Tak dipungkiri, perkembangan media sosial telah membuat informasi berkembang begitu pesat. Keberadaan media sosial juga bisa menggalang dukungan sekian banyak orang. Media sosial juga bisa digunakan untuk mewujudkan kepentingan apapun.Â
Tak terkecuali kepentingan politik, yang saat ini sedang hangat dibicarakan semua orang. Saat ini, media sosial telah dipenuhi berbagai ujaran kebencian dan kebohongan. Menguatnya kelompok radikal telah membuat propaganda radikalisme terus terjadi.Â
Dan salah satu propaganda itulah yang kemudian melahirkan kebencian-kebencian baru di media sosial. Akibatnya, bibit intoleransi dikalangan muda terus mengalami peningkatan. Mulai dari sektor pendidikan, perusahaan, hingga aparat sipil negara, ditemukan mulai muncul bibit-bibit radikal. Bibit radikal ini akan terus menguat, jika provokai terjadi dan kebencian terus dipupuk.
Menebar ujaran kebencian sama halnya menebar bibit radikalisme. Debat pasangan calon harus mendidik dan tetap menebar pesan damai. Boleh melakukan negative campaign, karena dalam konstitusi juga dibenarkan, sepanjang disertai dengan data yang valid.Â
Yang tidak boleh adalah black campaign, yang mendasarkan setiap informasi dari hoax. Dalam debat pertama, banyak pengamat mengatakan masih ada argumentasi paslon yang tidak berdasarkan data. Dalam debat berikutnya, diharapkan hal itu tidak terjadi lagi.
Usai debat pertama, warganet juga banyak memberikan respon. Sayangnya, respon yang muncul tidak sepenuhnya respon yang penuh kritik membangun, tapi kritik tanpa data. Respon yang muncul justru lebih kental nuansa caci maki ketimbang kritik yang membangun.Â
Semoga respon dalam debat kedua hingga yang kelima, tidak terjadi caci maki itu. Ingat, kita mencari pemimpin yang bertanggung jawab, yang harus mengerti mengatasi segala persoalan negeri ini.Â
Mari kita dorong agar para paslon dan timsesnya, mengeluarga berbagai ide, gagasan dan program yang akan ditawarkan jika terpilih. Dengan mendorong diskusi yang sehat, kebencian dalam berdebat akan bisa diminimalisir.
Menampilkan kesantunan harus dilakukan oleh semua pihak, termasuk para pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dari segi bahasa, intonasi, hingga gerakan tubuh harus mulai menjadi perhatian bersama.Â
Saling mengkritik dengan cara yang santun, akan memunculkan debat yang mendidik. Namun mengkritik dengan intonasi yang tinggi, ekspresi kesal, dan disertai kebencian tanpa ada data yang kuat, hanya akan memperkuat merebaknya ujaran kebencian di dunia maya.
Debat capres harus bisa merangkul keberagaman masyarakat Indonesia. Debat capres harus bisa menyatukan kepentingan bersama, bukan kepentingan antar pendukung saja. Debat capres harus mampu memupuk keramahan antar pendukung.Â
Untuk itulah penting bagi para pasangan calon memberikan contoh yang baik dan benar kepada para pendukungnya. Jangan lagi debat diwarnai dengan caci maki yang justru bisa memicu terjadinya konflik. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H