Pada tahun 2021 diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah (selanjutnya disebut dengan PP Badan Bank Tanah), Peraturan Pemerintah menjadi peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja. Pengaturan tentang Badan Bank Tanah diatur di dalam pasal 125-135 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Badan Bank Tanah dibentuk disertai tugas dan fungsi untuk melaksanakan perencanaan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka kepentingan umum, sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi tanah dan reforma agrarian.
Badan Bank Tanah hadir sebagai land manager memiliki fungsi pengelolaan tanah dengan strategi yang dibentuknya demi pengoptimalan pengembangan pemanfaatan tanah. Kewenangan pengadaan dan pengelolaan tanah menjadi kewenangan Badan Bank Tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (1) PP No. 64 Tahun 2021. Pengadaan pada Pasal 9 PP No. 64 Tahun 2021 menyebutkan pelaksaan pengadaan tanah dilakukan dengan prosedur pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum/pengadaan tanah secara berlangsung. Sedangkan untuk pengelolaan disebutkan pada Pasal 10 PP 11 No. 64 Tahun 2021 terdiri dari kegiatan pengembangan tanah, pemeliharaan dan pengamatan tanah, dan pengendalian tanah.
Badan Bank Tanah merupakan badan hukum khusus yang dibentuk pemerintah pusat dan diberi kewenangan untuk mengelola tanah. Badan Bank Tanah memiliki fungsi penting untuk mengakuisisi tanah, tanah tersebut didapatkan karena regulasi yang kemudian didistribusikan kembali pada public. Penataan ulang pertanahan akan memberikan hasil yang baik, apabila dalam mengendalikan, memanfaatkan, menggunakan, penguasaan, dan kepemilikan bagi Masyarakat dapat dilaksanakan dengan transparansi dan kompetensi.
Pada Pasal 3 ayat (2) PP No. 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah, Badan Bank Tanah mempunyai tugas:
1) Pelaksana kegiatan perencanaan kegiatan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan; 2) Pelaksana kegiatan perolehan tanah yang salah satu sumbernya dari penetapan pemerintah dan pihak lain;
3) Pelaksana kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum /pengadaan tanah secara langsung;
4) Mengelola tanah dari kegiatan pengembangan, pemeliharaan dan pengamanan, dan pengendalian tanah;
5) Memanfaatkan tanah dengan cara bekerja sama dengan pihak; dan;
6) mendistribusikan tanah dengan melakukan kegiatan penyediaan dan pembagian tanah. Terkait dengan tugas perencanaan dibagi menjadi perencaan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan. Khusus untuk rencana jangka waktu panjang adalah terkait langkah yang dalam kurun waktu 25 (Dua Puluh Lima) tahun. sedangkan untuk jangka waktu menengah yaitu perencanaan terkait langkah untuk masa waktu 5 (lima) tahun dan untuk perencanaan tahunan adalah rencana kegiatan untuk kurun waktu 1 (satu) tahun. Perencanaan kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui pedoman ide-ide pengelolaan jangka menengah dan perencanaan tata ruang.
Tugas perolehan tanah yang dapat bersumber dari penetapan pemerintah dan pihak lain, mengingat tanah yang bersumber dari penetapan pemerintah yaitu meliputi tanah negara yang pada dasarnya berasal dari tanah bekas hak, kawasan dan tanah terlantar, tanah pelepasan kawasan hutan, tanah timbul, tanah reklamasi, tanah bekas tambang, tanah pulau-pulau kecil, tanah yang terdampak dari perbaikan tata ruang dan tanah yang tidak terdapat pemegang terhadapnya. Sedangkan untuk tanah yang bersumber dari pihak lain itu dilaksanakan melalui pembelian, penerimaan hibah/sumbangan, atau yang sejenis, tukar menukar, pelepasan hak, dan perolehan dengan konsep-konsep lain yang didapat secara legal.
Keberadaan Badan Bank Tanah memudahkan badan usaha asing untuk melakukan investasi, hal ini dikarenakan Badan Bank Tanah dalam pengaturannya tidak diperuntukkan untuk masyarakat saja, melainkan terdapat tujuan untuk investasi. Badan Bank Tanah didirikan agar dapat memberikan jaminan persediaan tanah yang digunakan untuk Pembangunan dengan tujuan peningkatan ekonomi dan investasi. Tujuan ini tidak terlaksana dengan baik, karena seringkali tataran praktiknya tidak berjalan secara seimbang. Investasi seringkali menggunakan tanah adat sebagai objeknya, namun penggunaan tersebut seringkali tidak berjalan sesuai dengan rencana karena terjadi konflik antara pemilik tanah-tanah adat dengan investor, maka perlu adanya keseimbangan kepentingan antara masyarakat dengan investor agar tetap tercapai tujuan dari Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945.