Mohon tunggu...
Ratih NavikaDewi
Ratih NavikaDewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya akan menulis dalam topik disabilitas.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengembangan Komunikasi Anak Autism Spectrum Disorder Menggunakan Pendekatan Floortime

21 Juni 2024   18:45 Diperbarui: 21 Juni 2024   18:46 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Berdasarkan DSM-5 (Diagnostic and statistical mental disorder), gangguan pada autism spectrum disorder umumnya mengalami distorsi perkembangan saraf yang memiliki 5 klasifikasi, yang pertama yaitu interaksi dan komunikasi sosial yang kurang baik. Distorsi perkembangan yang kedua yaitu pada perilaku dan minat yang dilakukan secara berulang-ulang, kecenderungan memiliki perilaku yang menentukan secara general emosi dan Hipersensitivitas sensorik. 

Distorsi perkembangan yang ketiga yaitu memiliki symptoms pada awal perkembangan seperti anak yang suka tertawa dan menangis sendiri tanpa sebab. Distorsi perkembangan yang keempat yaitu mempunyai gangguan secara klinis yang signifikan dan mendapatkan diagnosis dari ahlinya. 

Gangguan autisme ini mempengaruhi keterlambatan pada perkembangan secara umum dan juga dapat terjadi bersamaan dengan gangguan lainnya, seperti intellectual disability, gangguan hiperaktivitas dan keterlambatan dalam berbahasa (Lord et al., 2020). Komunikasi adalah salah satu alternatif untuk mengembangkan kehidupan menjadi lebih baik. Komunikasi merupakan kemampuan yang penting untuk setiap orang karena diperlukan dalam aktivitas sehari - hari. 

Anak autis yang mempunyai permasalahan terkait dengan komunikasi harus mendapatkan intervensi yang tepat agar anak dapat mengekspresikan diri ataupun memberitahu orang disekitarnya tentang kemauannya jika anak tidak bisa berkomunikasi dan di biarkan begitu saja anak dapat mendapatkan permasalahan yang lain sehingga anak lebih sering tamtrum karena tidak ada yang mengerti dirinya. Sehingga dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak autis, hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan strategi, metode, media yang cocok untuk anak autism. jika tidak ditangani akan akan banyak dampak yang muncul seperti : 

1. Dampak Bagi Anak Autis

Dampak permasalahan komunikasi pada anak autis yang kekurangan kosa kata yaitu anak sering tidak bisa memahami kata di berikan oleh orang lain, sehingga anak sering menghindar jika di ajak berkomunikasi secara langsung.

2. Dampak Bagi Orang Tua

Orang tua harus bisa menyederhanakan kalimat yang akan di instruksikan kepada anak yang memiliki permasalahan komunikasi, agar anak dapat memahami maksud dari instruksi tersebut.

3. Dampak Pada Masyarakat

Anak autis dengan gangguan komunikasi cenderung diam dan menghindar jika di ajak untuk berkomunikasi sehingga tidak bisa bersosialisasi dengan masyarakat lingkungan sekitar.

4. Dampak Pada Pembelajaran

Jika guru tidak mampu memberikan intruksi dengan kosa kata yang di mengerti anak, anak tidak akan mengikuti perintah yang diberikan guru dalam pembelajaran sehingga menghambat pembelajaran yang akan diberikan.

Dari banyak nya dampak yang muncul tentunya kondisi ini harus segera ditangani dengan menggunakan intervensi yang tepat. anak dengan gangguan komunikasi dapat diajarkan kosa kata terlebih dahulu sehingga anak dapat menambah kosa kata yang dimiliki dan anak dapat mengetahui makna kata yang di gunakan. tentunya dibutuhkan  stategi, metode, pendekatan, dan media yang cocok untuk anak sesuai dengan karakteristik anak. Dalam observasi lapangan ditemukan anak autis dengan karakteristik berikut : 

  • Aspek Komunikasi

1. Kontak mata : anak mampu melakukan kontak mata meskipun hanya sebentar

2. Menunjuk : anak mampu menunjuk arah ke kelas

3. Ekolalia : anak sering mengulang kata ketika diberikan instruksi yang tidak di 

mengerti

4. Mengikuti instruksi sederhana : anak mampu mengikuti instruksi seperti " ayo menulis"

5. Menjawab pertanyaan dasar : anak mampu menjawab pertanyaan dengan penolakan 

" gak mau"

6. Menggunakan isyarat tubuh : anak menggelengkan kepala mengisyaratkan tidak mau

  • Aspek Interaksi Sosial 

1. Tersenyum sebagai reaksi terhadap orang lain : anak mampu memberikan reaksi berupa senyuman terhadap orang lain.

  • Aspek Perilaku Berulang & Minat Terbatas

1. Minat terbatas : anak masih memiliki minat yang sangat terbatas terhadap pembelajaran dan permainan

2. Sikap motorik berulang, mis. Mengetuk-ngetuk meja : anak sering mengetuk ngetuk tembok dan bangku

3. anak sering tantrum jika ruangan panas

4. anak lebih suka duduk di lantai

Dari karakteristik di atas penulis menentukan strategi, metode, pendekatan dan media yang cocok sebagai berikut :

1. Strategi : pemberian pembelajaran kosa kata dilakukan bertahap, berulang dan terstruktur sehingga anak mampu mengingat dan memahami makna tiap kata yang diberikan.

2. Model pembelajaran : Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Depdiknas (Widaningsih, Dedeh 2005:7) mengemukakan ciri-ciri model pembelajaran langsung sebagai berikut : 

a. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.

b. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.

c. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pengajaran.

3. Metode : Developmental, Individual, Relation-Based (DIR/Floortime) DIR/Floortime adalah jenis terapi yang mendorong orang tua secara aktif membangun interaksi berkualitas guna meningkatkan kemampuan Bahasa, kognitif, emosi, dan sosial (Liao et al., 2014). Orang tua mengimplementasikan metode DIR/floortime sekitar 15-25 jam per minggu dengan durasi 20-30 menit per sesinya (Boshoff et al., 2020). Pendekatan pragmatis dalam metode ini memungkinkan orang tua untuk menciptakan permainan simbolik, sehingga anak mampu untuk menangkap makna dibalik kata-kata yang ia dengar (Papafragou, 2018; Wieder, 2017). Ada 6 Level Perkembangan Fungsional dalam penerapan DIR/Floortime: 

1. regulasi diri dan ketertarikan terhadap lingkungan sekitar

2. keterlibatan dan relasi

3. interaksi emosional yang bermakna

4. kemampuan memecahkan masalah sosial

5. ide-ide kreatif, 

6. berpikir secara logis (Pajareya & Nopmaneejumruslers, 2012). 

Pendekatan DIR/Floortime sesungguhnya memiliki pandangan yang serupa dengan terapi bermain SonRise dan terapi bermain Perkembangan dan Timbal-Balik, yaitu membangun kemampuan berelasi anak secara responsif dan menyenangkan dengan orang dewasa agar anak bisa membangun relasi dengan teman sebayanya (Tilmont Pittala et al., 2018). pendekatan ini dipilih agar anak dapat bermain sambil belajar mengenal kosa kata baru.

4. Media : Media visual adalah salah satu jenis media pembelajaran yang dapat digunakan media dalam proses belajar pada anak autis. Media visual ini dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan.Selain itu media visual dapat pula menumbuhkan minat anak dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata (Arsyad, 2010: 91). media visual yang dimaksud dapat berupa flashcard bergambar yang menarik untuk anak autis.

metode yang di pilih cocok dengan anak karena karakteristik anak yang suka duduk dibawah, sehingga belajar sambil bermain menggunakan metode floortime ini sangat cocok untuk anak autis tersebut. metode dan media yang digunakan di pilih melalui karakteristik pada anak. sehingga diperlukan asesmen terlebih dahulu sehingga kita dapat menyimpulkan teknik pembelajaran yang dapat dilaksanakan untuk anak, sehingga anak memahami dan belajar dengan senang.

DAFTAR ISI

Sirait, J. S., & Desiana, S. M. (2019). Animal-Assisted Therapy sebagai Pengobatan Pasien 

Autism Spectrum Disorder pada Anak. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 169-174.

DSM-V, https://docs.google.com/file/d/0B_lWpUWjM7shbmhNZkszX091bVE/edit?pli=1

PPT Komunikasi Anak Dengan ASD, Febrita Ardianingsih, https://drive.google.com/drive/folders/1xuh1dWgLe3h8PmbmucAV4l9q0BgE6dci?usp=sharing

Daulay, N. (2017). Struktur otak dan keberfungsiannya pada anak dengan gangguan spektrum autis: kajian neuropsikologi.

Milyawati, L., & Hastuti, D. (2009). Dukungan keluarga, pengetahuan, dan persepsi ibu serta hubungannya dengan strategi koping ibu pada anak dengan gangguan autism spectrum disorder (ASD). Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen, 2(2), 137-142.

Pradini, N. A. (2016). Metode Floor Time Terhadap Penambahan Kosakata Anak Autis di SLB. Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, 1-9.

Puspitaningtyas, A. R., & Pratiwi, V. (2019). Peningkatan Kemampuan Kosa Kata Pada Anak Autis Dengan Menggunakan Media Visual (Gambar). In Prosiding Conference on Imnovation and Application of Science and Technology (CIASTECH) 2019 (pp. 101-109).

Purnomo, S. (2023). Application of Developmental, Individual Differences, Relation-Based (DIR/Floortime) in Children with DevelopmentalDisorders of the Neurological System and Brain. Psikostudia: Jurnal Psikologi, 12(1), 18-26.

Sundawan, M. D. (2016). Perbedaan model pembelajaran konstruktivisme dan model pembelajaran langsung. LOGIKA Jurnal Ilmiah Lemlit Unswagati Cirebon, 16(1).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun