Mohon tunggu...
rasma sulistiya pasaribu
rasma sulistiya pasaribu Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

??

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mewujudkan Transparansi di Era Digital

28 Oktober 2024   21:16 Diperbarui: 28 Oktober 2024   21:17 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital saat ini, kehidupan manusia secara umum telah mengadopsi gaya hidup baru yang sangat tergantung pada perangkat elektronik. Teknologi telah menjadi alat yang tak terpisahkan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kemampuan teknologi telah mempermudah manusia dalam melaksanakan berbagai tugas dan pekerjaan. Perkembangan teknologi ini memainkan peran penting dalam memasuki era digital dan membawa peradaban manusia ke tingkat yang lebih maju.

Perkembangan era digital membawa dampak positif yang signifikan yang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Namun, di sisi lain, era digital juga membawa berbagai dampak negatif. Salah satu contohnya era dimana teknologi informasi dan internet telah mengubah dunia secara drastis, masalah korupsi tetap menjadi ancaman serius bagi banyak negara. Korupsi merugikan ekonomi, merusak sistem politik, dan menghancurkan kepercayaan masyarakat. Namun, paradoks yang muncul adalah betapa cepatnya korupsi dapat terjadi, sementara internet, yang seharusnya menjadi alat untuk memerangi korupsi, sering kali lambat dan terbatas di negara-negara tertentu. Artikel ini akan membahas fenomena tersebut dengan mengacu pada pendapat Jhony G Plato, seorang ahli tata Kelola pemerintahan yang menyoroti tantangan transparansi di era digital.

Salah satu hambatan utama dalam melawan korupsi melalui transparansi adalah keterbatasan akses internet. Di banyak negara, khususnya di wilayah pedesaan dan daerah terpencil, infrastruktur internet masih belum berkembang dengan baik. Kecepatan internet yang rendah, koneksi yang tidak stabil, dan biaya yang mahal menghambat upaya untuk memperoleh informasi dan memastikan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemerintah, Ironisnya, pelaku korupsi sering kali mampu menggunakan celah ini untuk menyembunyikan jejak dan melancarkan tindakan korupsi.

Selain keterbatasan akses internet, tantangan transparansi di era digital juga terkait dengan kelemahan keamanan digital. Data pemerintah yang seharusnya diakses oleh publik seringkali tidak aman dan rentan terhadap kebocoran atau manipulasi. Pengaman infrastruktur teknolgi informasi yang lemah dan kurangnya kesadaran akan pentingnya melindungi data menjadi celah bagi koruptor untuk megubah, menghapus, atau menghasilkan bukti-bukti korupsi. Hal ini memperkuat paradoks bahwa meskipun korupsi dapat terjadi dengan cepat, usaha memeranginya melalui internet seringkali terhambat oleh keamanan yang rentan.
Sistem administrasi pemerintahan yang masih tergantung pada proses manual juga menjadi kendala dalam upaya menciptakan transparansi di era digital. Banyak negara masih menggunakan proses yang rentan terhadap manipulasi manusia dan kehilangan data. Proses manual membutuhkan waktu yang lama, meningkatkan resiko kesalahan dan memperlambat respons terhadap tindakan korupsi. Dalam hal ini, penerapan teknologi digital, seperti otomatisasi proses administrasi dan pengguna sistem terintegrasi, dapat mengurangi celah korupsi dan meningkatkan transparansi.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintahan, masyarakat sipil, dan sector swasta. Pemerintah perlu berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur.

Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik memiliki peran penting dalam mendorong transparansi dan meningkatkan good governance di pemerintahan. UU ini memungkinkan pemerintah untuk memberikan informasi secara rinci tentang kegiatan pelayanan publik dengan jelas, sehingga masyarakat dapat terlibat dan mengawasi langsung kegiatan tersebut.                                                           

 Selain UU KIP, perkembangan pesat teknologi informasi di era digital saat ini juga menuntut pemerintah untuk memanfaatkannya dalam tata kelola pemerintahan. Tuntutan masyarakat akan akses informasi yang cepat dan mudah sejalan dengan penerapan penemuan informasi publik, yang mendorong seluruh instansi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mengembangkan sistem informasi berbasis elektronik. Dengan adanya sistem transparansi digital, partisipasi publik dalam mengawasi tata kelola pemerintahan menjadi lebih mudah, dan mereka akan memberikan suara mereka ketika mendapatkan informasi tentang adanya ketidakberesan yang dilakukan oleh oknum pejabat publik atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Misalnya, melalui e-budgeting, publik dapat melihat apakah anggaran yang dialokasikan untuk suatu kegiatan atau program sesuai dengan hasil yang dicapai. Melalui e-Procurement, publik juga dapat menilai apakah proses tender pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan peraturan, atau mungkin terdapat kolusi antara panitia pengadaan dan peserta tender. Hal yang sama berlaku dalam proses perizinan dan penyediaan layanan publik lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun