Mohon tunggu...
Ratih Saraswati
Ratih Saraswati Mohon Tunggu... -

Jurnalistik Atma Jaya Yogyakarta 2012

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sosial Media Bukanlah Jurnalisme

28 Mei 2016   12:56 Diperbarui: 28 Mei 2016   13:14 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Era modern seperti saat ini tentunya diikuti oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern. Khususnya perkembangan teknologi akan sangat mudah diikuti oleh anak muda. Namun apakah anak muda dapat memanfaatkan teknologi dengan baik dan benar. Salah satunya adalah sosial media adalah ruang yang sangat mudah dalam menyampaikan informasi dan tersebar secara luas dan cepat. Media sosial sendiri berkaitan dengan komunikasi, percakapan, interaksi, koneksi, komunitas, kesenangan, personal, relationship, bercerita, dan partisipasi. Menurut Bowman and Willis, konsep participatory journalism adalah tindakan warga negara , atau kelompok warga , memainkan peran aktif dalam proses pengumpulan , pelaporan , analisis dan penyebarluasan berita dan informasi. Maksud dari partisipasi ini adalah untuk menyediakan informasi yang independen , terpercaya , akurat , luas dan relevan.

Menurut Kovach and Rosenstiel, esensi jurnalisme adalah menyampaikan informasi kepada publik sedemikian rupa sehingga publik dapat mengambil keputusan yang berakibat baik bagi hidupnya. Sedangkan sosial media bukanlah jurnalisme, karena tidak adanya disiplin verifikasi dan unsur 5W+1 H. Setiap orang dapat menyebarkan informasi yang didapatnya tanpa diketahui kebenarannya terlebih dahulu. Sehingga berita atau informasi yang disampaikan ke media sosial sering sibeut hoax atau bukanlah fakta.

Kekuatan sosial media untuk jurnalisme adalah dari segi publikasinya, penyebaran informasi atu berita dalam skala yang lebih luas. Selain itu, newsroom akan lebih fokus pada pemanfaatan komunitas di dalam sosial media. Selain itu, sosial media dapat digunakan untuk kerjasama antara produser konten (media) dengan sumber berita jurnalis menjadi manajer komunitas. Peran jurnalis berkembang dari proses peliputan dan produksi berita, menjadi peran menyebarluaskan berita.  Jurnalis juga mengambil “percakapan” di media sosial sebagai berita.

Sosial media dapat digunakan sebagai Social Contactyaitu melalui media sosial/jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, kita menikmati kontak antara “powerful journalist” dengan narasumbernya. Social Stories adalah berita yang dibangun lebih “emosional”, terbuka dan kolaboratif, karena ada “engagement” antara jurnalis dengan konsumennya (deep social integration).

Media Sosial sebagai sarana bagi penulis/editor menggunakan informasi dari media sosial sebagai alat verifikasi atau sumber berita, ketimbang hanya menggunakan sumber dari kantor berita. The Social Network as the New Editor, orang menjadikan percakapan di media sosial sebagai sumber informasi pertama setiap pagi atau siang, bahkan sebelum tidur.  Editor menggunakannya sebagai bahan menentukan agenda pemberitaan.

Media Sosial memungkinkan jurnalis membangun “personal brand” berdasarkan apa yang mereka kuasai dan kontribusi mereka ke organisasi media, seperti wawasan , Informatif , pembuka mata , di belakang layar , proses transparansi dari ruang berita.

Menurut survei Dewan Pers dalam penggunaan konten media sosial oleh jurnalis  periode Januari-Februari 2012 menyatakan bahwa proporsi terbesar terletak di DKI Jakarta, dengan mayoritas responden laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Sebagian besar memiliki akun media sosial Facebook dan Twitter. Mayoritas menggunakan media sosial sebagai sarana memantau informasi, sumber ide berita, sarana monitoring/evaluasi, mencari sumber, sebagai bahan berita dan sarana verifikasi.  Selain itu sebagian responden memanfaatkan media sosial untuk menginformasikan mengenai kegiatan kerja yang tengah dilakukan dan menginformasikan mengenai berita menarik di organisasi media di mana mereka bekerja. Responden menggunakan akun media sosialnya untuk ekspresi personal atau perasaan dan sisanya sebagai sarana melakukan kritik sosial atas kebijakan publik/komentar berita/peristiwa. Media sosial berfungsi menjadi sarana meluaskan basis konsumen berita yang diproduksi organisasi media/jurnalis.

Menurut Bill Kovach and Tom Rosenstiel How To Know What’s True In The Age Of Information Overload “ terdiri dari :

Authenticator: Membantu memverifikasi mana informasi yang benar dan dapat dipercayai

Sense Maker: Meletakkan informasi/berita yang ada ke dalam konteks

Investigator: Jurnalis/Media tetap jalankan fungsi sebagai ‘watch-dog”, pengawas kekuasaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun