Mohon tunggu...
Rasna
Rasna Mohon Tunggu... Lainnya - Foresters

Menjadikan masyarakat sasaran menjadi mandiri dalam pembangunan kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Analisis Land Cover pada Areal Perhutanan Sosial

26 Februari 2023   10:40 Diperbarui: 26 Februari 2023   10:44 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Inframerah (doc. Rasna)

Banyaknya kelompok  pemegang persetujuan  Pengelolaan Perhutanan Sosial  di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Liwa Provinsi Lampung, maka dengan bertambah kelompok dan Jumlah anggota  yang ada dalam kawasan hutan lindung sangat berdampak terhadap keadaan lahan, meningkatnya kebutuhan Lahan dan tempat usaha. Perubahan lahan di lokasi Perhutanan sosial merupakan hal yang harus di perhatikan, baik dalam ruang kelola, maupun ruang perlindungan. Perubahan lahan pada pengelolaan perhutanan sosial  dapat diartikan sebagai praktik konversi lahan hutan akibat perambahan masa lalu menjadi lahan perhutanan sosial yang di legalkan, dengan di wajibkan kepada pengelola untuk menanam kembali berupa tanaman kayu-kayuan dan buah-buahan  agar  fungsi  hutan terjaga. Salah satu dampak dari perubahan lahan perhutanan sosial  yang tidak teratur adalah berkurangnya fungsi siklus hidrologis, keberagaman ekosistem dan lahan kritis. Berdasarkan hal tersebut, isu terkait perubahan lahan lokasi perhutanan sosial  masih relevan untuk dianalisis, dalam konteks identifikasi perubahan tutupan lahan (land cover) dari periode waktu tertentu.

LAND COVER 

Land Cover adalah  tutupan lahan mengacu dari SNI 7645:2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan adalah tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut. Kelas penutup lahan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu daerah bervegetasi dan daerah tak bervegetasi. Daerah bervegetasi merupakan daerah dengan liputan vegetasi minimal 4% setidaknya selama 2 bulan, atau dengan liputan Lichens/ Mosses lebih dari 25% jika tidak terdapat vegetasi lain. Terdapat kelas daerah pertanian dan daerah bukan pertanian. Daerah tak bervegetasi merupakan daerah dengan total liputan vegetasi kurang dari 4% selama lebih dari 10 bulan, atau daerah dengan liputan Lichens/ Mosses kurang dari 25% jika tidak terdapat vegetasi kayu atau herba. Terdapat kelas lahan terbuka, permukiman dan lahan bukan pertanian yang berkaitan, dan perairan. Penjelasan lebih lengkap dapat diakses melalui laman berikut SNI 7645:2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan.

Analisis Inframerah (doc. Rasna)
Analisis Inframerah (doc. Rasna)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN LAHAN DAN MANFAATNYA

Manfaatnya adalah untuk memberikan demonstrasi secara sederhana terkait pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan data penginderaan jauh berupa citra Landsat. Dalam rangka mengidentifikasi perubahan lahan di Kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) liwa. Wilayah KPH yang begitu luas perlu Identifikasi potensi untuk mengetahui perkembangan dalam pengelolaan perhutanan sosial. Wilayah KPH liwa dengan luas 42.074 Hektar yang di kelola oleh 50 Gabungan Kelompok Tani hutan, ini perlu analisis tutupan lahan setelah 5-16 tahun menerima persetujuan pengelolaan perhutanan sosial dari kementerian lingkungan hidup dan kehutanan yang di terbitkan dari tahun 2007-2019. Sampai saat ini belum sepenuhnya di lakukan analisis perubahan tutupan lahan pada setiap gapoktan. Baru pada awal tahun ini 2023  di mulai analisis tutupan lahan yang di awali dari Gapoktan Abung Jaya register 45 B Bukit rigis.

Gapoktan Abung jaya dipilih sebagai objek untuk analisis pertama karena mempunyai luas persetujuan perhutanan sosial yang cukup luas yaitu 1.107,92 Hektar dengan jumlah anggota 800 orang, jumlah anggota yang banyak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi dan kehidupan sosial budaya. Kawasan hutan lindung Register 45 B Bukit rigis  merupakan salah satu wilayah yang paling banyak jumlah gabungan kelompok tani hutan yakni 22 gapoktan dan merupakan yang paling pertama mendapatkan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial yaitu pada tahun 2007 yang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Tingkat ketergantungan  terhadap hutan yang tinggi dan adanya ketidak kepercayaan terhadap perhutanan sosial, sehingga ada beberapa desa yang mengajukan perubahan lahan perhutanan sosial mejadi tanah milik perorangan,ini sangat berdampak besar terhadap perubahan kawasan hutan lampung. Informasi terbaru dan akurat tentang kondisi dan kecenderungan perubahan wilayah berupa identifikasi perubahan lahan di KPH Liwa dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan beberapa strategi pembangunan kehutanan berkelanjutan dan peningkatan tarap hidup anggota kelompok tani hutan agar hutan lestari masyarakat sejahtera.

Vegetation Analysis (doc. Rasna)
Vegetation Analysis (doc. Rasna)

METODE SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS)

Metode sederhana sangat mudah untuk melakukan identifikasi tutupan lahan pada areal kelola kelompok tani hutan. Metode yang bisa dilakukan adalah digitasi manual melihat langsung berdasarkan kelas tutupan lahan yang terlihat degan citra satelit, kemudian mengkoreksi dengan kondisi kenyataan di lapangan. Hal ini bisa menjadi kompleks dan memakan banyak waktu dan biaya apabila daerah yang menjadi lokasi pengamatan memiliki luas yang besar. Untuk itu diperlukan metode yang lebih efektif dan efisien, dengan menggunakan salah satu analisis pada perangkat lunak ArcGis. ArGis merupakan salah satu produk perangkat lunak SIG berbasis desktop yang diproduksi oleh ESRI. ArcGis memiliki kemampuan utama untuk visualisasi, membangun database spasial yang baru, memilih data (query), editing, menciptakan desain-desain peta, analisis dan pembuatan tampilan akhir dalam laporan-laporan kegiatan.

LANGKAH IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN PADA LAHAN PERHUTANAN SOSIAL

Identifikasi tutupan lahan di areal lahan perhutanan sosial  dilakukan dengan menggunakan metode Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification). Metode ini merupakan cara mengklasifikasi berdasarkan sampel yang dibuat untuk setiap jenis tutupan lahan. Sebelum melakukan klasifikasi terlebih menyiapkan Data - data yang di perlukan di antaranya harus Peta hasil kombinasi komposit 5,4,3 (Vegetation Analysis), Karena wilayah perhutaan sosial di KPH Liwa cukup luas, maka  analisis di lakukan per gapoktan. Langkah awal identifikasi tutupan lahan di lakukan digapoktan Abung jaya dan seterusnya akan di lakukan di seluruh gapoktan KPH liwa yang jumlahnya ada 50 gapoktan.

Hasil analisis di gapoktan abung jaya dengan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) adalah sebagai berikut:

No

Jenis Lahan

Luas (Ha)

1

  Sawah

105,99

2

  Kebun mono kultur

177,82

3

  Kebun baru (lahan terbuka)

110,83

4

  Kebun Campuran (agroforestri

424,91

5

  Semak belukar

58,82

6

  Hutan/Timba

229,55

1.107,92

KESIMPULAH

Dari hasil analisis lahan Gapoktan abung jaya di bedakan menjadi enam jenis pengunaan lahan yaitu : Sawah,kebun Monokultur,kebun baru/lahan terbuka, kebun campuran, semak belukar dan hutan rimba. dalam surat Persejuan perhutanan sosial Gapoktan abung jaya nomor B/351/KPTS/II.14/2012 Tgl. 20-12-2012, ada dua ruang yaitu ruang kelola dan ruang lindung. Dalam hal ini gapoktan abung jaya mengklasifikasikan bahwa sawah, kebun monokultur, kebun baru, kebun campuran dan semak belukar masuk dalam ruang kelola sedangkan hutan rimba masuk dalam ruang perlindungan. Pada tahun 2012 Gapoktan abung jaya mendapat persetujuan pengelolaan perhutanan sosial seluas 1.107,92 hektar, dimana ruang kelola seluas 771,831 hektar dan ruang lindung 336,089 hektar. Setelah dilakukan analisisi tutupan lahan pada tahun 2023 dengan  metode Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) ada penambahan lahan di raung kelola dari 771, 831 mejadi 878,37 (9,62 %). dari pengkajian tutupan lahan  gapoktan abung jaya  bahwa ada penggurangan ruang lindung, hal ini di sebabakan beberapa faktor di antarnaya  pemanfaatan lahan semak belukar di jadikan lahan perkebunan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga hutan  rimba masih perlu ditingkatkan.

Dari hasil analisis masih harus di cek lapangan keberaran data dan konsultasi kepada pengurus serta perlu pembinaan serta pengawasan pengelolaan perhutanan sosial yang di jalankan oleh Gapoktan abung jaya. Karena setelah Kelompok Tani Hutan mendapat persetujuan penglolaan perhutanan sosial baik buruknya hutan ada di pemegang persetujuan perhutanan sosial. Penerintah hal ini Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu mengawasan, Pembinaan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan Kelompok Tani Hutan secara priodik agar Kelompok Tani Hutan menjalankan hak dan kewajiban sesuai yang tertuang dalam surat persetujuan perhutanan sosial. 

Terimakasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun