Mohon tunggu...
Rasya Ihza Maulavi
Rasya Ihza Maulavi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Jakarta, tertarik dengan kajian internasional dan hal-hal otomotif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

ASEAN dan Tiongkok: Efektifitas Penyelesaian Konflik Laut China Selatan di Indonesia

27 Mei 2024   19:10 Diperbarui: 27 Mei 2024   19:42 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, sudah selesai proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia yang menjadi pesta demokrasi terbesar dalam periode lima tahun sekali. Jika mengingat Kembali pada Debat Calon Presiden ke-3 pada 9 Januari 2024, yang membahas mengenai Pertahanan, Hubungan Internasional, terdapat satu pertanyaan yang menyangkut isu keamanan regional Indonesia yang sudah berlarut, Laut China Selatan. Calon Presiden no. urut satu, Anies Baswedan menyampaikan bahwa kata kuncinya adalah ASEAN, sebagai forum Kerjasama regional Asia Tenggara. Namun, pernyataan skeptis dilontarkan oleh Calon Presiden No. Urut 3, Ganjar Pranowo mengenai efektivitas ASEAN dalam menangani isu Laut China Selatan, terbukti dengan aksi ASEAN yang dinilai kurang memuaskan dalam menjembatani penyelesaian konflik tersebut. Lalu, sebenarnya, seberapa efektif ASEAN dalam menangani isu konflik Laut China Selatan?

Perlu diketahui bersama bahwa Laut China Selatan merupakan wilayah perairan strategis dengan kekayaan alam melimpah dan menjadi kunci jalur perdagangan internasional. Berdasarkan data ANTI CSIS, terdapat 190 triliun kubik gas alam dan 11 miliar barrel minyak terkandung di Laut China Selatan, menjadikannya wilayah yang direbutkan oleh Tiongkok dan negara-negara ASEAN. Wilayah perairan Natuna juga menjadi klaim Tiongkok atas Laut China Selatan, yang diyakini, sebagai wilayah dari Tiongkok, dengan dalih historis, merupakan wilayah kekuasaan Dinasti Han, walaupun belum ada bukti konkrit. Klaim Tiongkok inilah yang menjadi ancaman kedaulatan di berbagai negara ASEAN, termasuk Indonesia.


 Apa yang diupayakan ASEAN dalam menyelesaikan Konflik tersebut?

Pada 2002, ASEAN telah berhasil menjembatani pembahasan isu Laut China Selatan antara negara-negara ASEAN dengan Tiongkok, melalui Declaration of the Conduct in South China Sea (DoC) yang ditandatangani oleh Tiongkok dan negara-negara ASEAN di Pnom Penh untuk menurunkan ketegangan antara negara-negara tersebut. Di dalam pasal 4 DoC tertulis:

” The parties concerned undertake to resolve their territorial and Jurisdictional dispute by peaceful means, without resorting to the thread or use of force, through friendly consultations and negotiations by sovereign states directly concerned, in accordance with universally recognized principles of international law, including the 1982 UN Convetion on the law of the Sea.”

Pasal ini mejadi dasar penyelesaian isu konflik Laut China Selatan, dengan menyelesaikan sengketa territorial dan yuridis melalui jalan perdamaian tanpa harus mengancam menggunakan kekuatan militer, konsultasi dan negosiasi oleh negara-negara yang bersengketa, dengan mengacu kepada hukum-hukum internasional yang berlaku, termasuk Konvensi PBB terkait Hukum Laut pada tahun 1982.

Beberapa Kerjasama terjalin pasca penandatanganan DoC antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN dalam isu Laut China Selatan, seperti pada pertemuan ASEAN-China Joint Working Group on the implementation of the declaration on the onduct of the Parties in the South China Sea 2006 di Sanya, Tiongkok. Kerjasama di bidang kemaritiman, seperti penjagaan ekosistem biota laut, oseanologi, Latihan penyelaman kelautan, dan beberapa poin lainnya menjadi hasil dari pertemuan tersebut.

Pada Maret 2018, ASEAN dan Tiongkok menandatangani Code of Conduct (CoC) dengan dilakukannya pembacaan pertama draft CoC. ASEAn melalui ASEAN Political-Security Cooperation (APSC) terus membangun komunikasi dan menjalin Kerjasama yang menjamin keamanan dan stabilitas di Kawasan ASEAN, dengan menjamin komunikasi yang baik dalam penyelesaian isu Laut China Selatan.

Pada 2023, ASEAN yang diketuai oleh Indonesia berhasil meluncurkan ASEAN Concorde IV, yang salah satu poinnya adalah berusaha menjaga dan mempromosikan perdamaian, keamanan, stabilitas di Kawasan Laut China Selatan, dan mengimplementasikan CoC secara efektif dan substantif, berdasarkan 1982 UNCLOS. Hal-hal ini menjadi bukti komitmen ASEAN dalam menyelesaikan isu konflik Laut China Selatan yang berkepanjangan, mengganggu stabilitas dan keamanan regional ASEAN.

 

Apakah Upaya ASEAN tersebut efektif?

Setelah pertemuan dan perjanjian yang ditandatangani antara Tiongkok dan ASEAN, banyak permasalahan yang muncul hingga saat ini. DoC yang disepakati pada 2002, dilanggar oleh Tiongkok dengan Upaya mereka menguasai Laut China Selatan melalui diplomasi dan militer. Hasil Arbitrase antara Tiongkok dan Filipina dalam isu Laut China Selatan tidak menghentikan aksi Tiongkok dalam berusaha menguasai Laut China Selatan. Tercatat, Tiongkok sudah berkali-kali mengklaim wilayah Natuna sebagai kekuasaannya, seperti sebagaimana yang dilansir dari Reuters, pada 2021, Tiongkok meminta Indonesia menghentikan aktivitas pengeboran minyak di Natuna, yang diklaim sebagai wilayah territorial mereka. Tiongkok sempat mengirim kapal militer mereka di Kawasan Natuna, dengan alasan patrol di wilayah kedaulatan mereka.

Permasalahan tersebut menjadi alasan utama mengapa pada saat debat Calon Presiden ke-3 pada 9 Januari 2024, Calon Presiden No. urut 3, Ganjar Pranowo menanggapi dengan skeptis terkait pemanfaatan ASEAN dalam menyelesaikan isu Laut China Selatan yang dialami oleh Indonesia. ASEAN tidak dapat menghadirkan mekanisme yang efektif dalam menyelesaikan isu Laut China Selatan hingga saat ini. Konsensus yang dianggap berbelit-belit menjadi alasan mengapa ASEAN belum dapat menyelesaikan isu ini secara efektif. Menanggapi hal tersebut, dilansir dari Kompas.com, Wakil Tetap Republik Indonesia untuk ASEAN, H.E M.I Derry Aman, menganggap saat ini ASEAN sudah on track dalam Upaya penyelesaian isu Laut China Selatan. Namun, tidak mudah melakukan negosiasi mengenai isu sensitive seperti isu Laut China Selatan, sehingga memakan proses yang lama. Derry Aman juga meminta Pemerintah Republik Indonesia untuk terus proaktif berpartisipasi dalam penyelesaian isu Laut China Selatan, termasuk melalui ASEAN.

Kesimpulan

Hingga saat ini, ASEAN masih terus berupaya untuk hadir dalam penyelesaian isu konflik Laut China Selatan antara Tiongok dan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Penandatanganan DoC pada 2002 dan CoC pad 2018 menjadi bukti komintmen ASEAN. Namun, efektivitas dari kedua output tersebut masih dirasa kurang efektif dalam menyelesaikan isu konflik Laut China Selatan. Perlunya pembahasan lebih lanjut mengenai apa yang harus dilakukan oleh ASEAN dan negara anggotanya dalam menyelesaikan isu konflik Laut China Selatan, dan Pemerintah Republik Indonesia harus tetap proaktif dalam menyelesaikan isu konflik Laut China Selatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun