Mohon tunggu...
Ratih Prasedyawati
Ratih Prasedyawati Mohon Tunggu... Guru - Guru di sekolah swasta

saya Ratih Prasedyawati tinggal di kota Bekasi, hobi saya menulis, membaca dan beberes

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Happy Fasting Ramadhan, Jumat Berkah: H. Nur Alam M.A

8 Maret 2024   12:16 Diperbarui: 8 Maret 2024   12:34 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar foto pribadi

Puasa (shaum) Ramadhan menjadi ibadah yang paling istimewa dibanding ibadah shalat, zakat, haji dan lainnya. Keistimewaannya seperti terdapat dalam hadits qudsi, "Dia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku. Amalan puasanya untuk-Ku. Dan Aku sendiri yang akan memberi pahalanya" (HR. Bukhari).

Perkara shaum Ramadhan seperti tersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 183-186, akan dijelaskan sebagai berikut :

Pertama Allah hanya memanggil orang-orang yang beriman. Ini adalah panggilan istimewa (exclusive invitation), yang menunjukkan kecintaan yang memanggil (Allah), dan seharusnya yang dipanggil (orang-orang beriman) menyambutnya dengan suka cita.

Mengapa panggilan istimewa ini hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman? Karena dengan berpuasa, manusia melakukan ibadah privat dengan Allah di mana tidak ada seorangpun yang mengetahui selain diri sendiri dan Allah. Orang-orang beriman  yang sedang berpuasa selalu merasa diawasi Allah.

Kedua, Allah menggunakan kata kerja pasif 'kutiba' (diwajibkan) sebanyak dua kali, bukan kata kerja aktif. Hal ini menyiratkan pesan yang penting bahwa perintah untuk berpuasa berasal dari otoritas zat yang paling tinggi, yaitu Allah. Dan ini bukan sekadar anjuran, ajakan atau seruan, tapi merupakan kewajiban yang telah ditetapkan Allah.

Ketiga, puasa tidak hanya diwajibkan bagi umat Islam saat ini saja, tapi juga telah diwajibkan bagi umat-umat sebelumnya. Puasa telah diwajibkan kepada umat Mesir Kuno, Hindu, Budha, Yahudi dan Nasrani. Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban puasa bukan perintah baru dan mempunyai tujuan yang mulia yang telah ditetapkan oleh Allah, yaitu untuk menyiapkan bekal taqwa. Sebuah bekal yang terbaik dibanding bekal-bekal lainnya.  

Keempat, kewajiban berpuasa selama bulan Ramadhan (beberapa hari yang ditentukan) tidak pernah memberatkan pelakunya. Bagi orang yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa, tapi wajib baginya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan. Juga bagi orang yang lanjut usia boleh tidak berpuasa, tapi wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi ketika mereka tetap berpuasa itu yang terbaik, karena mereka tahu banyak kebaikan di dalamnya.

Kelima, Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil), diturunkan di bulan Ramadhan. Dengan diturunkan Al-Qur'an, ini menjadi hidayah Allah yang terbesar bagi manusia, khususnya orang-orang beriman.

Keenam, setelah kita menyempurnakan jumlah hari-hari berpuasa (29 atau 30 hari), di penghujung bulan Ramadhan kita besarkan nama Allah dengan mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat Allah yang banyak.

Ketujuh, hari-hari dan malam-malam Ramadhan menjadi waktu dan tempat yang sangat mustajabah untuk kita berdo'a. Dan Allah menyatakan diri-Nya sangat dekat dengan hamba-hamba-Nya yang berpuasa dan akan mengabulkan semua do'a-do'anya.

Selanjutnya, minimal ada 3 bekal untuk mewujudkan perkara puasa di atas, yaitu :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun