Mohon tunggu...
James S Yohame
James S Yohame Mohon Tunggu... lainnya -

Apabila hati dibunuh untuk berasa, otak diracuni untuk berpikir, mulut dibungkam untuk berkata, dan tangan dibelenggu untuk berbuat benar, adil, dan jujur; maka biarkanlah pena menari-nari mengukir nyanyian kemerdekaan (Odiyaipai)

Selanjutnya

Tutup

Politik

POLITIK DEVIDE IT IMPERA TERBUKTI DALAM POLITIK PEMEKARAN NKRI DI PAPUA BARAT

22 April 2011   13:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:31 3216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tingkatan lainnya, kebersamaan orang pegunungan tengah Papua yang dalam istilah sosiolinguistik Papua disebut “Orang Wamena” itu telah disobek habis-habisan pada saat pembentukan Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Puncak Jaya. Demikian juga kebersamaan orang Paniai memang sudah ternodai. Pada tingkatan lebih besar lagi, orang Papua yang dulunya disebut “Orang Papua dari Provinsi Papua” itu sekarang disebut “Orang Papua dari Provinsi Papua” dan “Orang Papua Barat dari Provinsi Papua Barat“. Sekarang John Gulba Gebze sibuk membawa diri sebagai pahlawan pagi buta memperjuangkan Provinsi Papua Selatan, yang artinya dia hendak membangun identitas baru, “Orang Papua Selatan dari Provinsi Papua Selatan.” Lantas identitas “Papua” sebagai bangsa dari Provinisi Papua itu ditinggalkan kepada orang Jayapura dan Wamena dan sekitarnya?

Secara akar atau prinsipil, pemekaran sebenarnya sedang memformat dan membangun identitas-identitas baru dari orang Papua. Memang selama ini orang Papua sudah terbiasa dengan menyebut identitasnya menurut nama wilayah administrasi pemerintahan NKRI. Contoh kasus: Sebenarnya tidak ada orang Wamena dalam sejarah dan hukum adat orang Papua. Yang ada di Papua Barat di Wamena adalah orang Lani. Demikian juga, tidak ada orang Puncak Jaya atau orang Tolikara, tetapi orang Lani dari Kabupaten Tolikara dan orang Lani dari Kabupaten Puncak Jaya. Silahkan tanyakan kepada orang Lani yang sekarang ada di Sentani/Jayapura, “Sobat, kamu dari mana?” Yang paling pasti, orang Lani akan menjawab, “Saya dari Tolikara”, “Saya dari Puncak” atau “Saya dari Wamena.” Maka dengan demikian, identifikasi suku-suku di Papua Barat sejak pendudukan NKRI telah terjadi berdasarkan batas dan nama wilayah administrasi pemerintahan kolonial NKRI. Maka dengan demikian, dengan mudah kita dapat menjabarkannya mengikuti pemecah-belahan yang kini sedang terjadi. Masih segar di benak kita, orang Lani di Puncak Jaya sering menyebut dirinya, “Saya orang Puncak”.  Orang Yali malahan ikut-ikutan. Saat ditanya dengan pertanyaan yang sama, bukannya ia menjawab “Saya orang Yali,” tetapi malahan ia menjawab, “Saya orang Yahukimo.”

Maka dengan demikian, pemecah-belahan dari Kabupaten yang ada menjadi Lima Kabupaten Baru di Pegunungan Papua Barat ini telah menambah Lima Identitas Baru orang Lani. Salah satu identitas baru ini entah bernama “Orang Memberamo Jaya” atau “Orang Memberamo Tengah.”

