Mohon tunggu...
Rasuna Siswodiharjo
Rasuna Siswodiharjo Mohon Tunggu... -

Mencoba beraktivitas dan berlatih untuk menulis wacana, opini, dan reportasi. Karena masih belum menjadi wartawan, copywriter, atau pun profesi penulis lainnya. Masih belum yakin dengan kemampuan menyusun kata yang seharusnya mulai dicobakan. Apakah ada yang tertarik menggunakan jasa menulis saya yang belum berpengalaman ini dengan harga bersaing?

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terjebak Prasangka Buruk Indonesia

1 Oktober 2010   01:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:49 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu penyakit lain dari kebanyakan orang Indonesia adalah cenderung mempunyai prasangka buruk. Prasangka buruk ini biasanya disangkakan pada orang yang mempunyai prestasi yang lebih, apakah itu lebih kaya, lebih pintar, atau pun lebih berkuasa. Prasangka buruk merupakan penyakit hati yang seharusnya disingkirkan dari hati bangsa Indonesia.

Prasangka buruk merupakan manifestasi dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu. Misalkan begini, dalam lomba lari, pasti ada pemenangnya yang sudah berhasil merenggut prestasi karena berlari lebih cepat dari lawan-lawannya. Seharusnya peserta lari lain yang belum berhasil memenangkan pertandingan lari, bersikap sportif dan menerima kekalahan dengan lapang dada. Tetapi, jamak di Indonesia, bahwa peserta yang kalah tersebut susah sekali untuk bersikap sportif, tetapi justru memunculkan penyakit prasangka buruk terhadap sang pemenang. Prasangka buruk ini biasanya disertai dengan tuduhan-tuduhan yang sering kali tidak berdasar. Apakah itu berupa tuduhan kecurangan, wasitnya tidak adil, menggunakan obat doping, bahkan kadang-kadang di luar nalar seperti pemenang tersebut menggunakan jasa jin atau makhluk halus.

Dengan terus dibebani prasangka buruk, maka hati kita menjadi hitam karena terus menerus dilanda kemarahan yang tak keruan juntrungannya. Dengan perasaan marah dan prasangka buruk yang terus menerus, akhirnya menimbulkan kinerja yang tidak produktif. Lambat laun, prestasi atau kinerja yang dilakukan pun semakin lama semakin terpuruk.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menguasai perasaannya untuk selalu bersikap sportif, menerima kekalahan dan selalu mencoba mengedepankan prasangka baik. Jika prasangka buruk ini terus-menerus ditonjolkan, lambat laun akan memicu penyakit kejiwaan yaitu berupa perasaan ketakutan atas segala sesuatu, atau sering disebut sebagai paranoid. Perasaan prasangka buruk juga menimbulkan ketakutan yang berlebihan, yang dalam psikiatri dinamakan schizoprenia.

Dengan terus melakukan prasangka buruk, tentunya bila dibiarkan, bangsa Indonesia akan berat sekali untuk menjadi bangsa yang besar. Karena yang dominan dalam pikiran adalah prasangka-prasangka buruk yang berlebihan. Padahal, hal tersebut barulah merupakan sebuah prasangka atau tuduhan yang sering tidak jelas dan tidak mendasar.

Prasangka buruk terhebat yang sekarang melanda Indonesia, adalah prasangka buruk terhadap pemimpin bangsa ini, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mengherankan memang, meski pun SBY berhasil mendapatkan kemenangan demokrasi selama dua periode, bahkan dengan jumlah suara yang sangat signifikan. Namun demikian, tetap saja tuduhan-tuduhan mengalir deras, apakah itu berupa ketidaktegasan, kecepatan membuat keputusan, bahkan sampai hal-hal lain yang remeh temeh.

Presiden SBY seakan menjadi sasaran tembak dari prasangka buruk masyarakat. Presiden dicitrakan sebagai seseorang yang ma'sum alias bebas dari kesalahan. Padahal sebagai manusia, meski pun menjadi pemimpin negara, tidak akan lepas dari kesalahan. Dengan demikian, masyarakat selalu mengharapkan bahwa SBY memenuhi kehendaknya. Apabila tidak, maka SBY diprasangkakan sudah melakukan kesalahan dan terus dihujat.

Target prasangka buruk masyarakat, tidak hanya ditujukan pada Presiden SBY, tetapi juga ditujukan pada pihak-pihak lain yang dianggap berhasil. Apabila ada pengusaha yang sukses, apalagi di tataran nasional, maka tuduhan pertama adalah kolusi atau kongkalingkon, meski pun belum ada bukti kebenarannya. Apabila ada tetangga yang kaya, maka biasanya dituduh memelihara jin atau tuyul, melakukan korupsi, atau pun melakukan kejahatan. Padahal biasanya, tuduhan itu muncul sebagai rumor atau gosip saja.

Jika memang petuduh (orang yang dituduh) itu benar-benar melakukan kejahatan, memang seharusnya diselesaikan di ranah hukum. Tetapi yang biasanya terjadi, meski pun tidak sampai ada keputusan hukum, tuduhan dan prasangka buruk tetap dianggap sebagai suatu "kebenaran".

Padahal, berprasangka baik akan sangat kondusif untuk kemajuan bangsa ini. Bangsa ini seperti seorang anak, yang apabila selalu diberikan prasangka baik serta diberikan motivasi sertai penilaian yang baik. Anak tersebut akan berkembang menjadi orang yang baik. Tetapi bila sang anak itu terus menerus dituduh dan disangkakan keburukan terus menerus, lambat laun sang anak ini pun menjelma menjadi seorang anak yang berjiwa buruk.

Apakah kita akan membiarkan penyakit prasangka buruk ini terus menerus melanda bangsa Indonesia? Ataukah kita akan berusaha mencoba selalu mengedepankan prasangka baik, demi untuk kebaikan bangsa kita. Semua perubahan ada di hati kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun