nasehat untuk ibu hamil. “Hati-hati ya bu, kalau sudah di Jakarta nanti ke sini lagi.” Saya meninggalkan pak dokter dengan sebuncah kebahagaiaan yang sangat indah.


Kehamilan ini mempertemukan saya dengan dokter kandungan yang baik hati. Sengaja tidak disebutkan namanya, karena tidak semua orang senang kebaikannya diumbar-umbar. Dokter ini bertugas di RS Hermina Depok. April 2003, tiba-tiba air dari bawah mengalir deras. Dengan taxi, sampailah saya di rumah sakit. Ternyata ketuban belum pecah. Aneh, tadi air apa ya. Orang awam sih bilang ketuban kembar. Bu dokter kemudian minta persetujuan, “Ratih, diinduksi ya. Kalau tidak, nanti kamu malah dioperasi.” Jam 7 malam induksi dimulai. Lebay mungkin, tapi itu rasa tersakit yang pernah saya rasakan, dan mungkinhampir semua perempuan mengalaminya. Jam demi jam berganti. Pembukaan berjalan sangat lambat.Tengah malam bu dokter datang lagi. Saat memeriksa, tiba-tiba saya muntah. Tidak seperti kebanyakan perempuan hamil yang muntah selama trimester pertama, saya muntah hampir sepanjang masa kehamilan. Baju putih dokter pun terkena muntahan. Bu dokter hanya tersenyum seperti biasa. Sabar ya, katanya. Oh.. baiknya dokterku ini. Sepanjang malam saya tidak tidur karena rasa sakit yang luar biasa.


Pagi sekali bu dokter sudah datang. Saya langsung berpikir, begini rasanya jadi dokter (kandungan). Bagaimana jika ada panggilan mendadak saat liburan keluarga. Bagaimana jika harus melakukan operasi tengah malam buta. Bu dokter riang sekali memeriksa saya sambil ngobrol dengan almarhum ibu, dan kemudian berkata, “kita tunggu sampai jam 11 ya”. Namun, setelah pembukaan tujuh, tidak ada kemajuan.Sementara ‘tetangga-tetangga’ sudah mulai melahirkan. Terdengar suara pak dokter yang membantu persalinan dengan penuh kesabaran. Ada yang melintang bayinya, tapi pak dokter meyakinkan bisa membantu persalinan secara normal. Tak lama, pecahlah suara tangisan bayi. Oh Tuhan.. ajaib sekali.. dan betapa bahagianya ayah si jabang bayi karena kelahiran anak kedua ini tanpa operasi, tidak seperti anak pertamanya. What a great doctor!


Jam 11 siang rasanya saya tidak sanggup lagi. Sudah 6 jam berlalu sejak pembukaan tujuh. Ketubanpun sudah keruh. Dokter berkata saya harus dioperasi. Rasa sakit yang luar biasa seketika sirna saat infus induksi dicabut. Berarti ini sakit karena induksi ya? Persiapan operasi dilakukan sambil menunggu dokter anestesi. “Tih, ini apa?” dokter menanyakan bekas operasi tumor sepanjang 5 cm. Setelah itu langsung memerintahkan perawat untuk mempersiapkan anti keloid. Bekas caesarku mulus loh.. Kalau saja dokternya tidak perhatian, jangan-jangan bekas operasi seperti jengger ayam. Hehe.. Kelelahan mencoba melahirkan normal, membuatku tertidur saat operasi dimulai. Karena dipanggil, saya jadi terbangun. “Ratih.. bayinya memang gak mungkin keluar normal...” Saya masih sempat melihat keajaiban itu. Bayi putih yang alhamdilillah sempurna fisiknya.


Setelah itu saya tidak sadar apa yang terjadi. Lambat laun suara ibu teriak-teriak, “Dokter, anak saya mati. Anak saya mati..” Mata ini kupaksa buka tapi tak sanggup. Mencoba berpikir tapi tak bisa. Ketakutan menyergap jiwa. Hanya suara ibu menangis dan terdengar suara kaki-kaki berlari-lari. Mungkin suara dokter dan perawat-perawat. Saya tidak tau apa yang kemudian dilakukan dokter dan perawat. Sampai malam gelisah, kenapa tidak bisa bangun. Ruangan sangat sepi, mungkin saya sudah dipindah ke kamar perawatan.


Hampir 24 jam saya tidak bisa bangun. Besok pagi menjelang siang, tiba-tiba saya bangun & bisa melihat. Lega rasanya. Dokter yang baik hati datang sambil membawa anaknya. Mau jalan-jalan katanya. Bu dokter juga mengikatkan gurita. Aduh, pagi siang sore ibu dokter selalu menjengukku. Senang rasanya..


Tiba saatnya pulang, saya dipanggil kasir rumah sakit. “Bu Ratih dikasih discount ya sama Bu dokter. Jadi biaya dokter obgynnya biaya melahirkan normal, bukan caecar,” demikian penjelasan kasir. Subhanallah.Dokter yang luar biasa baik, dalam memberikan pelayanan sangat baik, kok masih ngasih discount yang tidak sedikit. Padahal masih banyak yang bilang, ah dokter mau gampang aja dikit-dikit caesar. Bisnis nih. Banyak loh dokter yang tidak mau caesar jika tidak ada indikasi tertentu, walaupun pasien meminta. Kebaikan dokter tidak berhenti sampai di situ. Bu dokter pernah marah waktu saya kontrol, “kalau kontrol sambil bawa anak, lapor ya sama suster supaya nomor antrian maju, kasian kan bayinya”. Bahkan beberapa kali saya digratiskan. Saat saya bilang Alhamdulillah, dokternya ketawa terbahak-bahak.


Sebagai orang non medis, saya tidak mengerti emboli. Adik saya yang menyelesaikan profesi Nersdi UI berkata, “Itu kasus sangat langka”. Hanya berandai-andai, apabila dalam persalinan saya tidak terselamatkan, apakah tega keluarga menuntut dokter yang begitu baik tersebut?.. Seperti juga nasehat psikiater saya, “Jangan sekali-kali menganggap dokter sebagai Tuhan”. Adik sepupu saya bahkan mengalami kejang dan henti napas pasca persalinan caesar. Alhamdulillah selamat. Tetapi kakak sepupu saya meninggal dunia saat persalinan, karena ketiadaan dokter di sebuah kabupaten di Indonesia Timur. Ini persoalan besar kita semua, bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga kesehatan & distribusinya tidak merata. Tentu saja, istilah malpraktek bisa disematkan, jika terjadi pelanggaran prosedur. Namun, jika semua sudah dilakukan tetapi pasien tidak selamat, bukahkah artinya ini hak Tuhan? Bahkan dalam Islam, betapa mulianya seorang perempuan yang mati melahirkan, sehingga menyandang gelar syahid. Penutup tulisan ini, ijinkan saya menyampaikann terima kasih kepada semua dokter yang pernah menolong saya dan menolong keluarga saya. Semoga Tuhan membalas kebaikan dan jerih payah dokter dengan kebaikan yang lebih baik lagi. Salam sehat.

Pamulang, 24 November 2013 (RSR)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun