Sampah laut terapung (floating marine debris) adalah sampah laut yang mengapung dan berada didalam kolom air, dan umumnya disebabkan oleh transport angin dan aliran arus maupun pasang surut.
Pola pergerakan SLT menjadi informasi yang sangat penting untuk diketahui, sehingga penanganan dan pengelolaan SLT dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Berikut hasil rangkuman dari berbagai sumber.
Dari mana datangnya sampah laut?
Merujuk pada the National Geographic, sampah laut atau marine debris adalah kumpulan sampah yang berakhir di samudra, laut, dan area air luas lainnya. Sampah tersebut berakhir di perairan melalui berbagai cara, baik itu pembuangan sampah sembarangan secara sengaja atau terbawa oleh arus air dan faktor cuaca (seperti angin dan badai).
Sementara itu, menurut Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, adalah suatu sampah yang berasal dari daratan, badan air, dan pesisir yang mengalir ke laut atau sampah yang berasal dari kegiatan di laut.
Kepadatan dari sampah di laut ini beragam dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Kepadatan tersebut banyak dipengaruhi oleh kondisi perairan, kegiatan manusia, karakteristik materi sampah dan faktor lainnya(waste4change).
Kebocoran sampah yang masuk ke laut 80% berasal dari daratan, sisanya dari laut. 30% kebocoran sampah tersebut merupakan sampah plastik. Di dunia diperkirakan sampah plastik yang masuk ke laut 8juta metric ton/tahun dimana 1.29juta metric ton-nya berasal dari Indonesia (Jambeck,2015).
Bagaimana sampah tersebar di laut?
Sampah yang umumnya didominasi oleh plastik dapat terdistribusi di pantai atau laut dan bisa berada di permukaan atau bahkan terisi di kolom air. Sirkulasi laut berperan penting dalam penyebaran sampah laut dan mikroplastik di seluruh dunia. Begini cara kerjanya:
Sampah yang masuk ke laut selanjutnya "dibawa" oleh arus laut. Arus laut (sea current) merupakan perpindahan massa air dari satu tempat menuju tempat lain, yang disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya hembusan angin, perbedaan densitas dan pasang surut (Pariwono, 1989).