Mohon tunggu...
Rasyid Musdin
Rasyid Musdin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa (2015)

Apa saja saya tulis, asalkan bisa di tulis. Musik Klasik kesukaanku, bermimpi dan mendaki adalah jiwaku, buku adalah kekasihku, dan membaca buku adalah kewajibanku. Dengan menulis, dunia mengenalku. Dunia mengenalku, maka aku adalah pelaku sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Idul Adha, Cobaan dan Rejeki Mahasiswa Rantau

2 September 2017   14:37 Diperbarui: 3 September 2017   00:12 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: twitter.com/m_rantau

Menjadi mahasiswa rantau memang tidak mengasyikan. Apalagi saat akhir bulan dan perayaan lebaran, contonya saat perayaan Idul Adha saat ini. Bagaimana tidak, saat-saat seperti ini seharusnya berkumpul bersama keluarga merayakan perayaan Idul kurban, justru terhalang. Yah, bisa saja karena persoalan tidak punya ongkos pulang atau waktu liburan Idul Adha yang begitu singkat. Saya sering ditanya oleh teman-teman di kampus, "lebaran ini nggak pulang.?". Pertanyaan ini susah dijawab bagi saya ketimbang soal ujian akhir semester. Kembali pada persoalan utama, menjadi mahasiswa rantau lagi-lagi tidak mengasyikan. Ada cobaan yang harus dihadapi dan dilalui.

Cobaan pertama, sabar menghadapi lebay-nya teman sekelas. Ini persoalan paling berat, pasalnya saat lebaran Idul Adha yang singkat ini mahasiswa rantau harus sabar dalam membaca pesan di Whatsapp. Bayangkan saja saat sendiriran dikamar, kita mendapatkan kiriman foto-foto dan kata selamat lebaran yang begitu lebay dari teman yang berkumpul bersama keluarga. Biasanya mereka mengirim foto sembari berkata "lagi merayakan Idul Adha bersama keluarga. Slamat bagi yang merayakannya dengan keluarga tercinta, dan bagi yang di kosan atau kontrakan mohon bersabar. Ini ujian". Biasanya kalau saya mendapatkan pesan seperti ini, maka akan saya jawab "jangan lupa dagingnya, ini lagi kekurangan amunisi daging, hahahaha". Kalau di ibaratkan, ini hampir sama saat kita mengupas bawang lalu perih dimata dan mengeluarkan air mata. Yah istilahnya beda-beda tipis sama yang lagi sedih, tapi pake bantuan bawang.

Cobaan kedua, cobaan yang selanjutnya adalah hari lebaran idul adha=hari libur biasa. Ini cobaan paling sering terjadi dan fakta,  penulis membuktikannya sendiri. Bagaimana tidak, karena lebaran sendirian maka mahasiswa rantau lebih sering menghabiskan waktu untuk tidur ketimbang jalan. Mahasiswa rantau pada umumnya ketika libur kuliah tiba seperti hari sabtu dan minggu atau dosen yang berhalangan masuk, maka mereka akan hibernasi atau tidur panjang Cobaan ketiga, berpura-pura sakit. Ini biasanya terjadi pada mahasiswa rantau yang malas sholat Idul Adha. Berhubung lebaran Idul Adha=hari libur biasa maka sholat idhul adha juga terasa seperti sholat dhuha (hahahahaha).

Cobaan keempat, tatapan sinis masyarakat. Cobaan ini biasanya penuh dengan dramatisasi dan penuh tanda tanya. Hal ini bakalan terjadi pada hari perayaan Idul Adha juga, tetapi yang menjadi dramatisasi disini adalah terletak pada masyarakat sekitar. Contohnya seperti ini: saat mahasiswa rantau keluar membeli obat karena berpura-pura sakit, maka masyarakat akan berkata dalam hati "dari aura wajahnya, kayaknya mahasiswa ini baru bangun tidur. Ketahuan kalau dia mahasiswa rantau". Hahahahaha.

Walaupun begitu, menjadi mahasiswa rantau juga memiliki sisi enaknya. Mahasiswa rantau pada perayaan lebaran seperti ini memiliki berkah dan rejeki tersendiri. Rejeki pertama, mahasiswa rantau biasanya akan mendapatkan daging kurban sama halnya para warga sekitar. Kalau dipikir-pikir, yah rejeki mahasiswa rantau (bukan rejeki anak sholeh. Maklum saja kan tidak sholat ID. Biasa lagi sakit, hahahaha) Ini akan menjadi berkah tersendiri bagi mahasiswa rantau. Rejeki kedua, dapat jatah daging tambahan dari pacar. Biasanya ini terjadi pada mahasiswa rantau yang memiliki pacar. Istilah kerennya "survival of the love".  Makanya bagi mahasiswa rantau, perayaan seperti ini seharusnya menjadi moment ajang pencarian pacar, hahahahaha.

Rejeki ketiga, dapat jatah tambahan daging dari tetangga. Biasanya ini terjadi bagi mahasiswa rantau yang akrab dengan tetangga. Sebagai jatahnya akan diberikan jatah daging yang sudah masak, mungkin saja karena membantu para tetangga atau sekedar bercengkrama. Maklumlah kata pepatah anak rantau zaman sekarang "tetanggaku idolaku".  

Walapun begitu, menjadi mahasiswa rantau memang tidak mudah. Makanya saran penulis, bagi mahasiswa rantau tolong bersabar ini ujian. Bagi mahasiswa yang bukan rantau, mohon bersyukurlah. Karena masih banyak mahasiswa rantau yang ingin menikmati waktu bersama keluarga tetapi tidak tersampaikan. Keluarga adalah utama dan pertama yang harus diprioritaskan, tetapi kalau dirantauan kayak gini yahhhhhhhhhhh.................(mikir sendiri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun