Mohon tunggu...
Rasminto Al Ghifari
Rasminto Al Ghifari Mohon Tunggu... -

Studi di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

RESIMEN MAHASISWA DALAM ARUS PERUBAHAN BANGSA

24 Januari 2014   02:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:31 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Ubaidillah Sadewa

*Pengurus PP IPNU

“Bangunlah jiwanya, Bangunlah Badannya”

Peranan pemuda sangat menentukan dalam perkembangan suatu negara. Sebelum kemerdekaan, peranan dan kepeloporan pemuda dapat dilihat antara lain dengan berdirinya perkumpulan Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang sebagian besar dari pendiri dan pendukungnya adalah para pemuda, pelajar dan mahasiswa, kemudian dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 para pemuda, pelajar dan mahasiswa rela meninggalkan bangku sekolah mereka untuk mengangkat senjata yang dikenal dengan Tentara Pelajar (TP).

Inilah salah satu gambaran bahwa pemuda merupakan tulang punggung bangsa. Pemuda pada hakekatnya menjadi penopang berdirinya suatu Negara, tanpa pemuda akan menjadi lamban atau bahkan matinya roda kehidupan Negara. Dilain sisi apabila pemuda tidak dibina dan dilatih atau dibekali dengan baik sebelum terlibat dalam kegiatan berbangsa dan bernegara maka akan menimbulkan dampak negatif. Hal ini disebabkan oleh jiwa atau naluri pemuda yang cenderung merusak atau anarkis bila tidak ada kontrol atau pendidikan yang tepat dan benar.

Resimen Mahasiswa (Menwa) merupakan salah satu perwujudan implementasi Sistem Pertahanan Semesta di Indonesia. Menwa beranggotakan para mahasiswa yang merasa terpanggil untuk membela negara dengan konsep milisi, sebagai konsekuensi logis pasal 30 dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Dasar hukum pendiriannya dapat ditelusuri sampai ke periode Konfrontasi di mana Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam melancarkan serangan-serangan infiltrasi ke Malaysia merekrut mahasiswa sebagai infiltran lewat instruksi Menko Hankam /Kasab No. AB/34046/1964, tanggal 21 April 1964 mengenai pembentukan Menwa di tiap - tiap Kodam. Hal ini dipertegas dengan Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Men PTIP no. M/A/165/65 dan Nomor 2/PTIP/65 tentang organisasi dan prosedur Mahasiswa untuk ikut serta mendukung Operasi  Dwi Komando Rakyat (Dwikora) tanggal 14 Mei 1964.

Setelah menjalankan fungsi pengabdiannya selama masa Orde Lama dan Orde Baru, keguncangan mulai dirasakan oleh Menwa pada saat Reformasi tahun 1998 dimana banyak elemen masyarakat dan mahasiswa yang menuntut pembubarannya karena Menwa dianggap sebagai perpanjangan tangan rezim otoriter di kampus.

Selanjutnya seiring dengan perjalanan sejarah bangsa di era reformasi, MENWA pun terkena imbasnya, salah satunya adalah sesuai surat edaran Depdiknas Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi No. 2081/D/T/2000 tentang pemberdayaan MENWA di perguruan tinggi dan SKB tiga menteri serta otonomi daerah RI tanggal 11 Oktober 2002 No. KB/14/M/X/2002, No. 6/U/KB/2002 dan No. 39A tahun 2000 tentang pemberdayaan MENWA sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing Perguruan Tinggi. Resimen Mahasiswa dituntut untuk dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang pejuang pemikir dengan selalu menyelaraskan IQ, EQ dan SQ yang diperoleh dalam perkuliahan dalam rangka menunjang stabilitas dan dinamisasi kampus menuju tatanan yang kondusif dengan didukung oleh komponen kampus yang ada.

Pengembangan Menwa

Pengembangan Menwa memiliki dua aspek utama, yaitu pertama, sebagai wadah untuk aktivitas kemahasiswaan, tak ubah seperti UKM (Unit Kemahasiswaan) yang lain, sebagai wahana penyaluran hobi, bersosialisasi, berorganisasi.

Kedua, Menwa merupakan perwujudan konsep misi/battle orders sebagai konsekuensi logis adanya Pasal 30 UUD 1945 (AH Nasution, 1994).

Sedangkan dalam dimensi praktis, model rekayasa ulang Menwa akan mirip dengan ROTC (Reserve Officers' Training Corps) di Amerika, sebagai salah satu sumber militer karier sekaligus sebagai wadah community/service UKM perguruan tinggi.

Jangan heran, apabila dijumpai tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang belajar di Amerika nyambi menjadi “kadet” sukarela melalui jalur Army ROTC, karena mahasiswa Indonesia ingin menyalurkan hobi/bersosialisasi dan belajar berorganisasi pada manajemen militer sekaligus menyelesaikan pendidikan akademiknya.

