Mohon tunggu...
Rasyid Ridha Saragih
Rasyid Ridha Saragih Mohon Tunggu... -

Hi.. My Name's Muhammad Rasyid Ridha Saragih. I'm 17 years old. I Live In Tasikmalaya City. I'm a santri in Ma'had Amanah Al-Islami Muhammadiyah. The member of Angkatan Muda Muhammadiyah. A progressive moeslem.

Selanjutnya

Tutup

Politik

66 Tahun Kemerdekaan Indonesia, untuk Kita atau untuk Orang Lain?

5 Januari 2012   04:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:19 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Rasyid Ridha Saragih*

Kita sadari atau tidak, sebenarnya kita mengalami kembali penjajahan cara baru, walaupun tidak secara fisik atau langsung, efek dari penjajahan ini nyatanya sangat berdampak luas bagi saudara-saudara kita sebangsa. Wilayah bersumber daya alam yang kaya seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dll. Nyatanya tidak ada pembangunan secara signifikan. Biasanya kan kalau suatu daerah kaya, maka pemilik daerah itu pun akan kaya. Tetapi fakta di Indonesia bagaimana? Menurut saya anda juga akan faham sendiri. Utang luar negeri Indonesia pun dari tahun ke tahun semakin bertambah, dan itu pun edan banget nambahnya, tidak sedikit.Hanya lima tahun memerintah, berdasarkan catatan Buku Statistik Utang Indonesia yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), SBY berhasil menambah utang luar negeri Indonesia Rp300 triliun. Hingga bulan April 2010, total utang luar negeri Indonesia sudah menghampiri Rp2000 trilyun, atau setara dengan dua kali APBN kita.

Terakhir, bulan desember ini, SBY kembali menambah utang melalui ADB sebesar 200 juta US Dollar, dan katanya, ini akan dipergunakan untuk mendanai reformasi ekonomi di Indonesia.

Meski terjadi peningkatan utang yang sangat signifikan, tetapi pemerintah berusaha mengelak dengan menyatakan bahwa rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) telah menurun, yaitu dari 89 persen menjadi 32 persen.

Ada dua hal yang perlu dibantah terkait pernyataan pemerintah di atas: Pertama, Utang luar negeri tidak bisa dibandingkan dengan PDB. Sebab, PDB tidak mencerminkan produksi Indonesia, tetapi juga ada porsi asing yang besar di dalamnya. Peningkatan PDB bukan karena naiknya produktifitas nasional, melainkan karena aktivitas perusahaan atau bisnis pihak asing. Kedua, meskipun rasio utang terhadap PDB menurun, namun stock utang justru terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Ada peningkatan stock utang sekitar 30% dalam lima tahun ini.

Intervensi Asing Dalam Pembuatan 76 Undang-Undang

Di bulan Agustus 2010, anggota DPR RI dari fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari mengungkap keterlibatan lembaga-lembaga asing dalam pembuatan 76 Undang-Undang yang sebagian besar telah diberlakukan. Tiga lembaga internasional yang berbasis di Amerika Serikat, yaitu IMF (International Monetary Funds), Bank Dunia, danUnited States Agency for International Development(USAID), telah menjadi konsultan pemerintah selama kurang lebih 12 tahun untuk pekerjaan ini.

Posisi lembaga-lembaga tersebut sebagai ‘konsultan’, diperoleh melalui ‘bantuan’ utang untuk berbagai program pemerintah di bidang-bidang strategis, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, minyak dan gas, serta pengelolaan kekayaan alam lainnya. Hasil dari ‘konsultasi’ tersebut telah mengarahkan pemerintah untuk mengajukan sejumlah Undang-Undang baru, atau mengubah Undang-Undang (UU) yang ada, seperti UU Pendidikan Nasional (Nomor 20 Tahun 2003), Undang-Undang Kesehatan (Nomor 23 Tahun 1992), UU Kelistrikan (Nomor 20 Tahun 2002), dan Undang-Undang Sumber Daya Air (No 7 Tahun 2004), UU BUMN (Nomor 19 Tahun 2003), UU Penanaman Modal Asing (Nomor 25 Tahun 2007, UU Migas (Nomor 22 Tahun 2001), UU Pemilu (Nomor 10 Tahun 2008). Sebagai catatan, keseluruhan UU tersebut kental dengan muatan liberalisasi, atau menaklukkan kepentingan nasional di bawah kehendak modal asing.

Jauh sebelum diungkapkan oleh Eva, dalam tiap-tiap pembahasan UU tersebut telah ada kelompok atau individu yang memperingatkan masalah intervensi tersebut. Misalnya, dalam penyusunan UU Migas, pakar minyak Kurtubi telah memastikan adanya campur tangan kepentingan asing, yang kemudian dikonfirmasi oleh (mantan) anggota DPR RI Drajat Wibowo. USAID mengeluarkan anggaran sebesar 21,2 juta US dolar atau sekitar 200 miliar rupiah untuk asistensi pembahasan UU tersebut. Namun pengungkapan-pengungkapan ini masih terpisah-pisah antara satu UU dengan UU yang lain, sehingga tidak tampak satu rangkaian kepentingan modal asing dalam keseluruhan kepentingannya.

Tebang Pilih Pemberantasan Korupsi

Di samping isu terorisme yang ‘meredup’, isu korupsi merupakan trade-mark (merek dagang) andalan bagi pemerintahan SBY-Boediono. Namun barang dagangan ini hanya tampak baik pada kemasan, karena isinya sama sekali buruk. Komitmen pemberantasan korupsi yang dicanangkan sebenarnya sudah sulit dipercaya khalayak sejak terjadi kriminalisasi terhadap pejabat KPK, pertama terhadap mantan ketua KPK, Antasari Azhar, dan kemudian percobaan yang sama terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Upaya kriminalisasi ini, menurut pengamatan banyak kalangan, merupakan tindakan ‘pencegahan’ agar kasus-kasus yang melibatkan kepala negara tidak diusut lebih lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun