Mohon tunggu...
Rasna
Rasna Mohon Tunggu... Lainnya - Foresters

Menjadikan masyarakat sasaran menjadi mandiri dalam pembangunan kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Langkah Tepat BRIN Melakukan Penelitian di Lokasi Perhutanan Sosial Generasi Pertama

27 Mei 2023   21:23 Diperbarui: 27 Mei 2023   21:26 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wawancara oleh tim peneliti BRIN pada kelompok HKm generasi pertama 2007 (doc Rasna)

Salah satu masalah dilokasi kawasan hutan pada dikade tahun 1980-2.000 adalah terjadinya perambahan hutan dan illegal loging. Kegiatan tersebut tidak  terkedali pada masa transisi dari era orde baru (ORBA) ke  era reformasi tahun 1997-1998. Para oknum memanfaatkan situasi tersebut melakukan illegal loging. Di saat itu juga terjadi krisis moneter ada lonjakan harga-harga kebutuhan dan harga komoditas perkebunan menjadi naik terutama buah kopi, sebelum krisis moneter harga kopi Rp. 2.000/kg pada saat kritis menjadi Rp.15.000/kg hal tersebut mejadi alasan masyarakat merambah hutan negara.  Kebutuhan hidup semakin sulit dan harga kopi dan coklat mahal itu faktor utama mereka masuk kedalam kawasan hutan negara. Lahan hutan yang sudah berhasil di Reboisasi ikut hancur dijadikan lahan perkebunan kopi, coklat dll sehingga terjasi deforetasi, hutan alamiah dirusak kayunya diambil sehingga kawasan hutan negara jadi gundul.

Perambahan hutan pada era tahun 1990 (doc. Rasna)
Perambahan hutan pada era tahun 1990 (doc. Rasna)

Terbitnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tetang Kehutanan mejadi kontroversi disisi lain menteri kehutanan ingin  menegakan aturan disisi lain masyarakat sudah kadong masuk dalam kawasan hutan negara.

Meditasi antara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Pemerintah untuk mencari solusi pola pengelolaan yang melibatkan masyarakat yang sudah masuk dalam Hutan Negara, maka pada tahun 2.000 ada kesempatan di anulirnya masyarakat untuk dilibatkan dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang tujuannya hutan lestari masyarakat sejahtera. 

Semakin luasnnya keinginan masyarakat untuk mengelola Kawasan hutan negara maka terbitlah regulasi pertama yaitu Keputusan Menteri Kehutanan SK Nomor : 31/Kpts-II/2001 tetang Penyelenggaraan Hutan Kemasyakatan. Pada peraturan tersebut masyarakat melalui lembaga Kelompok hutan kemasyakatan (HKm) diperbolehkan untuk mengajukan permohonan kepada menteri kehutanan dan selanjutnya menteri kehutanan meberi kewenangan kepada pemerintah daerah kabupaten untuk memberi Ijin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) yakni ijin semetara diberikan selama 5 tahun dan ijin devinitif selama 35 tahun dengan ketentuan diwajibakan merehabilitasi lahan kelola mereka dengan menanam kayu-kayuan dan buah-buahan minimal 400 batang per hektar serta diwajibkan menjaga hutan yang masih utuh untuk tetap dipertahanakan dari gangguan dari pihak-pihak pelaku illegal loging. Hasil yang diperbolehkan untuk manfaatkan oleh anggota kelompok pada hutan lindung berupa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sedangkan yang mengelola hutan produksi berupa Hasil Hutan Kayu (HHK).

Lokasi HKm Generasi pertama Kanopi tajuk tinggi sudah rapat (doc. Rasna).
Lokasi HKm Generasi pertama Kanopi tajuk tinggi sudah rapat (doc. Rasna).

Seiring perjalanan waktu pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi yang mengatur pengelolaan hutan oleh masyarakat, yaitu Permenhut no 37 tahun 2007, Permenhut P.88 tahun 2014, PermenLHK P.83 tahun 2016 tetang Perhutanan Sosial dan regulasi pada saat ini yaitu PermenLHK Nomor P.9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Yang menjadi pertanyaan apakah selama masyarakat mengelola kawasan hutan negara, hutannya semakin baik dan masyarakat semakin sejahtera atau sebaliknya apakah hutan semakin rusak dan masyarakat yang berada dalam kawasan hutan maupun diluar hutan semakin miskin serta apakah apa dampak lingkungan nya?.

Untuk menjawab semua itu perlukan ada penelitian yang detail untuk mengtahui dampak-dampak secara ilmiah yang ditimbulkan dari pengelolaan hutan oleh masyarakat.

Kehadiran tim peneliti dari Pusat Riset Masyarakat dan Budaya , Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRMB-BRIN) ke Provinsi Lampung pada akhir bulan mei 2023 melakukan penelitian di KPH liwa kepada 5 kelompok Pemegang Persetujuan Perhutanan Sosial  generasi pertama dan generasi terbaru.

Wawancara oleh tim peneliti BRIN pada kelompok HKm generasi pertama 2007 (doc Rasna)
Wawancara oleh tim peneliti BRIN pada kelompok HKm generasi pertama 2007 (doc Rasna)

Generasi pertama mendapatkan IUPHKM pada secara devinitf pada tahun 2007, berarti pada saat ini tahun 2023 mereka telah mejalankan pengelolaan hutan selama 20 tahun, kelompok tersebut yaitu : Gapoktan Bina Wana, Gapoktan Mitra Wana Lestari Sejahtera, Gapoktan Setia Wana Bhakti, KTH Rigis Jaya II dan Gapoktan Rimba Jaya.  Sedangkan generasi baru mendapatkan ijin devinitif pada tahun 2019 pada saat ini tahun 2023 baru mejalakan pengelolaan hutan selama 3 tahun.

BRIN akan melakukan beberapa kali penelitian pada kelompok tersebut terkait Involusi Perhutanan Sosial, Proses Perubahan Sosial Ekologi Setelah Dua Dekade Hutan Kemasyarakatan (HKM) di Provinsi Lampung. 

Tentu dalam perjalanannya kelompok HKM sebagai mengelola Perhutanan Sosial tidak luput dari permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi, semakin lama mengelola semakin besar tantangan yang merekahadapi, Ada 3  kewajiban yang harus mereka jalankan selama memegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial yaitu : Kelola Kelembagaan, Kelola Kawasan dan Kelola Usaha.

Kami Sebagai pembina dan pasilitator di KPH liwa tentu dengan adanya KHM yang pada awalnya merupakan solusi mengatasi perambahan hutan, tentu setelah dijalankan semakin banyak permasalahan yang kompleks diwilayah kelola kelompok, di antarnya masalah Kelembagaan kurang solid, tidak patuh  pada hak da kewajiban, rendah pengetahuan, sulitnya mejalankan usaha bersama, tutupan lahan semakin rapat, lahan tidak produktif lagi dan sebagainya. Permasalahan tersebut harus di cari solusi dari kedua belah pihak antara pemberi persetujuan dan pemegang persetujuan Perhutanan Sosial.  Permasalahan dari kedua belah pihak tentu harus di kajian secara mendalam oleh pihak yang berkopeten, tentu kehadiran PRMB-BRIN akan membantu memberikan solusi sehingga ada regulasi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Tim Peneliti BRIN melakukan wawancara pada kelompok HKm Generasi baru tahun 2019 (doc. Rasna)
Tim Peneliti BRIN melakukan wawancara pada kelompok HKm Generasi baru tahun 2019 (doc. Rasna)

Harapannya semakin banyak penelitian dilokasi Perhutanan sosial akan semakin nampak kedepan apa yang harus diperbaiki dan dijalankan oleh kedua belah pihak serta akan meningkatkan sumber daya masyarakat khususnya kelompok pemegang persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial. Apapun Hasil penelitian akan memberi masukan atau akan mejadi faktor penentu apakah setelah selesai mejalankan ijin devinitif selama 35 tahun cukup sampai di sini atau akan ada perpanjangan masa ijin persetujuan Perhutanan Sosial, jawabannya kita tunggu setelah generasi pertama menyeselesai 35 tahun yang akan berakhir pada tahun 2042.

Terimakasih 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun