Indonesia kerap dilambangkan sebagai "gemah ripah loh jinawi," sebuah ungkapan optimisme akan kemakmuran rakyatnya. Dengan sejarah yang berakar dari kerajaan-kerajaan, berbagai aspek kehidupan modern, termasuk sistem perpajakan, tak lepas dari pengaruh masa lalu. Pajak, baik di masa kerajaan maupun zaman sekarang, memegang peran penting dalam mendukung pembangunan dan stabilitas ekonomi.
Salah satu kerajaan yang memberikan pengaruh besar terhadap kebijakan perpajakan modern adalah Kerajaan Mataram Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, pajak dijadikan alat fiskal untuk mendanai pembangunan infrastruktur kerajaan. Berdasarkan Pranata (1977), beberapa jenis pajak yang diterapkan pada masa itu meliputi:
- Pajak Penduduk: Dibebankan pada penduduk yang tinggal di wilayah kerajaan.
- Pajak Tanah: Hasil bumi dari tanah milik kerajaan yang digunakan oleh penduduk.
- Pajak Upeti: Mirip dengan pajak tanah, tetapi ditujukan kepada para bupati.
- Pajak Bea Cukai Barang dan Jasa: Dikenakan pada aktivitas perdagangan di wilayah domestik maupun internasional.
Meski sederhana, sistem perpajakan era Mataram memiliki tujuan yang serupa dengan masa kini: mendukung kesejahteraan dan pembangunan. Namun, sistem pajak modern lebih kompleks dan terstruktur. Pajak kini dibagi menjadi:
- Pajak Pusat, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
- Pajak Daerah, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Pajak Rokok.
Transformasi Pajak: Masa Lalu vs Masa Kini
Meskipun memiliki landasan yang sama, sistem perpajakan di era Mataram Islam dan saat ini menunjukkan perbedaan mendasar:
- Objek Pajak:
Pajak masa Mataram lebih terfokus pada hasil bumi dan tanah, sedangkan pajak modern mencakup penghasilan, transaksi, hingga aset kekayaan. - Proses Pemungutan:
Pada masa Mataram, pajak dipungut langsung oleh pejabat kerajaan, seperti wedana, sedangkan saat ini dilakukan oleh lembaga resmi seperti Direktorat Jenderal Pajak dan pemerintah daerah. - Sanksi Pajak:
Di era Mataram, wajib pajak yang tidak mampu membayar dikenai sanksi berupa kerja paksa. Sebaliknya, sistem pajak modern memberikan denda, bunga, atau bahkan ancaman hukum. - Landasan Hukum:
Sistem pajak modern dijalankan berdasarkan undang-undang yang memastikan transparansi, sementara pada masa Mataram, pemungutan pajak cenderung bergantung pada kepentingan politik dan loyalitas kepada raja.
Pelajaran dari Sejarah
Sistem perpajakan di era Mataram Islam menjadi fondasi bagi penerapan pajak di Indonesia masa kini. Walaupun sederhana, sistem ini membuktikan bahwa pajak adalah instrumen vital untuk mendukung pembangunan. Kini, Indonesia terus mengembangkan sistem perpajakan yang relevan dengan kondisi modern, memanfaatkan teknologi, serta memperkuat landasan hukum untuk memastikan keadilan bagi semua.
Pajak tidak lagi sekadar alat politik, melainkan sarana untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Baik pada masa Mataram Islam maupun era modern, pajak tetap menjadi kunci dalam membangun bangsa yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H