Mohon tunggu...
Rasno Shobirin
Rasno Shobirin Mohon Tunggu... -

Cuma anak nelayan, Kampunglaut, Pulau Nusakambangan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Minder jadi Mahasiswa di UIN

29 April 2011   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:16 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Universitas Islam Negeri (UIN), seolah menjadi tempat kuliah nomor sekian jika disejajarkan dengan perguruan tinggi lain. Pesimis dan sinisme acapkali menimpa calon bahkan mahasiswa UIN sendiri. Banyak cap yang harus dilekatkan dengan masuk Perguruan Tinggi Negeri di bawah pemerintah dan Departemen Agama itu. Cap yang sering diberikan antara lain: miskin, kuarng pergaulan dan urakan. Ketiga cap itulah yang serikali terjadi. Padahal, dari segi kualitas, mahasiswa UIN tidak kalah dengan mahasiswa lain. Bahkan harus diakui bahwa di negara-negara timur tengah, mahasiswa UIN yang mendapatkan beasiswa tentu tidak sedikit.

Tidak hanya itu, persoalan cap mengecap tentu sekarang sudah mulai dirasakan terkait banyaknya aksi terorisme dan Islam radikal. Beberapa (tidak banyak kok/ apalagi mayoritas--itu sama sekali tidak) mahasiswa UIN maupun alumninya yang terjerat kasus terorisme, gerakan radikal dan sejenisnya (bukan dll lho ya? :D ).

Terkait teror dan radikalisme itu pula, nama UIN kian santer diperbincangkan. Mulai dari paradiigma sampai kurikulum yang diajarkan. Tidak ada yang salah dengan kurikulum di UIN, bahkan saat ini UIN sudah mulai modern, program studi yang ada juga sudah bertambah. Program studi umum seperti kedokteran, ilmu sosial dan ekonomi juga sudah lama ada di UIN. Jadi, untuk apa harus takut apalagi pesismis masuk UIN? :)

Radikalisasi dan cuci otak

Setiap orang bisa saja dicuci otaknya, bukan saja mahasiswa, bapak-bapak juga bisa dicuci otaknya. Hanya saja, mahasiswa yang saat ini banyak menjadi korban pencucian otak oleh gerakan NII adalah suatu yang bisa saja terjadi pada siapa saja.

Kenapa mereka memilih mahasiswa, terutama mahasiswa di perdguruan tinggi Islam? Karena mereka adalah orang-orang yang dianggap memiliki potensi untuk menyebarkan jaringannya. Apalagi, mahasiswa di perguruan tinggi Islam kalau diajak berdiskusi tentang agama tidak alergi, sehingga disinal NII lebih mudah. Berawal dari perkenalan dan cuap-cuap, lalu dilanjutkan dengan diskusi agama, maka terjadilah proses pertukaran pengetahuan.

Banyaknya pencucian otak yang terjadi pada mahasiswa, tidak harus kemudian menyalahkan perguruan tinggi dimana mahasiswa mengenyam pendidikan, tetapi lebih pada bagimana membantu agar para korban sadar bahwa apa yang dilakukannya itu salah dan jauh dari apa yang diajarkan dalam Islam. Pun kurikulum yang ada masih dianggap perlu diperbarui, harus melibatkan semua pihak. Termasuk mahasiswa itu sendiri. Ingat, jngan takut atau pesimis kuliah di UIN.

Upaya radilakalisasi dan pencucian otak yang terjadi saat ini merupakan tanggung jawab bersama. Terorisme dan pelbagai perbuatan yang menyimpang dari koridor hukum dan agama perlu diwaspadai. Apapun bentuknya, aksi teror dan pencucian otak yang telah meresahkan masyarakat banyak tidak dibenarkan. Jangan takut jadi mahasiswa UIN :) Jangan lupa tetap waspada ya terhadap aksi teror dan cuci otak. Tolak segala bentuk ajakan mengaji (halaqoh) yg aneh2 :)

Penulis: Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Prodi Ilmu Komunikasi/Public Relation 2011.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun