Adalah Prof Dr Imam Suprayoga, rektor UIN Malang periode 1997-2013 yang mengenalkan pertama kali istilah pemimpin berselera tinggi dalam tulisannya yang berjudul 'Dicari, Pemimpin Berselera Tinggi!' dalam buku Masyarakat Tanpa Rangking.
Menurut Prof Imam, bagi seorang pemimpin, bekal ilmu pengetahuan yang biasa dibuktikan dengan ijazah adalah perlu tapi tidak cukup. Kepemimpinan adalah tentang orientasi. Ada pemimpin yang hanya berorientasi pada aspek fisik. Artinya mereka menginginkan atau menilai sesuatu hanya menggunakan ukuran-ukuran kebendaan, materi dan uang. Inilah pemimpin berselera rendah.
Tipe pemimpin berselera rendah rawan akan godaan yang bersifat fisik/materialistik. Bukankah sudah sering kita baca, dengar dan saksikan ada pemimpin yang ditahan karena menerima suap jual beli jabatan, jual beli proyek APBD? Inilah akibat jika orientasi yang dimiliki pemimpin hanya aspek fisik.
Lalu apakah tipe pemimpin berselera tinggi?
Mereka adalah orang yang sudah melewati fase fisik/materi. Orientasi kepemimpinan mereka adalah sesuatu yang lebih tinggi dan mulia. Misalnya keadilan, kejujuran, kepedulian, kreatif dan berani. Prof Imam menyebutnya kearifan. Itulah yang saya sebut dalam tulisan sebelumnya sebagai nilai-nilai.
Nilai-nilai/sifat-sifat mulia atau biasa dinamakan suara hati/nurani merupakan inti atau jatidiri manusia yang mengendalikan dan mendorong tindakan, ucapan dan keputusan. Sebelum sebuah perbuatan dilakukan, suara hati memberikan panduan. Suara hati berkata: Jujurlah dalam laporan, atau beranilah ambil keputusan. Kita tidak cukup hanya mendengarkan suara hati. Kita harus bertindak sesuai suara hati.
Menurut ulama, sifat-sifat mulia itu bersumber dari Allah Swt. Sifat-sifat seperti jujur, adil, peduli, kreatif dan berani 'dihembuskan' Allah ke dalam diri manusia. Dalam QS As Sajdah: "Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur."
Suatu sore sambil menikmati kopi hitam dari Pasar Rubuh, Â saya bertanya ke WH.
RT: "Jika semua orang 'dihembuskan-Nya' sifat-sifat yang sama, lalu kenapa ada yang bertindak  bertentangan dengan suara hati?"
WH: "Vested interest. Adanya vested interest seseorang atau kelompok yang hanya berorientasi pada keuntungan harta dan kekuasaan. Orang seperti itu merasa harga dirinya ditentukan oleh sesuatu yang bersifat atribut. Pakaian keren, kendaraan terbaru, tinggal di perumahan mewah. Mereka lupa bahwa harga diri seseorang diukur dari komitmen memegang teguh sesuatu yang esensial: nilai-nilai."