Sebelum menulis saya mengucapkan rasa bela sungkawa atas meninggalnya dua orang warga Suoh yang berada di Talang Upik, Kecamatan Bandar Negeri, Suoh, Kabupaten Lampung Barat akibat serangan harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae).Â
Konflik manusia dan satwa bukan hal yang baru bagi masyarakat di sekitar Suoh. Konflik yang sering terjadi adalah manusia dengan kawanan gajah, hampir setiap tahun masyarakat kedatangan kelompok gajah liar yang masuk ke kebun dan perumahan warga, kebun banyak yang rusak, gubuk dan rumah sering jadi sasaran amukan gajah liar. Warga setempat 24 jam harus siaga penuh untuk menghalau kedatangan gajah liar.
Namun seminggu yang lalu kejadian yang sangat memilukan ada dua orang warga Suoh meninggal dunia sangat mengenaskan diserang binatang buas yakni harimau Sumatera. Kejadian tersebut secara beruntun, warga yang diserang pertama pada awal bulan Februari 2024 dan kejadian kedua pada minggu ketiga pada bulan yang sama.
Tentu kejadian ini sangat menggegerkan warga Suoh khususnya dan warga kabupaten Lampung Barat pada umumnya. Berbagai media cetak maupun elektronik banyak memberitakannya. Pihak-pihak terkait yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) ikut sibuk mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Yang menjadi permasalahan adalah tempat kejadian perkara berada dalam Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TN BBS).
Suoh pada tahun 2005 masih satu kecamatan yang terdiri dari 7 desa, namun pada tahun 2010 Suoh dibagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Suoh dan Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS).
Suoh merupakan daerah dataran rendah sekitar 170-350 meter dari permukaan laut, yang dikelilingi Kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang merupakan kawasan konservasi flora dan fauna yang memiliki luas 324.000 hektar, 249.552 hektar berada di wilayah administrasi Kabupaten Lampung Barat.
Terbentuknya daerah Suoh menurut sejarah akibat terjadinya gempa dan letusan gunung berapi beberapa ratus tahun yang lalu (1933). Suoh memiliki kawah letusan yang masih aktif. Ada tiga danau Suoh yang terbentuk secara alamiah yaitu danau asam, danau minyak dan danau lebar, dari tiga danau yang sangat menarik dijadikan destinasi wisata geothermal adalah danau minyak oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) diberi nama Danau Wisata Nirwana.
Potensi alam yang melimpah Suoh menjadikan tempat berusaha yang menjanjikan baik petani dan pedagang selalu berlomba datang ke Suoh. Pada awalnya suah sangat terbelakang karena masalah jalur transportasi yang sangat minim, medan yang sulit dilalui menjadikan Suoh daerah subur tetapi tertinggal. Namun dengan cepatnya perkembangan oleh Muklis Basri bupati Lampung Barat periode 2007-20017, Suoh menjadi wilayah prioritas pembangun untuk mewujudkan Suoh menjadikan lumbung padi kabupaten Lampung Barat. Kini masyarakat Suoh mulai merasakan kesejahteraan dari program tersebut.
Pada era lanjutan Souh dijadikan destinasi wisata yang menarik melalui program masyarakat sadar wisata (Masata), lalu terbentuknya Pokdarwis di bawah dinas pariwisata kabupaten Lampung Barat. Lewat Pokdarwis pengelolaan wisata Suoh menjadi terkenal.
Kenapa konflik manusia dan satwa terjadi di Suoh?
Areal Penggunaan Lain (APL) atau tanah milik warga Suoh terletak di tengah-tengah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TN BBS). APL Suoh dengan luas 417,45 km2 (sumber bps 2022) terbagi menjadi dua kecamatan dan 17 desa dengan jumlah penduduk 43.590 jiwa.
Hamparan Sawah yang subur pada lintasan sungai way semangka menambah ragam potensi Suoh yang menjanjikan ditambah jenis tanah vulkanik yang kaya unsur hara menjadikan Suoh tanah pertanian yang sangat subur. Hasil pertanian utama adalah padi, kopi, cokelat, lada dan buah-buahan.
Perkembangan penduduk yang pesat dan mobilitas masyarakat dari berbagai daerah masuk ke Suoh sehingga perluasan lahan tidak terkendali. Perambahan TN BBS menjadi salah satu perluasan lahan secara ilegal yang dijadikan untuk perkebunan kopi yang sampai ini terus terjadi.
TN BBS merupakan surganya bagi flora dan fauna. Hal ini yang banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan pemburuan secara liar baik berburu secara langsung maupun tidak langsung dengan cara memasang jerat. Yang menjadi sasaran pemburuan utama adalah kijang, rusa, burung dan babi hutan, sedangkan binatang tersebut merupakan binatang buruan bagi Si Raja Rimba yakni Harimau Sumatera.
Awal terjadinya konflik karena wilayah yang dirambah masyarakat merupakan habitat satwa. Secara geografis wilayah tersebut merupakan wilayah tutorial kekuasaan satwa untuk mencari makan dan berkembang biak. Dengan masuknya perambahan oleh manusia maka habitat satwa sangat terusik. Berkurangnya satwa yang merupakan makanan Si Raja Rimba juga hilangnya hutan membuat harimau Sumatera kelaparan.
Kejadian tewasnya Gunarso warga Desa Sumber Agung Kecamatan Suoh secara kasatmata tidak ada yang menyaksikan namun dilihat dari asal-usul perkara Gunarso diterkam harimau Sumatera karena ada tanda bekas cakaran dan gigitan harimau Sumatera dan saat itu korban sedang melakukan aktivitas di kebun. Begitu juga Sahri merupakan korban ke dua warga Desa Bumi Hantatai Kecamatan Bandar Negeri Suoh diserang saat beraktivitas di kebun. Menurut penelusuran pihak berwajib kedua korban berada dalam kawasan hutan Tanaman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Patroli terus dilakukan oleh pihak BKSDA, Polisi Kehutanan TN BBS, TNI, POLISI dan Warga setempat sebagai solidaritas dan kewaspadaan bahwa warga yang bermukim di kebun diperintahkan untuk keluar dari kawasan hutan demi keamanan.
Mencari solusi
Sengketa lahan dalam kawasan hutan salah satu hal yang perlu dicermati, masukannya perambahan ke dalam kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dari tahun ke tahun masih terus terjadi, dari sengketa lahan berlanjut ke sengketa satwa. Pemerintah telah menerbitkan peraturan dan perundang-undangan terkait Kawasan konservasi. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan presiden Nomor 56 tahun 2019 tentang rencana aksi Nasional Terpadu dan Kawasan Konservasi Perairan tahun 20218-2025, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi, dan banyak lagi aturan-aturan yang berkaitan dengan perlindungan Taman Nasional.
Penanganan konflik manusia dan satwa liar di Kecamatan Bandar Negeri Suoh sedang dilakukan. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, KSDA wilayah Bengkulu-Lampung dan berbagai pemangku kepentingan telah melakukan pemeriksaan lokasi dan sosialisasi kepada warga setempat untuk memberi rasa aman pada warga sekitarnya.
Upaya yang dilakukan untuk menghalau kehadiran Harimau Sumatera supaya meminimalisir korban maka pihak terkait melakukan pemasangan kandang jebak, pemasangan kamera trap untuk menangkap dan mengevakuasi harimau Sumatera tersebut dengan tujuan untuk menyelamatkan manusia dan harimau Sumatera.
Dan sampai saat ini masih terus dilakukan patroli pemantauan keberadaan harimau Sumatera oleh tim gabungan Kabupaten Lampung Barat untuk mencegah harimau Sumatra masuk ke pemukiman warga sekitarnya. Dan sampai saat ini jejak harimau Sumatera pemangsa warga belum diketemukan dan belum tertangkap. Informasi dari sebagian warga bahwa harimau Sumatera masih tetap berkeliaran, maka dari itu warga Suoh dan sekitarnya harus tetap waspada.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya