Mohon tunggu...
Rasyiq Arif Buamona
Rasyiq Arif Buamona Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mantan mahasiswa

Mencoba produktif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Agresivitas Tiongkok di Kawasan Laut China Selatan, UNCLOS, dan Dampaknya terhadap Kedaulatan Indonesia

31 Mei 2024   21:53 Diperbarui: 31 Mei 2024   22:02 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak Klaim Tiongkok Terhadap Indonesia

Meskipun Indonesia tidak termasuk negara claimant dalam konflik yang terjadi, namun berdasarkan peta yang dirilis oleh Tiongkok, klaim ilegal 9DL juga tumpang tindih dengan ZEE Indonesia (ZEEI) yang terletak di arah timur-laut Pulau Natuna. Pertemuan pertama antara kapal angkatan laut Indonesia dan kapal ikan Tiongkok di Laut Natuna terjadi pada tahun 2016. Di tahun yang sama, sebuah kapal penjaga pantai milik Tiongkok menghadang kapal Indonesia sedang menggiring kapal ikan ilegal asal Tiongkok. Dilansir dari CNA, beberapa nelayan lokal yang menyatakan bahwa kehadiran kapal ikan Tiongkok menyebabkan turunnya hasil tangkap mereka. Selain itu, penggunaan pukat harimau oleh nelayan asing juga memberikan dampak yang destruktif bagi ekosistem Laut Natuna. Guna merespons hal tersebut, Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) hingga Kapal Angkatan Laut Republik Indonesia meningkatkan patroli laut dan udara.

Sejak insiden tersebut, pada tahun 2017, Presiden Jokowi melakukan kunjungan sebanyak dua kali ke basis militer di Ranai, Natuna Besar, untuk mempertegas kedaulatan kedaulatan dan hak Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia juga mengganti penyebutan kawasan ZEE-nya sebagai Laut Natuna Utara.

Tidak hanya ikan, Tiongkok juga menaruh perhatian terhadap ladang minyak dan gas alam di kawasan ZEEI yang dikenal dengan sebutan Blok Tuna. Menurut data dari SKK Migas, potensi produksi gas dari Blok Tuna diperkirakan antara 100 hingga 150 juta standar kaki kubik per hari.

Pada tahun 2021, Tiongkok meminta Indonesia untuk berhenti melakukan pengeboran minyak dan gas alam serta mengirimkan kapal survei untuk bermanuver di sekitar Blok Tuna. Namun, Indonesia tetap melanjutkan pengeboran tersebut.

Pada akhir tahun 2022, pemerintah Indonesia mengesahkan rencana anggaran pengembangan blok Tuna senilai 3 miliar USD. Meskipun demikian, Tiongkok masih setia menampakkan diri di kawasan Laut Natuna Utara. Menurut penuturan Kepala Pos Penjaga Pantai Natuna, Tiongkok menyebarkan beberapa kapal penjaga pantai mereka sebanyak enam kali antara bulan Januari hingga Juni 2023.

Solusi

Kehadiran kapal-kapal Tiongkok di kawasan ZEEI dapat mengancam aksesibilitas pemerintah dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi terhadap SDA yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, diperlukan beberapa solusi yang dapat ditempuh dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang ada.

Pertama, melalui jalur diplomasi. Dalam hubungan internasional, ketika kepentingan nasional kita berseberangan dengan negara lain, kita harus mengedepankan cara non-koersif dalam mencapai kesepakatan. Dalam kasus ancaman kedaulatan di LCS, Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri serta lembaga negara terkait dapat melakukan proses diplomasi secara bilateral dengan pemerintah Tiongkok, ataupun multilateral melalui organisasi regional seperti ASEAN. Dengan begitu, Indonesia dapat terlibat aktif dalam mendorong lahirnya Code of Conduct (CoC) guna mengatur tata perilaku negara di LCS. Terlebih lagi, berdasarkan pernyataan Menko Polhukam, Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto, dalam webinar yang diselenggarakan oleh ISDS bahwa Indonesia, selaku Ketua ASEAN tahun 2023, telah berhasil mendorong lahirnya kesepakatan percepatan perundingan CoC, yang ditargetkan dapat difinalisasi pada tahun 2025. Harapannya, CoC dapat menjadi dokumen yang efektif untuk menghindari eskalasi dan meningkatkan rasa saling percaya di antara negara-negara yang berkepentingan.di LCS.

Kedua, memperkuat pengembangan konsep Sistem Pertahanan Kemanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang terdapat di dalam Bab XII Undang-Undang Dasar 1945 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Berdasarkan Keputusan Kementerian Pertahanan tahun 2020, konsep Sishankamrata berfokus pada kekuatan tentara/prajurit sebagai inti pertahanan, dan mendorong pemberdayaan masyarakat sipil sebagai komponen cadangan. Untuk itu, Universitas Pertahanan membuka program sarjana dengan empat fakultas baru, yaitu Fakultas Kedokteran Militer, Fakultas Farmasi Militer, Fakultas MIPA, dan Fakultas Teknik Militer. Dengan demikian, Indonesia bisa memiliki tenaga ahli di bidang pertahanan tidak hanya dari TNI, tapi juga dari non-militer.

Ketiga, memperbesar anggaran pertahanan negara. Meskipun perang merupakan opsi terakhir, namun kita perlu bersiap untuk hal tersebut. Masalahnya, saat ini, anggaran pertahanan kita hanya berkisar 0,7-0,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar 135,45 trliliun rupiah pada tahun 2024. Jumlah ini terbilang kecil bila dibandingkan dengan anggaran pertahanan pada masa pemerintahan presiden Soekarno dan presiden Soeharto yang mencapai 5 dan 3 persen dari PDB. Anggaran pertahanan Indonesia juga lebih kecil bila dibandingkan dengan negara lainnya di kawasan seperti Singapura, Vietnam, dan Australia. Dengan adanya peningkatan anggaran pertahanan, Indonesia diharapkan dapat mencapai 100 persen pemenuhan Minimum Essential Force (MEF) pada tahap empat yang berlangsung tahun 2024-2029. MEF sendiri adalah program pengembangan dan modernisasi kapasitas pertahanan demi terlaksananya pertahanan ideal suatu negara. Apabila kita melihat status quo, kekuatan militer serta alutsista yang kita miliki sangatlah timpang bila dibandingkan dengan Tiongkok. Oleh sebab itu, peningkatan anggaran pertahanan sangatlah krusial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun