Mohon tunggu...
RM. Rasyid Febriansya
RM. Rasyid Febriansya Mohon Tunggu... -

Graduated Bachelor of International Affairs with Honours from Universiti Utara Malaysia, passionate with Politics, International Relations and Diplomacy.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Morrison Berwacana, Joko Widodo Meradang

18 Oktober 2018   18:30 Diperbarui: 18 Oktober 2018   18:39 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdana Menteri ke-30 Australia Scott Morrison berencana memindahkan Kedutaan Besar Australia di Israel, yang semula bertempat di Tel Aviv ke Yerusalem. Pemindahan tersebut mengindikasi sikap Pemerintah Australia yang berencana mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Sebagaimana diketahui, Yerusalem merupakan ibukota untuk pemeluk agama Abrahamic saat ini tengah dalam konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel.

Wacana pemindahan Kedutaan Besar Australia di Israel tersebut pertama kali diumumkan secara tidak terduga pada 16 Oktober lalu oleh Scott Morrison, mengingat sikap Australia yang abstain di sidang darurat Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai manuver Amerika Serikat tentang pemindahan ibukota Israel ke Yerusalem tahun 2017 lalu. Melalui perwakilan diplomatiknya di PBB, Australia tidak mendukung sikap Amerika Serikat tetapi juga tidak menentang. Morrison menganggap bahwa pertimbangan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel merupakan langkah yang 'persuasif' dan 'masuk akal' untuk mencari jalan tengah mengenai konflik Palestina dan Israel yang tidak kunjung redam.

Dalam pernyataannya, Pemerintah Australia juga berencana akan memberikan suara menentang terhadap resolusi PBB mengenai pengakuan Palestina sebagai pemimpin grup 77 negara berkembang.

Sontak sikap pemerintah Australia yang diumumkan oleh Morrison berasaskan 'berpikiran terbuka' untuk memindahkan kedutaan besarnya itupun menuai reaksi dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Indonesia yang dari awal pemerintahan Soekarno menolak keras adanya hubungan dengan Israel merasa dibukanya kemungkinan perpindahan kedutaan besar tersebut akan berimplikasi terhadap proses perdamaian Palestina dan Israel.

Indonesia mengecam tindakan Australia

Perdana Menteri Australia Scott Morrison yang baru dilantik 24 Agustus 2018 lalu dalam seminggu pertama kepemimpinannya mengadakan kunjungan bilateral ke Indonesia dengan menemui Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Keduanya bertemu untuk menguatkan kembali hubungan Australia dan Indonesia juga untuk menyepakati  Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), Comprehensive Strategic Partnership dan the Comprehensive Strategic Partnership antara Australia dan Indonesia.

Sayangnya setelah rencana Morrison mengenai perpindahan Kedutaan Besar mencuat, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan sikap mengecam terhadap Pemerintah Australia. Menurut Retno, "Dukungan Indonesia kepada Palestina adalah amanah konstitusi", Indonesia juga meminta Australia dan negara lain untuk terus mendukung proses perdamaian Palestina-Israel sesuai dengan kesepakatan yang sudah disepakati dan tidak ambil langkah yang dapat mengancam proses perdamaian dan stabilitas keamanan dunia. Disinyalir sikap Indonesia tersebut akan menghambat jalannya kerjasama IA-CEPA, karena menurut media Australia ABC, Indonesia berencana untuk menangguhkan kerjasama perdagangan tersebut.

Indonesia sebagai negara tetangga terdekat dan juga 13th largest trading partner Australia menyampaikan kekhawatiran mengenai rencana Morrison tersebut. Presiden Joko Widodo menyampaikan protes langsung terhadap Scott Morrison melalui sambungan telepon. Walaupun Kementerian Luar Negeri menolak untuk memberi tanggapan mengenai penangguhan kesepakatan IA-CEPA, diperkirakan hubungan hangat Australia dan Indonesia yang resmi dijalin pada  17 Maret 1950 itupun akan terganggu.

Kecaman dan kekhawatiran Indonesia menjadi ancaman serius bagi Australia. Bagaimana tidak, Indonesia termasuk ke dalam potensi perdagangan terbesar Australia. Menteri Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Australia, Steven Ciobo MP menekankan bahwa perjanjian perdagangan IA-CEPA akan membawa ekonomi Australia dan Indonesia semakin dekat dan memungkinkan bisnis Australia dan Indonesia mengambil keuntungan dari posisi saling melengkapi juga menciptakan peluang ekspor baru untuk bisnis Australia. Dengan populasi Indonesia lebih dari 255 juta - termasuk kelas menengah lebih dari 45 juta diramalkan akan tumbuh menjadi 135 juta pada 2020 - IA-CEPA akan membuka pintu untuk memasok kebutuhan konsumen Indonesia yang terus meningkat dengan barang dan jasa dari Australia.

Desas-desus penangguhan IA-CEPA oleh pemerintah Indonesia menjadi dilema tersendiri bagi Scott Morrison. Hubungan panas dingin Australia dan Indonesia yang belakangan ini berhasil diredam, berpotensi akan bergejolak apabila Australia memutuskan untuk memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem, kota suci yang tengah dalam rebutan.

Merespon sikap Indonesia terhadap rencana pemindahan Kedutaan Besar Australia dari Tel Aviv ke Yerusalem, Menteri Luar Negeri Palestina Riad Al Malki saat menemui Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyampaikan apresiasi Palestina terhadap Pemerintah Indonesia yang dengan gigih membela perdamaian Palestina-Israel, menurutnya "Komunikasi yang telah dilakukan Presiden (Joko Widodo) dan Menlu RI Retno dengan pejabat Australia sangat membantu untuk mengingatkan mereka (Australia) bahwa langkah ini tidak sejalan dengan hukum internasional."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun