Mohon tunggu...
Rasuna Siswodiharjo
Rasuna Siswodiharjo Mohon Tunggu... -

Mencoba beraktivitas dan berlatih untuk menulis wacana, opini, dan reportasi. Karena masih belum menjadi wartawan, copywriter, atau pun profesi penulis lainnya. Masih belum yakin dengan kemampuan menyusun kata yang seharusnya mulai dicobakan. Apakah ada yang tertarik menggunakan jasa menulis saya yang belum berpengalaman ini dengan harga bersaing?

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sentilan Barat untuk SBY

15 Maret 2011   01:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:47 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita yang cukup menggemparkan dan membuat panas petinggi negeri ini muncul ketika dua media besar Australia, The Age dan The Sydney Morning Herald memberitakan bocoran informasi kabel diplomat Amerika Serikat dari Wikileaks. Berita tersebut menghantam dengan keras pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta keluarga dan lingkaran dekatnya.

Selama ini, Presiden SBY mempunyai hubungan yang dekat dan cukup baik dengan negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Australia. Bahkan Presiden Barack Obama pun sudi berkenan mengunjungi negeri Indonesia dalam lawatannya beberapa waktu yang lalu.  Namun, hubungan pihak barat dengan kepemimpinan SBY di Indonesia terlihat sudah mulai terganggu, sehingga media barat pun mulai mengungkit-ungkit informasi negatif tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lalu mengapa pihak barat sekarang terlihat mulai risih dalam memelihara hubungan dengan Presiden SBY yang terpilih secara demokratis dalam dua periode Pemilihan Presiden tersebut? Secara sepintas, bisa dilihat bahwa pihak barat mulai terganggu dengan kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik Presiden RI.  Ada beberapa hal yang mungkin menjadi pemicu gangguan hubungan barat dengan SBY.

Yang pertama adalah hilangnya pilar ekonomi liberal karena keluarnya Sri Mulyani dari kabinet. Sri Mulyani mempunyai kedudukan yang strategis sebagai Menteri Keuangan sehingga dapat menjaga aliran investasi dan pinjaman dari negara-negara barat ke Indonesia. Namun, dalam konstelasi politik Indonesia, ekonomi liberal yang dijalankan Sri Mulyani terganjal oleh kebijakan ekonomi berkiblat pada investasi perusahaan nasional, sehingga terjungkallah Sri Mulyani dari posisinya.

Dengan terjungkalnya Sri Mulyani, maka kebijakan ekonomi liberal menjadi terhambat yang juga menyebabkan terganggunya aliran investasi dan pinjaman asing di Indonesia. Terutama di sektor pertambangan dan migas, di mana hegemoni perusahaan asing mulai terganggu dengan perkembangan Pertamina dan perusahaan nasional lain. Perusahaan-perusahaan asing seperti Chevron, Total, dan BP pun mulai terganggu dengan usulan kebijakan migas yang mulai menunjukkan keberpihakan pada usaha-usaha migas nasional.

Faktor kedua adalah kebijakan politik SBY yang masih mengambang dalam menghambat perkembangan organisasi Islam, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Secara terorganisir, media massa Indonesia baik formal mau pun sosial (social media) sudah berhasil memberikan citra buruk bagi politisi-politisi dari kedua partai tersebut. Lihat saja bagaimana Tifatul Sembiring dan Suryadharma Ali, menteri-menteri yang berasal dari kedua partai tersebut terus dihantam gelombang media sosial dalam setiap aktivitas mereka. Bahkan hal ini sudah menjadi wacana untuk reshuffle kabinet dengan tujuan utama mengganti kedua menteri tersebut. Namun, usaha reshuffle yang dimotori oleh petinggi-petinggi Partai Demokrat seperti Anas Urbaningrum, Ahmad Mubarok dan Ulil Abshar Abdalla masih belum dapat diterima SBY.

Begitu juga dengan kebijakan SBY yang masih belum tegas untuk organisasi Islam non-formal, seperti FPI (Front Pembela Islam) yang meski pun terus dihujat oleh media formal dan sosial. Bahkan organisasi sosial seperti PKPU pun sudah mulai dihantam dengan isu korupsi seperti diberitakan oleh mingguan Tempo. Isu Ahmadiyah pun dimunculkan untuk memperlihatkan keberingasan ormas-ormas yang berafiliasi dengan FPI, namun justru ditanggapi dengan pelarangan Ahmadiyah oleh pemerintah-pemerintah daerah.

Kelihatannya, dua faktor kebijakan tersebut yang meliputi kebijakan ekonomi dan politik yang liberal masih terus diharapkan oleh pihak barat untuk tetap dilakukan oleh Presiden SBY. Sekarang bisa kita lihat, apakah Presiden SBY akan merubah gaya kepemimpinannya sehingga lebih membuat kebijakan liberal, atau masih bertahan terhadap sentilan negara-negara barat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun