Diary, “Sumpah Pemuda”
Ratih Anggraeni & Panglima kata (Nomer. 136)
Berbaringlah dipangkuanku, akan kuceritakan padamu
Tentang kisah metamorfosa
Dari seekor kepompong penghuni ranting pakis
Kini menjelma sebagai kupu kupu yang terbang bebas
Terik mentari yang pecah didaun pakis
Meleleh dikulitmu, menjelma bias pelangi yang masih misteri
Tak harus terbang agar bebas
Sebab ranting pakis telah melukiskan kebebasan dengan tinta angin yang sepoi
Aku masih disini, Terbaring dalam rimbun daun pakis
Menatap mega yang tersenyum sangat manis
Mengukir langkah dalam irama bekerja sangat keras
Isi hidup dengan puing karya tanpa batas
Pakis meranggas
Sebab waktu tak ragu untuk memangkas
Biarkan saja tetap meranggas, biar ditebas
Agar kelak mampu bekerja keras
Aku mengerti
Kadang hujan turun bersama gelombang pasang
Terpaan badai tak mampu lagi dihadang
Rasa sedih dan kecewa seiring berdendang
Menyibak impian yang terurai panjang
Biar..! biar ku tunggu sebentar
Biar aku fikirkan kembali sebuah strategi
Karena aku yakin
Selalu ada pelangi setelah hujan
Selalu ada kesuksesan dihari depan setelah ujian
Akan ada kekuatan setelah goncangan dan terpaan
Bangkitlah pemuda
Mari angkat semangat bersenjata
Kita taklukan dunia
Maka biarlah kita hidup dalam keragu-raguan
Sebab, butuh seribu Tanya untuk mengenal makna
Dan rasa kecewa awal dari sebuah rasa
Dan bila mentari terbit lagi
Kita tak punya waktu lagi untuk berlari
Sebab kita dilahirkan untuk memberi waktu pada hari
Dan bila hujan datang kemudian hari
Tak usah kau berteduh
Sebab kita butuh kekuyuban untuk belajar menghargai kehangatan
Biarkan tangan menggigil, mengepal,
menghantam cendikia yang ternyata berotak bebal
Dan hingga suatu saat nanti
Kita telah selesai berdiri
Disebuah tepi
Yang bernama kejayaan cahaya sang hati
Dapat tersenyum pada matahari
Yang telah mampu dinikmati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H