Inilah kenyataan yang ada, di Indonesia Menwa dituntut dibubarkan, tetapi di Amerika banyak mahasiswa Indonesia yang numpang latihan bela negara.

Sun Tzu, seorang pemimpin, ahli filosofi Cina yang hidup pada abad keempat SM, mewariskan banyak kebijaksanaan mengenai strategi dan taktik militer yang dapat diterapkan pada semua bisnis. Bahkan kesuksesan “Operasi Badai Gurun” dalam Perang Teluk beberapa tahun lalu, juga telah menghasilkan buku-buku text-book tentang manajemen operasi dan logistik modern.

Inilah yang dapat dijadikan sebagai value yang sangat berharga bagi mahasiswa untuk berperan serta dalam wadah seperti ROTC dan mengkajinya dalam pendekatan ilmiah.

Semua aktivitas tersebut memiliki filosofis membentuk karakter yang sangat berguna sebagai penempaan kepemimpinan mahasiswa masa depan. Jadi aktivitas ROTC bukan sekadar latihan perang-perangan tetapi mengambil filosofi dari latihan sebagai model laboratorium kepemimpinan alternatif bagi mahasiswa.

Pada akhirnya output yang akan diperoleh setiap mahasiswa berupa pemberdayaan diri yang memiliki sosok kepemimpinan karakter dan keunggulan kompetitif (mental, emosional, dan fisik). Selain juga memiliki nilai-nilai utama antara lain, a) loyalitas kepada kehormatan bangsa, b) melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, c) respek terhadap sesama, d) terbiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, e) kehormatan diri, f) integritas, g) sosok yang bijaksana dalam memandang segala hal.

Pembangunan Karakter

Nation and Character Building” harus kembali digalakkan, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Founding Father kita, Soekarno. Dan hal ini juga dituangkan kedalam bait lagu kebangsaan kita.

Resimen Mahasiswa merupakan salah satu wujud Nation and Character Building. Hal itu sudah diketahui sejak dulu dalam perjalanan sejarahnya. Sejarah yang menerangkan tentang proses pembinaan Resimen Mahasiswa yang ditekankan dalam pembentukan semangat nasionalisme, disiplin, loyalitas, korsa, serta olah ilmu keprajuritan.

Sebagai salah satu wujud dari Nation and Character Building, Resimen Mahasiswa mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengembangkan semangat kebangsaan serta pembinaan karakter para anggotanya. Karakter yang yang dibentuk disini adalah mandiri. Sebagaimana yang ada pada organisasi kepanduan. Masing-masing mempunyai peran yang sangat penting dalam pembinaan semangat nasionalisme, baik itu organisasi kepanduan, maupun dari Menwa itu sendiri.

Pada pembinaan di dalam tubuh Resimen Mahasiswa, baik itu di dalam pembinaan organisasi maupun pembinaan anggota, karakter-karakter tersebut dibentuk melalui tahapan-tahapan pendidikan. Ada tiga bagian pendidikan di dalam hal itu. Yaitu pendidikan dasar militer resimen mahasiswa (diksar), kursus kader pelaksana (Suskalak), dan Kursus kader kepemimpinan (Suskapin).

Tiga jenjang pendidikan inilah yang membentuk sikap di dalam Menwa itu sendiri. Meskipun memiliki fokus dan tujuannya masing-masing, namun ketiga jenjang tersebut memiliki kesamaan dalam pembinaannya.

Pada pendidikan dasar (diksar) lebih menitik beratkan hal-hal yang berkaitan dengan karakter dasar. Di kursus kader pelaksana (suskalak) lebih fokus pada pembentukan karakter unggul. Dan pada kursus kader kepemimpinan (suskapin) sesuai dengan namanya, lebih menitik beratkan pada pembentukan karakter kepemimpinan.

Resimen Mahasiswa bukan sekedar suatu Unit Kegiatan Mahasiswa, juga bukan sekedar organisasi yang “gila militer”, juga bukan organisasi yang “gila hormat” seperti yang dikatakan sebagian orang. Akan tetapi Resimen Mahasiswa adalah salah satu wadah dalam pembentukan karakter serta semangat nasionalisme dan patriotisme dengan tidak mengabaikan tugas utama dari Resimen Mahasiswa yaitu “BELAJAR”. Sesuai dengan makna dari semboyannya, “Penyempurnaan Kewajiban dengan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan”.

Untuk itu, dalam menempuh era globalisasi saat ini membutuhkan semangat kejuangan, nasionalisme, patriotisme, dan gerakan sadar budaya untuk menyaring segala sesuatu yang bisa merusak NKRI yang telah dirintis oleh para pendahulu kita. Salah satunya adalah lewat Resimen Mahasiswa.***

Di atas adalah tulisan dalam buku Setengah Abad Resimen Mahasiswa Jayakarta, berikut link buku tersebut yang dapat diunduh.

http://rasminto-rasminto.blogspot.com/2014/01/buku-setengah-abad-menwa-jayakarta.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun