Lokasinya amat luar biasa, suasananya sangat menenangkan. Saya kemudian berfikir sebagai guru sejarah, saya harus bisa membawakan gambaran suasana ini ke kelas saat mengajar. Agar tak cuma saya yang jatuh cinta, tapi juga semua siswa saya.
Di pelataran Candi Prambanan. Concert with a view! Makin terpana lagi saat mulai ngeh adanya sendratari Ramayana di candi yang sama. Tiba-tiba sebagai anak EO sekaligus guru sejarah, saya berfikir sebenernya musik, seni, kebudayaan, youth movement ini bisa dilebur jadi satu di warisan benda sejarah kita, candi misalkan.
Maka saat malam kemarin secara tidak sengaja mampir ke kompasiana, membaca iklan adanya lomba blog tentang The Sound of Borobudur, saya merasa saya harus mengaktifkan kembali otak saya untuk menulis tentang ini, sebagai wujud kecintaan saya terhadap Borobudur dan musik. Awalnya saya mikir oh, mungkin mau diadakan konser di Borobudur. Genre musik lain tapi lokasinya di Borobudur. Tapi ternyata saya keliru!
Proyek bertajuk Sound of Borobudur bahkan melampaui imajinasi saya. Digawangi oleh Mbak Trie Utami yang pernah menetap berbulan - bulan di desa sekitar Candi Borobudur (dan saya sangat yakin beliau juga jatuh cinta seperti saya), kemudian dilengkapi oleh Mas Dewa Budjana dan Mas Purwatjaraka, wah, dalam hati saya, gila, ini pasti bakal keren luar biasa. Gak tanggung-tanggung meski bukan sejarawan mereka mencoba membunyikan musik yang dulunya hanya terpatri di relief Borobudur! What a brilliant movement!
Sebagai guru sejarah saya memang mengikuti perkembangan Borobudur. Penataan tamannya, sempet ada kebijakan sewa kain, kemudian ada tour melihat sunrise di Borobudur, ada Borobudur marathon, juga ada Borobudur writers and cultural festival. Tapi kesemuanya belum mengeksplorasi "suara" dari Borobudur sendiri.Â
Kita baru sebatas hadir dan mengamati, andai dikategorikan film, kegiatan-kegiatan tersebut masih senyap alias film bisu. Perlu sentuhan "soundtrack" agar Borobudur kembali bersuara dan bergaung ke seluruh dunia, seperti saat masa kejayaannya.Â
Tim dari Sound of Borobudur ini jujur membuat saya tercengang. Mereka takes extra mile further. Alih-alih sekedar membuat soundtrack, entah musik dari mana, tapi mereka malah menggali dan meracik sendiri dari relief ratusan tahun yang lalu!
Ah, kan cuma bikin musik. Hey, tak semudah itu ferguso. Arkeolog dan sejarawan bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyingkap cerita-cerita relief Borobudur. Hasil karya mereka memuaskan dalam konsep 2D, sebuah kisah dan penuturan kembali identitas kita.Â
Tapi andai wahana permainan, konsep yang 3D jelas dinantikan. Dan tim Sound of Borobudur adalah penggagas dari sebuah petualangan baru, mendapat panggilan hati menggaungkan kembali Borobudur sebagai pusat kebudayaan agung Nusantara, dengan segala kemewahannya.
Ada dua buah teori tentang alat musik yang terpahat cantik di Borobudur. Yang pertama Borobudur menjadi sebuah pusat titik temu, dimana masyarakat internasional saat itu telah banyak berkontak dengan nenek moyang kita, kemudian sebagai bentuk persahabatan maka dipahatlah berbagai fragmen penampilan mereka, lengkap dengan berbagai alat musiknya. Teori kedua sebaliknya, segala alat musik itu berasal dari Nusantara dan tersebar ke penjuru dunia.Â