Mohon tunggu...
rashybadelwair
rashybadelwair Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

membaca, traveling, olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Emosional tentang Pulau Bali: Antara Sejarah, Kebudayaan, Kepercayaan, dan Keindahan Wisata

31 Desember 2024   15:04 Diperbarui: 31 Desember 2024   15:04 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Refleksi Emosional tentang Pulau Bali: Antara Sejarah, Kebudayaan, Kepercayaan, dan Keindahan Wisata

Pulau Bali, dengan julukan Pulau Dewata, bukan hanya sekadar destinasi wisata yang memesona. Bagi saya, Bali adalah sebuah perjalanan emosional dan reflektif, tempat di mana sejarah, kebudayaan, dan kepercayaan berpadu menjadi sebuah harmoni yang menggetarkan hati. Saat menginjakkan kaki di sana untuk pertama kalinya, saya disambut oleh atmosfer yang berbeda—damai, penuh makna, dan kaya akan cerita.

Sejarah yang Mengakar

Bali memiliki sejarah panjang yang melibatkan interaksi antara budaya Hindu, Buddha, dan pengaruh dari kerajaan Majapahit. Dalam perjalanan saya mengunjungi museum-museum seperti Museum Bali di Denpasar, saya mulai memahami bagaimana peradaban Bali tumbuh dari pengaruh tersebut. Relief dan patung yang menghiasi museum seolah berbicara tentang kejayaan masa lalu, saat Bali menjadi pusat kebudayaan dan spiritualitas.

Refleksi ini membawa saya pada kesadaran mendalam: sejarah bukan hanya kumpulan fakta, tetapi juga warisan jiwa. Bali telah melalui banyak tantangan, termasuk invasi dan modernisasi, namun tetap mampu menjaga identitasnya.

Kebudayaan yang Menghidupkan

Salah satu momen paling emosional bagi saya adalah saat menyaksikan Tari Kecak di Pura Uluwatu. Suara “cak” yang bergema dari puluhan pria berpadu dengan keindahan matahari terbenam di atas tebing. Dalam setiap gerakan dan alunan cerita, saya merasa Bali bukan sekadar tempat, tetapi sebuah jiwa yang hidup.

Tradisi seperti Nyepi juga membuat saya merenung. Hari di mana seluruh Bali hening, tanpa aktivitas, menjadi pengingat bahwa hidup memerlukan jeda—sebuah momen untuk merenungi apa yang benar-benar penting.

Kepercayaan yang Mendalam

Bali dikenal dengan sistem kepercayaannya yang disebut Tri Hita Karana, konsep keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Filosofi ini terasa di setiap sudut Bali, mulai dari pura-pura yang tersebar di seluruh pulau hingga sesajen kecil yang diletakkan di jalanan.

Kunjungan saya ke Pura Besakih, pura terbesar di Bali, adalah pengalaman spiritual yang mendalam. Saya merasa kecil di hadapan megahnya arsitektur dan kedalaman makna upacara yang diadakan di sana. Kepercayaan ini bukan hanya soal ritual, tetapi juga cara hidup yang menanamkan rasa hormat terhadap semua aspek kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun