Kayu yang dihasilkan dari tanah milik masyarakat dapat menekan terjadinya praktek illegal loging, banyak kasus pencurian kayu dalam kawasan hutan negara terutama di kawasan hutan lindung dan kawasan taman nasional. contoh di wilayah Kecamatan Kebun Tebu Kabupaten Lampung Barat atau wilayah KPH Liwa Provinsi Lampung, marak praktek illegaloging pada tahun 1995 - 2003. manakala praktek illegaloging di picu karena lengahnya pengawan dari pemerintah dan banyaknya permintaan kayu berkelas serta kurangnya pasokan kayu rakyat.
Praktek Illegallogging mulai terhenti pada tahun 2005 sampai sekarang, ada beberapa faktor yang menyebabkan praktek illegaloging terhenti di Kecamatan Kebun Tebu Kabupaten Lampung Barat tepatnya di rergister 45 b bukit Rigis KPH Liwa Provinsi Lampung, di antaranya sebgai berikut : 1. Pengawasan hutan Melibatkan masyarakat dengan adanya kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKm) 2. Masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung telah banyak menanam kayu lewat progran Kebun Bibit Desa (KBD) dan Pengembangan Hutan rakyat (HR). 3. Melakukan Penyuluhan Kehutanan untuk merubah prilaku kebiasaan menggunakan kayu hasil illegaloging dengan menggunakan kayu hasil tanaman rakyat.
Keberhasilan masyarakat saat ini masyarakat merasakan apa yang mereka perbuat 15 tahun yang lalu mereka telah bisa memanen tanaman kayu cempaka.
kayu cempaka yang banyak tumbuh di lahaan masyarakat saat ini telah mencapai tinggi rata - rata 20 meter dan hasil produksi bisa mencapai 0,5 - 1 M3/pohonya dengan harga berkisar Rp.2.500.000- Rp. 3.000.000 /m3.
Â
Keberadaan kelompok hutan masyarakat dapat menjadi tolak ukur sebagai perisai pencegahan terjadinya illeloging ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang Ijin Usahan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) salah satunya adalah mencegah pencurian kayu dilahan kelolanya maka para pencurai kayu dari kawasan hutan lindung akan perpikir dua kali untuk  melakukan illegaloging .
kesulitan masyarakat untuk mendapatkan kayu illeloging memicu masyarakat untuk memulai menanam kayu yang bisa di manfaatakan sebagai kayu
bangunan, berdasarkan hasil bimbingan dari Penyuluh Kehutanan mengajarkan masyarakat untum memulai menanam kayu di tanah milik tidak mudah sampai mereka benar-benar mau menanam kayu yang notebene lahan masyarakat banyak tanaman kopi, anggapan mereka menanam kayu di kebun kopi dapat berakibat mengganggu tanaman kopi terutama pengaruh pada produksi. kenyakinan mereka dapat terjawab setelah kurang lebin 10 tahun ketika tanaman kayu yang mereka panen.
Perubahan pola pikir dari tidak tahu menjadi tahu, mau dan mampu perlu proses yang cukup panjang.Â
Jenis tanaman kayu yang diminati oleh masyarakat untuk ditanam di lahan kebun kopi masyarakat cukup selektif, berdasarkan pengalaman masyarakat tanaman yang sangat di minati saat ini di antaranya tanaman poho cemapaka, kayu aprika, suren, sengon katena tanaman tersebut tidak terlalu rindang mempunyai perakaran yang terlalu banyak, mempunyai tegakan yang tinggi dan daunya cepat membusuk, sehnigga bisa bersinergi dengan tanaman kopi.Â
Perkebangan tanaman kayu cemapaka dan tanaman kayu aprika di kabupaten Lampung Barat sekarang sangat banyak ditanam oleh masyarakat dan banyak yang telah berhasil karena sangat bernilai ekonomi tinggi di banding dengan nilai ekonomi tanaman kopi. hanya di sini perlu kesadaran tinggi di masyarakat karena menaman kayu perlu waktu untuk menjadi nilai ekonomi.
tanaman kopi awal produksi setelah tiga tahun di tanaman sedangkan tanaman kayu minimal bisa bernilai ekonomi setelah berumur minimal sepulih tahun ke atas. pola tanam menaman kayu di kebun kopi lahan milik masyarakat harus benar- benar di sesuaikan dengan kebutuhan minimal jarak tanaman 5 meter  x 5 meter. dengan rata - rata jumlah 400 batang/ha.
Jadi kesimpulan dengan banyakanya tanaman kayu di lahan milik masyarakat dapat meredam terjadimya praktek illegaloging karena kebutuhan kayu dimasyarakat terpenuhi.
#P3SEKPI #KementerianLHK #ACIAR #CBCFIndonesia