Dan tidak jarang media massa melakukan pembeberan kebobrokan tanpa ada penyelesaiannya yang dapat diakses oleh seluruh kalangan masyarakat yang mampu mengakibatkan tindakan anarkis, sehingga seakan-akan media mempersilakan masyarakat untuk menjadikan kekerasan sebagai penyelesaian. Istilah bad news is a good news pun dapat dikaitkan dengan persoalan ini dan tidak bisa kita pungkiri bahwa banyak media massa yang menerapkan istilah tersebut sebagai prinsip.
Suko Widodo dalam Media Massa dan Informasi Kriminal (dalam Nugroho, 2008), menyatakan bahwa media massa memiliki fungsi dan disfungsi pers yang mana implikasinya dapat terlihat dalam produk jurnalis, yakni berita. Misalnya dalam berita kriminal, media memiliki fungsi kontrol sebagai pengawas lingkungan. Namun di sisi lain, memberitakan peristiwa-peristiwa kriminal kepada masyarakat juga termasuk cara media untuk mendapatkan keuntungan.
Vincet Mosco dalam bukunya yang berjudul The Political Economy of Communication edisi kedua (2009) mengemukakan konsep komodifikasi, yang berkaitan dengan proses perubahan suatu nilai guna menjadi nilai tukar, yang mana nilai tersebut ditentukan berdasarkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan individu maupun sosial terhadap suatu produk dan sesuai dengan harga pasar.Â
Mosco pun menyebutkan bahwa komunikasi memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi tempat terjadinya komodifikasi, yang disebabkan karena komunikasi merupakan komoditas yang berperan cukup penting.
Media massa, khususnya jurnalis, sebenarnya memiliki fungsi ideal yang berfokus pada bagaimana media tersebut menyebarluaskan informasi yang bermanfaat bagi khalayak luas, serta fungsi komersil yang berfokus pada bagaimana media tersebut dapat bertahan di tengah persaingan yang ketat. Media harus mampu menempatkan fungsi ideal lebih tinggi daripada fungsi komersil.Â
Bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka tidak menutup kemungkinan bila pemberitaan yang ada dalam perusahaan media tersebut tidak berkualitas dan minim manfaat bagi masyarakat luas.
Untuk menjalankan fungsi ideal, media harus mengerti dan memahami Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Salah satu pasal, yakni pasal 4, menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Bila dikaitkan dengan berita-berita sensasional, dapat disimpulkan bahwa masih banyak oknum-oknum yang melanggar pasal ini demi meraih click dari pembaca, sehingga dapat menyuburkan ladang iklan.
Seharusnya, tim editor yang bertugas untuk menyunting tulisan-tulisan berita yang dibuat oleh jurnalis memilih kata yang lebih sopan dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Kecuali, apabila tujuan dari Tribun adalah untuk menarik minat pembaca saja, yang dapat  menunjukkan bahwa Tribun meninggikan fungsi komersial.
Jumlah media daring di Indonesia sangatlah banyak. Dilansir dari idntimes.com, jumlah media daring diperkirakan mencapai angka 43.200, tetapi di tahun 2015 hanya 168 media daring saja yang tergolong media profesional dan telah lolos verifikasi Dewan Pers. Tentu ini menjadi "pekerjaan rumah" bagi Dewan Pers untuk lebih giat lagi dalam mengawasi peredaran berita dan informasi di masyarakat yang disebarkan oleh media-media daring tersebut. Media-media yang belum lolos verifikasi masih memiliki potensi dalam menyebarluaskan berita bohong. Apabila terus dibiarkan, maka hoax akan terus berkembang dan masyarakat pun dapat menerima implikasi negatif karenanya.