Kali ini, aku juga mau sharing seputar pengalaman pribadi di pesantren. Di blog sebelumnya tentang mempelajari public speaking. Kali ini seputar pengalaman pribadi ketika Allah beri amanah untuk membimbing santri-santri yang baru masuk pesantren di asrama. Tepatnya ketika aku duduk di bangku kelas 3 MA, masa akhir mengenyam pendidikan resmi di pesantrenku.
Di judul blog kali ini aku bagi menjadi beberapa sub judul. Aku sharing mulai dari detik-detik terpilih menjadi ketua kamar santri kelas 1 MTs, sampai ketika sudah berpisah dengan anggota kamar.
Aku bukan ketua asrama santri baru terbaik. Teman-temanku yang mendapatkan amanah sama seperti aku banyak yang lebih baik. Akan tetapi tidak mengapa aku tuangkan pengalamnku menjalankan amanah tersebut ke dalam bentuk tulisan.
1. Perpindahan Asrama di Akhir Kelas 2 MA
Akhir masa aku duduk di kelas 2 MA, Penilaian Akhir Tahun yang menentukan kenaikan kelas kami telah usai. Beberapa hari lagi juga waktu aku tinggal di asrama ku kala itu yang terletak di lantai 4 juga akan selesai.
Suatu malam setelah shalat isya', kami seluruh santri berkumpul di masjid. Salah satu ustadz kami dari bidang kesantrian maju ke depan kami guna mengumumkan pengumuman terkait perpindahan asrama.
Hanya saja waktu itu hanya disebutkan ketua masing-masing asrama saja, tanpa menyebutkan anggota. Aku menunggu siapa saja yang kira-kira disebutkan menjadi ketua asrama. Juga apakah ketua asrama kelas 1, 2, 3 MTs, ataukah 1 MA.
Ketika penyebutan ketua asrama, namaku ternyata disebut di asrama lantai dasar. Asrama yang akan dihuni olehku dan aku menjadi ketuanya merupakan asrama santri baru. Waktu itu ada 7 asrama yang akan dihuni oleh santri baru kelas 1 MTs.
2. Beban Yang Berbeda
Aku mengetahui, kalau santri baru pasti akan lebih banyak keluhan dan beban yang harus dipikul oleh yang mengurus mereka. Baik ketua asrama, wali kelas, musyrif asrama, ataupun musyrif halqah Al-Qur'an.