Kedekatan terhadap masyarakat dengan berbekal internalisasi marhaenisme itu yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Tentunya internalisasi marhaenisme yang baik dapat membawa kemampuan analisis yang tidak lagi diragukan dengan terus memprogres setiap anggota dan kadernya.
Kemampuan inilah yang nantinya akan dibutuhkan saat Demography Bonus terjadi, peran-peran pemuda yang dapat membantu masyarakatnya sehingga ikut membantu mewujudkan peran pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.
Melalui proses indoktrinisasi untuk menginternalisasikan paham marhaenisme, hal ini menjadi strategi terciptanya kemampuan analisis yang baik seluruh anggota. Namun sebagai wadah pemuda, GmnI belum mampu menginternalisasikan Marhaenisme dalam aktivitasnya sehari-hari. Beberapa lapisan dalam GmnI cenderung menggunakan paham marhaenisme hanya sebagai teori gerakan usang, sedangkan ide-ide pembaharuan tidak pernah muncul padahal kreativitas dan modernisasi gerakan diperlukan guna mengikuti tantangan zaman yang semakin berubah seiring waktu.
Padahal dengan banyaknya fakultas-fakultas yang menjadi latar belakang anggota GmnI seharusnya menjadi nilai tambah yang baik untuk kemudian dilakukan pengkolaborasian pengetahuan. Ada banyak fenomena kasus ditengah-tengah masyarakat yang membutuhkan pengetahuan yang memadai serta kemampuan mengkaji masalah dengan study fokus yang tidak sembarangan. Sehingga, diharapkan solusi masalah yang dihasilkan tepat menyasar pada konflik yang tengah diatasi. Selain itu kurangnya penyampaian materi di ikuti impelementasi nyata dilapangan menjadi persoalan sulitnya menginternalisasikan marhaenisme pada tiap-tiap anggota dan kadernya.
Dalam beberapa aktivitas GmnI, anggota selepas PPAB (Pekan Penerimaan Anggota Baru) tidak mendapatkan perhatian khusus untuk diberikan materi-materi penunjang. Kalaupun ada biasanya hanya sebagai penggugur kewajiban untuk memenuhi administrasi Laporan Pertangggungjawaban Dewan Pengurus Komisariat (LPJ-DPK) sebagai pihak yang mengadakan. Padahal anggota-anggota baru itu adalah pemuda-pemuda yang harus dipersiapkan kemampuannya sebaik-baiknya sebelum diterjunkan ditengah-tengah masyarakat.
Tidak adanya aktivitas pendukung untuk mempraktekan teori dilingkungan masyarakat membuat anggota GmnI tidak peka terhadap kondisi sekitar. Padahal marhaenisme adalah teori kemasyarakatan yang mana masyarakat sekitar seharusnya menjadi objek GmnI dalam bertindak dan bergerak. Jika marhaenisme hanyalah teori yang selesai dalam materi dan tidak selesai dalam implementasi maka tidak akan menghasilkan satu pun pemuda yang siap menghadapi bonus demografi.
Sehingga pemberian materi yang terstruktur berupa kursus-kursus pengajaran di ikuti dengan implementasi juga tidak kalah penting. Implementasi materi ini nantinya diharapkan dapat menginternalisasikan paham marhaenisme ke dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam menghadapi bonus demografi memang tidak mudah. Ada strategi-strategi yang matang untuk mengatasi kondisi sebaliknya yang mengancam kondisi pertumbuhan negara. Selain dari pembangunan infrastruktur, pembangunan dalam diri pemuda juga membutuhkan strategi jitu. Pemerintah harus senantiasa membuka potensi pemuda melalui penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda.
Peran pemuda sebagai kekuatan moral dicapai melalui advokasi dan pembangunan kesadaran produk hukum ekonomi Indonesia. Dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah maka infrastruktur sebagai alat penunjang yang telah disediakan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh tiap-tiap pemuda. Dalam hal ini mahasiswa harus benar-benar mendalami study ilmu yang telah digeluti dan mempraktekan itu untuk ikut peran dalam mensejahterakan masyarakat.
Pemuda-pemuda yang kreatif dan inovatif inilah yang dibutuhkan dalam mengatasi kelonjakan persaingan didalam negara nantinya. Jika tidak digembleng sedemikian epik tentunya bonus demografi hanyalah meteor yang jatuh dan siap memporak porandakan negara artinya pemuda-pemuda hanya akan menjadi beban negara karna tidak mampu mengatasi problem-problem bonus demografi yang nantinya akan timbul.
Sehingga, pemuda yang siap haruslah pemuda yang memiliki kemampuan daya analisis yang jauh memandang adanya peluang dan resiko kedepan. Di tahun 2030 jika kedua aspek pembangunan ini sudah dapat diatasi dengan baik maka tidak menjadi ketidakmungkinan bagi bangsa indonesia untuk dapat memajukan bangsanya serta dapat menjamin kesejahteraan kehidupan rakyatnya.