Shubuh..
Ketika sang matahari berjanji akan terbit lagi
Tanah yang telah yakin untuk dipijak
Kehidupan begitu samar-samar
Bisakah matahari menyinari hati yang ada di dalam tubuh ini
Bisakah tanah memberi sedikit tempat untuk hati yang bersedih
Sungguh.. Penantian itu mengubah hidupnya
Wanita itu memang takkan pernah hilang dari ingatannya
Wanita yang begitu indah dihadapan matanya
Wanita yang begitu sesuai dengan kepribadiannya
Alangkah bijaksana sentuhan darinya
Dia tidak bisa tersenyum lagi
Walau hanya semberaut senyum konyol
Dipersembahkan kepada khalayak
Agar orang-orang jugalah senang melihatnya
Sebuah kepalsuan yang tidak dapat dipungkiri..
Senja..
Ketika malam mulai bangkit
Warna langit telah berubah
ketika sinar matahari pamit menyinari belahan bumi lain
Ketika bumi membarterkan siang dan malam
Indahnya dunia ini tak bisa dipandangnya
Merdunya nyayian tak bisa didengarnya
Wanita itu..
Telah menjadi pincuran dihatinya
Telah menjadi air terjun dalam kehidupannya
Sungguh, kenangan itu
tak bisa mengering dan menguap sekalipun
Ketika suhu mulai menurun
Ketika bumi ditemani sang rembulan
Disaat lampu rumah dan sudut jalan mulai menyala
dan Bintang-bintang yang mengisi kekosongan langit
Begitulah dunia ingin menghiburnya
Tak pernah dunia hadirkan titik hampa pada hidupnya
Disaat rembulan membawakan nyanyian malam
Mencoba angin untuk menghadirkan kegairahan
Seakan rembulan menanyakan
"Kapankah kau akan tersenyum segagah dan setampan waktu dulu wahai pemuda?"
Kesepian telah menusuk jauh ke dalam jejaringan hati yang paling dalam
Seolah malam mendapat isyarat
dari tempat nan jauh yang bergelimang kerinduan
Sang malam membisikkan
"Wanita itu pasti akan menunggumu wahai pemuda yang selalu bersenandung".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H