Tanpa di sadari, dampak dari politik adu-domba lewat “proyek politik pemekaran” ini tidak sedikit. Ia berdampak sangat besar dan sangat fatal merugikan identitas Papua dan suku-suku yang ada di Papua Barat. Kalau identitas sebuah suku/bangsa diacak-acak, maka sebenarnya dari situlah awal kehancuran bangsa itu, tidak perduli bangsa itu ada di dalam sebuah kondisi dijajah ataupun merdeka dan atau memiliki negara-bangsa sendiri. Kehancuran itu sudah nampak di dalam Dua Timk Sukses bentukan NKRI untuk menyukseskan satu kabupaten baru seperti disinggung tadi. Itu pada tingkat marga/suku. Belum lagi kalau kita turun ke tingkat pribadi. Para calon caretaker dan calon Bupati-pun sailng berlomba di antara kakak dan adik, di antara ayah dan anak kandungnya, di antara paman dan keponakannya. Di mana ada perlombaan, secara psikologis di situ ada persaingan. Secara psikologis pula, di mana ada persaingan, di situ ada upaya saling mengalahkan dan saling memenangkan. Walhasil dari upaya itu, maka pasti yang dikalahkan akan menanggung rasa kecewa, tersinggung, bahkan sampai rasa benci dan dendam. Hal itu tidak akan berlarut bila keluarga dan pribadi yang berlomba itu berhati besar dan berpikir untuk kepentingan rakyatnya dan bangsa Papua. Kalau tidak, kebencian dan dendam itu akan diturunkan kepada anak dan cucu. Kehancuran awal sudah terjadi dari dalam pribadi dan keluarga sendiri. Dari ukuran ini, siapapun dapat membayangkan bagaimana bangsa Papua menjadi sebuah bangsa, memilik identitas sementara di dalamnya sudah hancur-lebih, retak, terpecah-belah, remuk dan tak berdaya sama sekali?

Politik Adu Domba dan Masa Depan Suku-Bangsa Papua


Melihat ke fakta yang ada di lapangan, siapapun dengan mudah dapat memandang ke masa depan Papua yang begitu suram, masa depan sebuah bangsa tanpa identitas yang jelas, tanpa jatidiri yang dapat dibanggakan, karena identitas yang dibawanya sejak lahir ke Bumi Cenderawasih adalah jatidiri buatan penjajah. Identitas Papua-Indonesia (Papindo) adalah pemberian NKRI buat orang Papua pecinta dan pendukung NKRI, termasuk mereka yang mendukung politik otonomisasi dan pemekaran NKRI di Papua Barat. Anak-cucu yang dilahirkan dari Kabupaten Baru dimaksud dan perkembangan manusia Papua yang sudah ada saat ini akan mengikuti irama identitas Kabupaten Baru dimaksud. Lama-kelamaan, identitas Papua, Lani, Wamena akan terhapus dari pandangan, sebutan dan bahkan hati orang Papua. Dengan demikian, pada akhirnya, orang Papua akan disebut Orang Papua Barat, Orang Papua Selatan, Orang Papua Tengah; orang Lani akan disebut Orang Tolikara, Orang Puncak, orang Yahukimo, dst.,; Orang Nafrik Enggos, Tobati, Sentani, Kemtuik-Gressi, dsb. akan disebut orang Arso, orang Grime Nawa, orang Memberamo Raya, orang Jayapura, dst.

Lantas Organisasi Papua Merdeka ke mana? Yang mau merdeka itu kan bangsa, identitas manusia bernama “Papua“, bukan Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan? Memang itulah yang diskenariokan NKRI. Pertanyaan itulah yang sengaja diskenariokan NKRI agar keluar dari hati dan bibir orang Papua. Dan jawabnnya, “Saya bukan orang Papua, saya orang Papua Tengah.” Maka akan timbul pernyataan lagi, Organisasi Papua Tengah Merdeka tidak ada, jadi yagn mau merdeka hanya orang Papua, di Provinsi Papua.

Memang, segelintir orang Papindo yang sedang mencari makan selalu berkilah, “Kami mau bantu masyarakat, jadi harus bikin provinsi/kabupaten sendiri supaya pembangunan ini dipercdpat.” Akan tetapi orang Papua, kalau ada hatinurani dan akalbudhi sepatutnya melakukan perhitungan matang dan pandai, “Saya sedang menggiring bangsa ini menuju ke mana?” Kalau menghendaki percepatan pembangunan, “Apakah pemekaran merupakan jalan terbaik?” Kalau jawabannya benar, “Mana teorinya, dan mana buktinya di lapangan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun