Kendari, 27/03/2024. Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Wawonii melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan membawa isu konflik pertambangan di Pulau Wawonii yang sampai saat ini belum juga usai, meski telah keluar beberapa putusan Mahkama Agung (MA). Dalama pemaparannya, Jenderal Lapangan Taichi, pada saat hearing, menyampaikan beberapa pokok permasalahan, yaitu:
Pertama,_ Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 14 P/HUM/2023 yang menyatakan Pasal 25 ayat (3), Pasal 25 ayat (5), Pasal 25 ayat (7) Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 35 huruf k juncto Pasal 73 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, karenanya tidak berlaku umum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Memerintahkan kepada Bupati Kabupaten Konawe Kepulauan Provinsi Sulawesi Tenggara untuk mencabut Pasal 25 ayat (3), Pasal 25 ayat (5), Pasal 25 ayat (7) Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tanggal 27 Juli 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041. Pasal-pasal yang di hapus tersebut merupakan pasal yang memuat alokasi tambang dalam Kawasan Hutan yang di dalamnya masuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP, yang juga sudah daluarsa.
Kedua, Putusan MA Nomor 57 P/HUM/2022, yang membatalkan Pasal 24 huruf d, Pasal 28, dan Pasal 36 huruf c Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Memerintahkan Bupati Kabupaten Konawe Kepulauan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan merevisi Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041.
Setelah adanya dua putusan Mahkama Agung RI yang telah menghapus semua alokasi ruang tambang pada Peraturan daerah kabupaten Konawe Kepulauan tahun 2021, maka perusahaan PT. Gema Kreasi Perdana harus menghentikan segala bentuk aktifitasnya. Akan tetapi perusahaan PT. Gema Kreasi Perdana sampai hari ini masih melakukan kegiatan penambangan dan pengapalan yang telah merugikan perekonomian negara.
Ditambah lagi dengan fakta putusan pengadilan yang menegaskan bahwa IPPKH yang dimiliki oleh perusahaan PT. Gema Kreasi Perdana terbukti telah daluarsa sejak 2016. Hal ini dibuktikan dengan dokumen IPPKH yang dikeluarkan oleh Mentri Kehutanan RI dengan No : SK.576/Menhut-II/2014, yang dimiliki PT. Gema Kreasi Perdana, pada poin ke 13 putusan Mentri tersebut jelas ditegaskan bahwa : "Keputusan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan jangka waktu paling lama sampai dengan tanggal 14 November 2028, apabila dalam jangka waktu 2 tahun sejak ditetapkanya keputusan tidak ada kegiatan nyata di lapangan maka putusan ini batal dengan sendirinya". Terbukti dalam fakta pengadilan di PTUN Kendari, perusahaan PT. Gema Kreasi Perdana mengakui dengan sendirinya bahwa mereka baru melakukan aktivitas nyata pada tahun 2019. Tentunya dari keputusan Menteri Kehutanan RI dipoin ke tigabelas, maka sudah jelas bahwa dokumen IPPKH milik Perusahaan PT. Gema Kreasi Perdana sudah tidak berlaku sejak 2016.
Kabid. Humas Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara, Pak Dody, saat ditemui mengatakan bahwa dalam penyelesaian masalah-masalah konflik pertambangan yang ada di Pulau Wawonii harus disertakan surat pengaduan resmi, dengan ketentuan sesuai SOP yang ada di Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara, ia juga mengatakan bahwa kasus pertambangan di Pulau Wawonii sama persis dengan kasus pertambangan yang ada di Blok M Mandiodo dan ini berpotensi besar terlibatnya penjabat besar dalam hal ini kementrian ESDM RI dan juga beberapa pejabat-pejabat besar yang ada di Sultra, tuturnya. Sebab telah berani mengeluarkan RKB 2024 untuk PT. Gema Kreasi Perdana (PT. GKP) yang sudah tidak memiliki landasan hukum untuk berada di Kabupaten Konawe Kepulauan berdasarkan dua putusab MA RI di atas yang diduga kuat telah mengakibatkan kerugian perkonomian negara.
Lebih lanjut Jendral Lapangan (Jenlap) Taichi meminta ketegasan kepada Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara dan masa aksi menuntut yaitu:
1. Mendesak Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) untuk memanggil dan memeriksa Direktur PT. Gema Kreasi Perdana (PT. GKP) atas aktivitas perusahaan PT. GKP yang sudah tidak memiliki payung hukum, namun masih saja melakukan penggalian orr nikel/pencurian isi perut bumi pulau wawonii.
2. Mendesak Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) untuk memanggil dan memeriksa oknum-oknum Daerah Kabupaten Konawe Konawe Kepulauan yang diduga kuat bersekongkol denga PT. Gema Kreasi Perdana karena telah melakukan pembiaran atas aktivitas pertambangan ilegal yang telah merugikan masyarakat wawonii maupun merugikan perekonomian Negara RI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H