Mohon tunggu...
ratih puspa
ratih puspa Mohon Tunggu... Bankir - swasta

suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Da'i Pesantren Sebagai Penguat Moderasi Beragama

26 Mei 2023   14:12 Diperbarui: 26 Mei 2023   15:40 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pesantren merupakan institusi pendidikan yang sudah ada sejak zaman sebelum kemerdekaan. Semua pihak sepakat, pesantren ikut bersumbangsih dalam upaya kemerdekaan bangsa. Kiai yang ikut berjuang, santri yang setia menjadi makmum kiai, serta gerakan-gerakan kompak kalangan Islam di masa silam terekam panjang dalam catatan sejarah Indonesia (Nurcholish Madjid. 1997. Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: Dian Rakyat).

Di era kekinian, pesantren telah mengikuti perkembangan zaman. Ada banyak intelektual hebat dari pesantren. Mereka tersebar di segala bidang, mulai sains, pendidikan, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Tentu saja, muncul banyak para da'i yang merupakan lulusan pesantren.

Sebagai negeri yang majemuk, pesantren di Indonesia memiliki banyak ragam. Meski demikian, mayoritas berpaham ahlus sunnah wal jama'ah dan bersikap moderat terhadap segala aspek kehidupan. Moderat yang dimaksud adalah tidak berlebihan atau ghuluw dalam memandang semua hal.

Keyakinan atau ketauhidan memang nomor satu. Namun tidak lantas membuat disparitas jauh dengan mereka yang berbeda keyakinan. Pasalnya, nusantara memiliki banyak suku bangsa, bahasa, budaya, agama, dan aliran kepercayaan.

Pada masa sekarang ini, para pendakwah bermunculan. Mereka yang tidak berasal dari kalangan pesantren nusantara, membuat panggung-panggung kecil di media sosial internet. Lantas, menyebarkan pandangan dan ideologinya.

Kadang kala, pendakwah yang seperti ini, karena tidak punya landasan kemajemukan dalam berpikir maupun bertindak, berlebihan dalam memandang perbedaan. Mereka membuat oposisi biner, seperti: sesat dan tidak sesat, salah dan benar, surga dan neraka, asli dan palsu, dan lain sebagainya.

Problemnya, yang baik selalu mereka identikan dengan mereka, sedangkan yang buruk disasarkan pada liyan. Pendakwah seperti ini yang punya potensi membuat gesekan.

Dengan kondisi seperti ini, kalangan atau alumni pesantren tidak boleh tinggal diam. Tidak boleh hanya kasak-kusuk dari belakang. Mereka mesti berperan dalam melaksanakan dakwah berbasis Aswaja yang moderat. Bila tidak, yang dominan di ruang publik sekadar mereka yang tidak punya gairah moderasi dalam beragama.

Tentu, tidak berarti pula bahwa mereka yang tidak lulusan pesantren tidak boleh berdakwah. Poin pentingnya, mereka yang berdakwah seharusnya menghembuskan spirit keberagamaan yang saling menghormati dan menghargai di bumi bineka tunggal ika ini.  

Dakwah di Indonesia seharusnya tetap berkiblat pada semangat kebangsaan serta nasionalisme. Apabila kesadaran beragama sifatnya dekonstrutif atau memecah belah, konflik denga kedok perbedaan cara pandang atau keyakinan mudah terpicu (Dudung Abdul Rohman. 2021. Moderasi Beragama Dalam Bingkai Keislaman Di Indonesia. Bandung: Lekkas).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun