Mohon tunggu...
Rasyid Musdin
Rasyid Musdin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa (2015)

Apa saja saya tulis, asalkan bisa di tulis. Musik Klasik kesukaanku, bermimpi dan mendaki adalah jiwaku, buku adalah kekasihku, dan membaca buku adalah kewajibanku. Dengan menulis, dunia mengenalku. Dunia mengenalku, maka aku adalah pelaku sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Habituasi Pelonggaran Penggunaan Masker di Tengah-tengah Habitus Masyakarat (Menggunakan Masker)

19 Mei 2022   01:27 Diperbarui: 19 Mei 2022   01:33 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://www.kompas.com/

Sejak munculnya kasus Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020  melalui pengumuman yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, serontak publik terkejut dan respon panik masyarakat mengalami peningkatan. 

Hal tersebut bukan tanpa alasan, banyaknya angka kematian akibat Covid-19 diseluruh dunia dan pemberitaan media memberikan efek domino berupa ketakutan masyarakat terhadap bahaya Covid-19 yang semakin meningkat. 

Alhasil, kelangkaan jahe sebagai minuman penangkal Covid-19, hand sanitizer yang mengalami peningkatan hingga berujung pada kelangkaan, dan tentunya luasnya pembelian terhadap masker mengakibatkan  penimbunan oleh oknum-oknum tertentu. 

Dampak tersebut diikuti pula dengan ditetapkannya Covid-19 sebagai Bencana Nasional oleh Presiden pada bulan April 2020. Keresahan pun timbul di masyarakat. 

Kebijakan-kebijakan baru dikeluarkan oleh pemerintah untuk menekan angka peningkatan dan penyebaran Covid-19, mulai dari PSBB, PSBB Transisi, PPKM Darurat dan PPKM Level Empat. Adapula kebijakan penting yang dikeluarkan pemerintah dan memberikan dampak besar yaitu penggunaan masker saat beraktivitas diluar ruangan.  

Awal mula masker hanya digunakan untuk menutupi jerawat, menutupi wajah agar tidak dikenali orang yang dikenal, dll. Akan tetapi dengan kebijakan baru yang mewajibkan masyarakat menggunakan masker saat beraktivitas, menjadi kebiasaan baru yang harus dipatuhi masyarakat. Perlahan tapi pasti, kebiasaan ini menjadi habitus yang mendarah daging dalam masyarakat. 

Habitus merupakan "kognitif atau struktur mental", yang digunakan individu dalam menghadapi kehidupan permasalahan sosial.

 Pierre Bourdieu melalui gagasannya menyebutkan bahwa secara dialektik, habitus lahir dari internalisasi struktur dalam dunia sosial yang kemudian diinternalisasi dan diwujudkan. Habitus dalam waktu tertentu merupakan hasil dari adanya kehidupan kolektif yang terjadi selama periode historis yang relatif panjang. 

Dari sini, lahirlah perilaku individu yang menyesuaikan dengan pola-pola dari struktur tersebut. Habitus dapat bertahan lama dan dapat pula berubah atau dialihkan dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain. 

Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Dalam struktur sosial, habitus merupakan struktur sosial itu sendiri yang kemudian mengkonstruk kehidupan sosial, serta ia merupakan struktur yang terstruktur. (George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 482-483).

Kebiasaan wajib menggunakan masker dalam beraktivitas di masyarakat selama kurun waktu dua tahun ini sudah mejadi habit tersendiri. 

Melalui kebijakan Pemerintah (hukum yang berfungsi sebagai social engineering/ perekayasa sosial), kewajiban menggunakan masker menjadi struktur yang terstruktur dalam masyarakat. 

Kemudian kebijakan tersebut mengkonstruk struktur masyarakat hingga menjadi kebiasaan yang berlangsung terus menurus dalam kurun waktu tertentu. 

Alhasil, setiap kali keluar rumah, melakukan pertuman, serta aktivitas lainnya, masyarakat dengan respon spontan menggunakan masker dengan sendirinya. 

Bahkan saat tidak menggunakan masker ketika keluar rumah, perilaku tersebut dianggap tabu dan mendapat lirikan dari orang lain atau masyarakat lainnya. Sehingga masker menjadi budaya tersendiri di era pandemi Covid-19.

Adanya kebiasaan-kebiasaan diatas yang sudah membudaya, kemudian diikuti dengan penurunan angka Covid-19, pada 17 Maret 2022 pemerintah mengeluarkan kebijakan atas pelonggaran penggunaan masker di area terbuka. 

Dari sini, spekulasi dan pertanyaan bermunculan di tengah-tengah masyarakat. "Apakah masyarakat dapat menyesuaikan dengan kebijakan baru ini.?" "Apakah kebijakan ini dapat diterima dengan cepat.?" Bahkan ada pula ungkapan seperti "masker sudah menjadi penolong untuk menambah ketampanan, kecantikan, rasa percaya diri,  dll".

Berdasarkan kondisi saat ini dan mengutip gagasan Bourdieu diatas, "Habituasi" penggunaan masker dari masa pandemi menuju "new normal" pelonggaran penggunaan masker, bahkan hingga berakhirnya pandemi (ketiadaan penggunaan masker) merupakan pola struktur yang justru dapat berlangsung dengan sangat cepat/singkat. 

Hal ini berkaitan dengan pola masyarakat sebelum kebijakan ini dikeluarkan yakni tidak sedikit pula masyarakat yang tidak menggunakan masker saat keluar rumah/bepergian. 

Alhasil, habitus yang mendarah daging hanya bisa bertahan kecuali terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Sehingga masa dua tahun penggunaan masker yang melahirkan kebiasaan, dapat berubah menjadi kondisi semula sebelum adanya pandemi Covid-19. Dari sini, kelahiran tatanan baru dapat terjadi dengan cepat, dan kehidapan masyarakat akan stabil pula. 

Malang, 19 Maret 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun