Mohon tunggu...
Suroso
Suroso Mohon Tunggu... Mahasiswa - MKSB UNAIR

An unquenchable learner.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Profan dan Sakral: Berbagai Makanan yang Disajikan pada Pertunjukan Wayang Kulit di Jombang dan Malang

9 Juni 2024   19:37 Diperbarui: 9 Juni 2024   20:06 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekapur Sirih: Wayang Kulit

Wayang kulit adalah seni pertunjukan bayangan tradisional yang berasal dari Indonesia secara khusus di pulau Jawa. Berdasarkan bahan pembuatannya, wayang kulit adalah salah satu dari beberapa pertunjukan wayang yang ada di Indonesia. Beberapa pertunjukan wayang lainnya di antaranya adalah wayang golek (wayang tiga dimensi biasanya berbahan kayu), wayang beber (wayang dalam bentuk lembaran kain atau kertas yang berisi kisah-kisah), dan wayang wong (sekelompok orang yang memerankan karakter wayang dan berhias menyerupai karakter tersebut).

Wayang Kulit sebagai Seni Tradisional Jawa

Menurut Supendi (2007), wayang adalah istilah bahasa Kawi yang berarti bayangan. Sedangkan 'kulit' di sini merupakan kulit dari sapi dan kerbau. Hal yang membedakan wayang kulit dan wayang-wayang lainnnya ada dua. Pertama adalah bahan penyusunnya. Kedua, dalam pertunjukan wayang kulit, dalang hanya dapat mengontrol tangan bonekanya. Tidak seperti wayang orang yang tangan-kaki-kepalanya dapat digerakkan secara bebas. Tidak juga seperti wayang beber yang tidak bisa digerakkan sama sekali mengingat wayang ini berbentuk hamparan/bentangan.

Sebagai salah satu seni pertunjukan tradisional paling populer di Indonesia, wayang kulit memainkan peran penting dalam budaya Jawa (Thiruchelvam & Abdullah, 2019). Wayang kulit tidak hanya digunakan sebagai medium bercerita untuk mengisahkan mahabharata, ramayana, atau panji tetapi juga memiliki berbagai simbol penuh makna dan nilai luhur.

Makanan Profan dan Sakral pada Pertunjukan Wayang Kulit 

Terdapat tiga peran yang dapat diidentifikasi dalam makanan tradisional jawa yaitu makanan harian, makanan dalam upacara, dan makanan untuk sesaji (Haryono, 1997). Makanan harian adalah makanan sehari-hari yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat. Makanan dalam upacara adalah makanan yang disajikan secara khusus untuk menghormati peristiwa/hari tertentu. Makanan untuk sesaji adalah makanan yang sejak awal disajikan untuk makhluk tak terlihat dan/atau arwah leluhur terdahulu. Menurut HC, salah satu dalang di Jombang, kata "sesaji" atau "sesajen" berasal dari kata "saaji" yang bermakna menghormati atau meluhurkan.

Menurut AB, salah seorang dalang di Malang, terdapat dua klasifikasi utama makanan yang sesuai dalam pertunjukan wayang: makanan profan dan makanan sakral. Profan mengacu pada sesuatu yang biasa yang dapat dikonsumsi setiap hari dan bukan sesuatu yang tidak sesuai atau tidak menghormati agama atau Tuhan. Di sisi lain, sakral bermakna lebih tinggi dari pada sekadar makanan.

Jajajan dan makanan pokok adalah dua kategori yang termasuk dalam makanan profan. Dalam pertunjukan wayang kulit, jajanan berbeda tergantung pada daerah tempat makanan tersebut disajikan. Nogosari (kue basah tradisional yang terbuat dari tepung berasa yang dibungkus dengan daun pisang), dan koci-koci (kue kukus berbentuk persegi yang terbuat dari tepung ketan) merupakan jajanan khas yang disajikan di daerah pegunungan seperti Malang, Klaten, Nganjuk. Sedangkan, jajanan di daerah pesisir seperti Surabaya, contohnya adalah pisang goreng dan ote-ote (makanan tradisional yang terbuat dari tepung terigu dan udang). Biasanya, orang yang punya hajat menyediakan makanan utama, sementara keluarga dan tetangga pemilik hajat menyediakan jajanan.

Makanan sakral juga biasanya dikategorikan menjadi dua kelompok: makanan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi dan makanan yang dilarang untuk dikonsumsi. Makanan tertentu dilarang untuk dikonsumsi bukan karena makanan tersebut beracun atau basi, tetapi lebih karena adat istiadat yang berlaku di daerah tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun